Huruf bercetak miring (I) adalah flashback.
Park Chanyeol masih menatapnya dengan tatapan yang tak dapat terurai dalam kata. Ia masih berdiri mematung dengan satu titik fokus, dua manik tajam milik kakaknya yang kini nampak layu.
Chanyeol memilih mendekati dua orang tadi. Dengan langkah pelan juga suara decitan pilu sepatu yang bersapa dengan lantai marmer warna putih itu. Tak ada tangis, pasalnya disini ialah yang menjadi target sebuah tipuan. Chanyeol bukan marah, hanya saja ada sedikit rasa kecewa mengetahui kepercayaannya pada keluarga sendiri sudah diambang ketidakpastian.
Bukan hal yang sulit untuk berada tepat di hadapan sang kakak yang masih diam, sedangkan di belakang seorang wanita masih mencoba tersadar dari hal apa yang ada di depan matanya kini. Soyeon tau semua sandiwara yang Kai buat padanya akan terungkap pada Chanyeol, adiknya sendiri.
Apa itu tadi? Apa yang sedang kalian bicarakan tadi? manik mata Chanyeol membulat sempurna saat menatap Kai yang tak membalas tatapannya dengan hal yang sama.
Kalian merahasiakan sesuatu dariku, iya kan! tatapan Chanyeol meliar, sesekali memberi lirikan pada ibunya pula di belakang.
Tidak Chan, ibu bisa jelaskan pada—
Tidak ada yang perlu dijelaskan, kau sudah dengar semua. Simpul Kai memotong ucapan Soyeon.
Seyeon terdiam, matanya menatap tepat pada siluet Kai dari belakang. Angin malam kian berhenbus kencang lewat jendela kamar yang terbuka dibelakangnya. Seakan angin itu mendorongnya untuk menghentika semua sandiwara yang ia buat selama ini. Namun di depan sana, tatapan Chanyeol terhadap Kai sudah nampak nyalang, penuh rasa kecewa.
Hyung sakit, dan soal ibu yang sakit, kalian membohongiku. Ibu tidak sakit apapunkan? Kai masih menatap Chanyeol tanpa kedip. Berat rasanya sekedar memejam untuk menghalau rasa perih di matanya. Sedangkan otaknya masih di ambang kebimbangan, antara jujur atau bohong lagi demi menutupi kebohongannya yang lainnya.
Kalau begitu apa yang kau dengar itulah keadaannya. Kai menegakkan tubuhnya, memasukkan kedua tangannya pada saku celana yang ia kenakan. Sejenak ia berbalik badan untuk menatap sekilas sang ibu yang masih diam di tempat tanpa pergerakan sejak tadi.
Chanyeol terpaku tanpa ekspresi. Yang menjadi fokusnya masih sama, sang kakak. Namun ketika melihat gaya dingin kakaknya itu, semua fikiran negatif di otakknya seakan menguar begitu saja secara percuma.
Lain kali jangan suka mendengar pembicaraan orang secara diam-diam, bukankah kau punya tata krama, Park?
Semua sorot mata melebar kecuali si pengucap. Kai dengan wajah datarnya lebih memilih berjalan meninggalkan ruangan yang terasa pengap itu dengan gayanya yang santai. Soyeon menatapnya sampai punggung lebar itu lenyap begitu saja dibalik daun pintu.
Chanyeol mengepalkan tangannya lalu dengan gerakan cepat ia berbalik badan, Hyung! laki-laki itu sudah bersiap berlari untuk mengejar sang kakak, namun sebuah suara lirih menghentikan pergerakannya.
Chanyeol,
Manik mata Chanyeol menyorot lurus seketika pada sosok wanita yang sudah berdiri di hadapannya sambil mengelus surainya dari atas.
Kamu pasti mengerti bagaimana perasaan Kai saat ini, sayang. Kami berbohong dan itu hanya diinginkan hyungmu untuk tidak membuat kamu khawatir. Dia baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Mengerti? pipi tirus itu terus dibelai Soyeon penuh perasaan, air mata mereka meleleh sesaat setelah kalimat itu berakhir.
Tapi, apa yang kalian sembunyikan dariku, Bu. Aku ingin tahu. Kalian tidak perlu bersusah payah menjaga hatiku, karena hatiku sudah terlalu sering hancur ketika mendapati sikap dingin hyung padaku. Chanyeol meraba tangan ibunya di pipinya, sedikit meremasnya lalu memejam mata erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everytime [end]
FanfictionNamanya Jung Eunji, gadis itu cantik dengan pita warna merah dikepalanya. Dia sahabatku, sejujurnya aku tak menganggapnya sahabat, melainkan seseorang yang istimewa. Kesan pertama kami bertemu, aku sudah berani mencium pipinya. Dia sangat manis dan...