MULAWARMAN 1

126 4 0
                                    

Seorang pemuda tegap tinggi berucap kata di atas sebuah panggung.

"Dengarkan wahai rakyatku! Tidak ada yang lebih baik dibandingkan mengutamakan kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan rakyat. Kami menjunjung kebebasan. Setiap hak rakyat dijamin oleh kerajaan. Tanggung jawab dan pengabdian akan dinomorsatukan. Jangan bimbang dan ragu, rakyatku, dan yakinlah bahwa Kerajaan Kutai adalah yang terbaik!"

Sekitar tiga puluh orang berdiri mendengarkan sang pemuda di depan panggung dengan tinggi satu depa setengah tersebut. Pemuda tersebut berambut panjang, berkulit sawo matang, berwajah oval, dan bersuara nyaring. Jika penilaian seorang wanita diperlukan, ia dapat memerhatikan bahwa pemuda tersebut bukanlah pemuda yang tampan.

"Raja kita yang sekarang, adalah raja yang terhebat di seluruh nusantara. Ia mampu menyatukan berbagai macam suku dan kerajaan – kerajaan kecil di tanah Kalimantan timur untuk bersatu menjadi satu kerajaan. Bontang, Tenggarong, Muarajawa, semua daerah di pinggiran Sungai Mahakam dipersatukan di bawah satu kedigdayaan: Kerajaan Kutai. Oleh karena itu, rakyat yang ingin berpindah ke tempat lain atau merantau ke tanah Jawa, mereka adalah orang – orang bodoh!"

Ucapan terakhir sang pemuda disambut dengan tepuk tangan oleh khalayak yang mendengarkan. Beberapa orang yang lalu – lalang di kerumunan pasar menghentikan langkahnya dan ikut mendengarkan. Beberapa memutuskan untuk meninggalkan kerumunan.

Sebuah suara nyaring menyela dari tengah kerumunan.

"Jika Kutai adalah yang terhebat, mengapa hanya Kalimantan timur yang kau persatukan? Hanya bisa mengandalkan sungai Mahakam, eh?"

"Bagaimana dengan Kerajaan Sriwijaya? Kau tidak tahu apa – apa!" Suara lainnya ikut menimpali.

Mendengar celaan tersebut, sang pemuda pun naik pitam.

"Kalian tahu, Balikpapan baru saja menyerah dua tahun yang lalu. Dan tidak lama lagi, kerajaan ini akan berkembang ke seluruh penjuru Kalimantan. Banjarmasin, Muarateweh, dan Sarawak akan menjadi bagian dari Kerajaan Kutai dalam lima tahun ke depan. Percayalah, kami tidak akan kalah lagi dengan Kerajaan Sriwijaya. Tidak, saat aku akan memerintah dari singgasana nanti."

Sebuah suara kembali menyela.

"Bahkan ayahmu pun belum naik tahkta. Kau bermaksud mendahului ayahmu?" Kalimat tersebut diakhiri dengan sebuah tawa dan diikuti tawa dan cemoohan seluruh rakyat yang mendengarkan di kerumunan.

Sang pemuda tidak dapat mengendalikan emosinya. Ia berlari menuju tepi panggung, melompat, dan menerjang ke arah kerumunan. Perkelahian tidak dapat dihindarkan. Ia memukul dan menendang ke segala arah, berusaha menjatuhkan setiap orang yang ia temui dengan bogem mentahnya. Balasan pun ia terima, beberapa orang di kerumunan mulai menghujamkan pukulan dan tendangan ke arahnya. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama setelah tiga orang dengan memakai baju besi berlari ke arah kerumunan, mengeluarkan pedang, dan berusaha melerai sang pemuda dengan kerumunan.

"Cukup! Hentikan semua ini. Sekarang bubar!" ujar salah seorang berpakaian besi.

Rakyat yang berada di kerumunan tersebut kemudian membubarkan diri dan melanjutkan kegiatan mereka seperti biasa, meninggalkan sang pemuda bersama para penjaganya. Sang pemuda masih tersujud, berusaha memulihkan keadaan. Darah segar mengalir dari mulutnya.

"Kau ini, sudah kuperingatkan. Persiapkan dulu perkataanmu, baru melangkah menuju panggung pasar. Lihat apa yang terjadi saat kau main asal tembak saja. Setidaknya bogem dan tendangan tadi menjadi peringatan."

Salah seorang penjaga bertubuh besar membantu mengangkat sang pemuda berdiri. Ototnya yang kuat dan besar mampu mengangkat sang pemuda hanya menggunakan satu lengan saja.

Nusa AntaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang