5.2 Surprise

1.6K 300 126
                                    

Lelaki berkemeja flanel dengan motif tartan perpaduan biru dan oranye itu tampak duduk sambil menggerak-gerakkan kakinya yang menggantung. Ia terkadang heran mengapa orang-orang membuat tempat duduk dengan ukuran yang cukup tinggi hingga kakinya selalu menggantung jika ia duduk.

Atau mungkin dia saja yang bertubuh pendek.

Ia melirik arloji berwarna putih yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, namun tanda-tanda namanya akan dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan kecil tempat praktek seorang Dokter bermarga Hwang itu belum ada.

"Sudah jam sembilan tepat," gumamnya pelan.

"Tolong periksa daftar pasienku hari ini," suara seorang lelaki yang familiar baginya membuatnya mencari sumber suara, menemukan sosok yang hendak ia temui hari ini sedang berjalan dengan cukup tergesa seraya membetulkan letak snelli dan stethoscope yang melingkar di lehernya. Rambutnya tampak sedikit berantakan, membuat lelaki berkemeja flanel tadi mengerutkan keningnya, heran.

Seorang Hwang Minhyun biasanya tak akan membiarkan penampilannya berantakan begitu.

"Loh, Jihoon?"

Lelaki berkemeja flanel itu mengangguk. Ia kemudian bangkit dari duduknya, berdiri di depan Dokter Minhyun yang masih sibuk membetulkan letak stethoscope miliknya. "Apa kabar, Dokter Hwang Minhyun-ku?" kekeh Jihoon pelan. Senyuman yang terulas di wajahnya membuat Minhyun ikut tersenyum.

"Akhirnya kau muncul juga. Tunggu sebentar, ya. Biar nanti perawat akan memanggil namamu," Minhyun mengacak pelan surai cokelat milik Jihoon sebelum membuka kenop pintu ruangan yang biasa ia pakai sehari-hari. Ruang praktek yang sudah digunakannya sejak enam tahun yang lalu.

Jihoon menatap Minhyun yang masuk ke dalam ruangannya, ia kembali mendudukkan tubuhnya di kursi yang tersedia di depan ruangan Dokter bermarga Hwang itu. Ia merogoh saku celananya, mengambil ponselnya dari dalam sana –membaca sebuah pesan yang membuatnya mengulas sebuah senyuman manis.

Pesan dari Lai Kuanlin.

Sebuah pesan sederhana, mendoakan Jihoon supaya mempunyai hari yang indah dan menyuruh Jihoon agar lebih berhati-hati ketika sedang beraktivitas, guna lelaki manis itu tidak mimisan lagi seperti kemarin.

Senyuman manis terukir di wajah Jihoon kala ia mengetikkan sebuah pesan balasan pada Lai Kuanlin, menyatakan bahwa ia sedang berada di tempat kerja Kuanlin –alias Rumah Sakit untuk menemui Dokter Minhyun. Begitu ia selesai mengetik pesan itu, lelaki manis berkemeja flanel itu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana karena Perawat yang bertugas untuk membantu Dokter Minhyun dalam pekerjaannya sudah menyuruhnya untuk masuk ke dalam ruangan.

"Kemana saja kau selama ini?"

Baru saja Jihoon hendak duduk di kursi yang berhadapan dengan Minhyun, ia sudah diberikan pertanyaan oleh lelaki yang kini mengenakan sebuah kacamata di wajahnya. Jihoon menghela nafas, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Minhyun. "Aku sibuk, Dokter. Tugas kuliahku banyak sekali,"

Minhyun mengangkat satu alisnya. "Sibuk kuliah atau pacaran dengan Dokter Lai?"

Jihoon membulatkan matanya begitu mendengar perkataan Minhyun. "Apa-apaan! Pasti Woojin yang bilang padamu, ya? Aduh si gingsul itu! Aku tidak pacaran dengan Dokter Lai! Sungguh!"

Lelaki yang lebih dewasa darinya tertawa begitu melihat reaksi Jihoon yang panik, layaknya Jihoon kecil yang ketahuan membuang obatnya ke dalam kloset kamar mandi yang ada di rumahnya.

Ah, Minhyun jadi mengingat masa kecil Jihoon.

"Aku hanya bercanda. Kau tidak perlu panik begitu," Minhyun kini mengalihkan pandangannya ke arah komputer miliknya. "Kau sudah satu bulan tidak datang kemari, Hoon. Kau sudah cek darah?" tanya Minhyun, dijawab dengan gelengan oleh Jihoon.

989 Monete ; panwink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang