Part 34

200 34 0
                                    

Karena sudah sejak hari pertama siluet Jung Eunji—seseorang yang mirip dengan gadis di masa lalunya—tak pernah tertangkap oleh netranya, oleh sebabnya ia kembali. Laki-laki perpawakan tinggi berpenampilan dengan kaus hitam dipadu dengan sebuah celana jeans biru itu berjalan melewati satu koridor terakhir, lalu berdiri tepat di depan sebuah pintu yang sebenarnya sudah ditinggal selama dua hari lamanya tanpa penghuni.

Nathan sempat tertunduk, menatap nanar lantai yang menjadi tempatnya berpijak. Namun nampaknya sebuah senyuman yang serupa dengan sinar matahari pagi ini seakan kembali memberi semangat lain padanya. Terlebih dengan sentuhan lembut di lengannya, diusap perlahan kemudian ditepuk dengan gerakan penyemangat.

“Jangan terus merutuki dirimu sendiri, Nath. Kau hanya perlu mengucapkannya  lalu semua akan menjadi lebih baik lagi.” Pendangan Nathan terangkat, mendapati sosok Jessica yang tengah berdiri di sampingnya dengan senyuman hangatnya.

“Aku hanya masih takut.” Ucap Nathan sedikit lemah.

“Tapi sayangnya kau harus—”

“Kuatkan aku, Jessica.” Jessica tersentak, pandangannya turun menatap satu tangannya yang sudah Nathan genggam secara tiba-tiba.

Sedetik kemudian Nathan tersenyum manis lalu menarik pelan gadis itu untuk masuk ke dalam ruangan rumah sakit itu. Jessica tersenyum sendu lalu memejam, tanpa sadar menggenggam tangan Nathan lebih erat lagi.

Gadis itu masih terdiam kala Nathan sama sekali tak membuka suaranya lagi padanya. Apakan Jung Eunji begitu besar efeknya pada Nathan-nya sehingga membuatnya bungkam? Tidak, Jessica tidak mau berpikiran buruk. Hanya saja ia sedikit ... cemburu. Ah, hanya sedikit. Setidaknya kini Jessica harus mengangkat pandangannya lalu membuka mata lebar-lebar untuk menatap Eunji di ranjang rumah sakit ini. Tapi,

“Mengapa kosong? Dimana Eunji?”

• • •

“Eunji, kau tak bisa seperti ini. Kau juga masih sakit, jadi ayo sekarang kembali ke kamarmu!”

Lagi-lagi ucapan itu mengudara secara sia-sia. Dengan sikap abai gadis itu sejak kemarin menjadi tanda tanya ulang untuknya. Apalagi ketika semalaman ia dipeluk dengan derai tangis, ketika tidur pun ia meracaukan nama Jongin secara lirih. Sekarang Hyojung khawatir setengah mati dengan mata bengkak keponakannya itu sambil terus-terusan menatap ke ruang isolasi milik seorang laki-laki yang ia ketahui bernama Kai. Kakak teman Eunji, Park Chanyeol.

Sekali lagi wanita berusia akhir empat puluhan itu menghembuskan napas gusar, “Eunji, bahkan kau semalaman tidur disini. Sebaiknya kita—”

Ucapan Hyojung terhenti, ia menengadah menatap Taehyung dengan wajah lelahnya ketika menepuk bahunya barusan. Laki-laki itu mengulum senyum manis sebelum menilik sebentar Eunji yang masih berada di posisi sama tanpa menoleh sedikitpun. Atensi Taehyung kembali pada ibunya, ia menggleng lalu segera Hyojung menyingkir dari Eunji.

“Jangan dipaksakan, Bu. Biarkan, aku yakin Eunji pasti bisa mengontrol dirinya selagi ia masih dalam jarak pandangnya.” Taehyung menunjuk Kai dalam ruangan sana dengan dagunya, sedetik kemudian ia mengulum senyum yang sebenarnya dipaksakan. “Ibu tahu, kadang cinta itu agak sedikit rumit?” Lanjutnya membuat sang ibu ikut menatap Eunji dan Kai bergantian.

“Semoga Tuhan lekas memberi kesembuhan padanya, ya?” tatap Hyojung nanar pada Kai, “Ini adalah masa-masa sulitnya untuk berjuang dalam hidup.”

Taehyung mengangguk setuju, ia kemudian mencium pipi Hyojung penuh kasih sayang. Dalam sekejap Hyojung tersenyum lalu menepuk pipi Taehyung gemas.

“Ibu pulang saja, soal Eunji serahkan padaku. Aku tidak akan meninggalkannya.” Hyojung mengerutkan alisnya heran, namun dalam sedetik ia malah mencubit perut Taehyung keras. Laki-laki itu sedikit meringis kemudian menatap ibunya was-was serta cengiran aneh.

Everytime [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang