Aku mau kita putus saja

1.1K 41 0
                                    

Rindu sendiri
di taman rumahnya

Waktu begitu cepat berlalu, tidak terasa semua urusan Rindu di SMA sudah hampir selesai, pengumuman kelulusan, cap tiga jari, dan lain sebagainya. Hanya tinggal satu acara saja, perpisahan, dan sampai perpisahan sudah ada di depan mata, Rindu belum juga memberi kata maaf pada Angga. "Rin, Ayahku minta aku kuliah di Australia" Rindu melotot membaca chat WA dari Angga, coklat panas mendingin yang hendak ia teguk dengan bantuan tangan kanannya itu kembali ia letakkan di atas meja. "Serius? Kamu nggak lagi bohongin aku biar aku bales WA kamu kan?" balas Rindu tergesa-gesa. "Astaga. Apa sih Rindu! Aku mana berani bo'ongin kamu disaat kamu lagi marah kaya gini" | "Kapan berangkatnya?" Rindu mengetik pesan masih dengan perasaan tidak percaya. "Besok siang, jam satu siang boarding time. Ayah sudah menyiapkan tiket pesawat untukku" | "Sekarang atau malam ini bisa ketemu?" | "Nggak bisa Rin. Aku harus siap-siap" Mata Rindu memerah membaca balasan dari Angga. Ada rasa penyesalan yang tumbuh di hatinya hingga membuat dadanya merasa sesak, namun air matanya tak kunjung menetes untuk setidaknya mengurangi rasa sesaknya. "Lalu kapan kita bisa ketemu sebelum kamu berangkat?" | "Besok acara perpisahan selesai jam 10 kan? Kamu bisa langsung ke bandara setelah acara selesai. Aku tidak berangkat ke acara perpisahan besok"

Rindu dan seluruh siswa SMA Bakti Jaya
di bawah tenda biru yang dipasang di lapangan SMA

Rindu melihat jam tangannya untuk yang kesekian kali. Waktu menunjukkan pukul 09.45 WIB. Sejak acara perpisahan dimulai pukul 06.30 WIB tadi, Rindu sudah tak jenak ingin meninggalkan tempat itu. Acara perpisahan ditutup oleh penampilan akustik Daihan menyanyikan lagu peterpan yang berjudul 'Semua Tentang Kita', lagu yang selalu jadi favorit orang-orang diacara-acara perpisahan seperti ini. Semua siswa begitu menikmati suara merdu Daihan dan petikan gitarnya yang tak kalah indah didengar. Terkecuali Rindu yang hanya sibuk memperhatikan jam tangannya. Saat semua siswa menahan airmata karena penampilan Daihan, Rindupun menahan air matanya. Tapi mungkin dengan alasan yang lain. Dia menahan air matanya karena tahu Angga akan segera meninggalkannya.

Acara perpisahan berakhir, sebelum pembawa acara memberi salam penutup, Rindu segera berdiri dari tempat duduknya dan berlari ke luar gedung sekolah. Daihan yang masih berada di panggung memperhatikan Rindu khawatir. Sebenarnya kekhawatirannya sudah hadir sejak ia tampil bernyanyi tadi, namun ia tak mungkin menghentikan nyanyiannya dan turun dari panggung untuk bertanya ada apa dengan Rindu. Daihan mengeluarkan ponselnya kemudian mengirim pesan pada Rindu. "Kamu kenapa? Mau kemana?"

Daihan segera menggendong gitarnya kemudian menaiki sepeda motornya. Setelah menyalakan mesinnya, Daihan mengemudikan sepeda motornya menuju gerbang depan sekolah. "Ah, Rindu sudah tidak ada disini. Kemana coba dia" batin Daihan. "Aku harus ke timur atau ke barat ini? Ke barat? Tapi sepertinya Rindu bukan mau pulang ke rumah" pikir Daihan. "Drrt.. Drrtt" ponsel Daihan bergetar. "Aku ke bandara nyusul Angga Han. Angga mau ke Australia. Nanti jam satu boarding". Daihan segera meredupkan layar ponselnya kemudian memasukkannya kembali ke saku celana seragamnya. "Benar firasatku, jalan ke timur" Daihan segera menyusul Rindu ke Bandara.

Angga dan Linda
di Bandara Halim Perdanakusuma

"Inget ya, jaga kesehatan disana. Jangan nakal!" kata Linda sambil mencolek hidung Angga dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya masih berada dalam genggaman tangan Angga.  "iya-iya sayangku. Siap" jawab Angga sembari mengusap-usap rambut Linda. Dari jarak kurang lebih 50 meter, Rindu menyaksikannya. Walaupun tidak mendengar apa yang mereka ucapkan, tapi adegan itu sukses membuat hatinya yang tengah hancur itu kini menjadi remuk. Rindu memalingkan wajahnya, memutar balik badannya. Melanjutkan langkahnya, bukan untuk mendekat, melainkan untuk menjauh. Menjauhkan diri dari dua sejoli yang selalu membuatnya sakit hati sejak hari jadi mereka. "Memang lebih baik kita tidak usah saling bertemu lagi Ngga" Rindu memutuskan untuk pulang dengan membawa tumpukan luka di hatinya.

Daihan melaju dengan kecepatan 80km/jam. Kecepatan yang menurutnya masih berada di batas wajar berkendara. Daihan memang selalu berusaha tidak berkendara dengan kecepatan lebih dari 80km/jam, dalam keadaan genting sekalipun. Percuma cepat sampai tujuan, kalau sampainya harus oper ambulan, begitu prinsipnya. Daihan menghentikan motornya tepat di depan sebuah minimarket di kanan jalan raya. Membeli dua botol air mineral yang tidak teridentifikasi merknya. "Rindu pasti haus, dan nggak sempet beli minum" katanya dalam hati saat menggantungkan kantong plastik berisi dua botol air mineral di motornya. Saat hendak menyalakan mesin motornya, sebuah taksi berwarna biru muda yang baru saja melewatinya sukses mengalihkan fokus pandangannya. Dia merasa mengenali seorang perempuan yang seperti sedang menangis di dalamnya tadi. "Rindu!!" batin Daihan. Pandangannya memang terhalang kaca taksi yang warnanya cenderung gelap. Tapi dia yakin betul kalau seseorang di dalam taksi itu Rindu. Daihan memutar arah tujuannya, mengemudikan sepeda motornya untuk mengejar taksi yang telah berlalu beberapa menit itu.

Takdir ternyata berpihak padanya, dengan kecepatan 80km/jam Daihan sukses menghentikan taksi itu. "Daihan?" ucap Rindu kaget. "Saya turun bentar Pak, tapi Bapak tetap disini, nanti saya naik lagi" kata Rindu pada sopir taksi. Sopir taksi itu mengangguk, kebetulan kondisi jalan raya sedang sepi. "Kamu ngapain disini Daihan?" ucap Rindu setelah turun dari taksi yang ia naiki. Daihan membenarkan posisi parkir motornya, kemudian melepas helmnya, berjalan mendekati Rindu dengan membawa kantong plastik di tangan kirinya. "Nih buat kamu" Daihan mengulurkan tangan kanannya yang baru saja ia gunakan untuk mengambil botol berisi air mineral dari kantong plastik yang ia bawa. "Air putih? Buat apa?" | "Udah berapa liter air yang keluar dari mata kamu? Sampe indahnya tertutup sembab seperti itu? Tapi maaf aku cuman punya 600 ml ini untuk menggantinya". Tidak seperti biasanya, mendengar kalimat indah dari Daihan yang biasanya bisa menenangkan hatinya itu, kali ini justru membuat tangis Rindu semakin pecah. "Daihan?" panggil Rindu lirih setelah menerima air mineral yang Diahan berikan. "Ya?" | "Aku mau kita putus saja. Sampai sekarang aku belum bisa mencintaimu, dan aku tidak mau lagi memberimu harapan untuk hari-hari berikutnya" kata - kata yang baru saja keluar dari mulut Rindu membuat jantung Daihan seakan ingin berhenti berdetak. "Baik kalo itu mau kamu, kita putus" melihat kejujuran di mata Rindu saat berucap, hanya kata-kata itu yang bisa keluar dari mulut Daihan. Rindu kembali masuk ke dalam taksi. "Jalan Pak" kata Rindu setelah menutup pintu. Rindu berlalu sembari menatap Daihan dari balik kaca belakang taksi, air matanya seakan tak mau berhenti mengalir kala itu.

"Rindu, seandainya kamu tau, bukan cuma melupakan saja yang membutuhkan usaha, tapi mencintai pun juga. Seharusnya, di hari kemarin, tidak kamu buang sia-sia tenagamu untuk berusaha melupakan Angga, seharusnya kamu gunakan saja untuk berusaha mencintaiku" batin Daihan. "Tapi apa dayaku, ini sudah jadi maumu. Semua sudah terlambat. Aku bahkan sudah tidak sempat berpamitan denganmu untuk pergi ke rumah nenek ku di Malang. Selamat tinggal Rindu, aku akan melanjutkan kuliahku di Malang" lanjutnya dalam hati. Daihan kemudian mengeluarkan botol mineralnya dari kantong plastik, kemudian memasukkan kantong plastik itu ke saku celananya bagian kiri, karena bagian kanan sudah ia gunakan untuk mengantongi ponselnya. "Nanti ku buang kau ke tempat sampah kalo sudah sampai rumah" katanya pada kantong plastik itu. Daihan melirik jam tangannya setelah meneguk separuh air mineral dari botolnya. "Masih jam setengah 12, Rindu bilang boardingnya jam 1, semoga tidak terlambat" ucap Daihan lalu mengambil kembali kantong plastik dari saku celananya tadi untuk menggantungkan kembali botol air mineral itu di motornya. Kemudian dia menyalakan mesin motornya dan melanjutkan perjalanannya menuju bandara.


Ingat, jangan tebak endingnya, takut meleset :P

Apa sih Rindu!? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang