Bab 31 : Promise

818 162 95
                                    

Sudah dua minggu berlalu sejak Jihoon menggelar pamerannya.

Akhir-akhir ini, yang dilakukan oleh Jihoon hanyalah tinggal di rumahnya, di rumah keluarga Park. Sesekali dia akan pergi ke luar rumah guna membantu Hyungseob menyusun pesta pernikahan yang akan dilakukan bulan depan, mundur satu bulan karena Hyungseob dan Woojin terlalu asyik menghabiskan waktu mereka di Amerika. Atau Jihoon akan pergi ke luar untuk menemui rekan kencan buta yang masih terus direncanakan oleh Chanyeol.

Tapi yang kemarin sudah hampir mendekati akhirnya karena Chanyeol bilang dia harus bertemu dengan yang terakhir minggu depan.

Dan Jihoon hanya pasrah. Dia hanya bisa menuruti perkataan Chanyeol jika tidak ingin semua sepatunya dijual oleh kakaknya yang paling menyebalkan itu. Dasar Park Chanyeol, ancamannya selalu berkaitan dengan apa yang disukai oleh Jihoon.

Kini, Jihoon sedang berada di kolam renang yang ada di belakang rumahnya. Lelaki itu sedang bosan, jadi dia memilih untuk melukis guna menenangkan pikirannya di sana. Hari yang cerah cukup membuatnya senang karena dia bisa melukis di luar ruangan tanpa harus cemas hujan akan turun ke bumi dan membasahi semuanya seperti yang terjadi ketika Jihoon masih menyiapkan pamerannya beberapa minggu yang lalu. Sial sekali memang.

Jihoon mengambil cat minyak yang warnanya sudah dicampur hingga menghasilkan warna yang dia inginkan di palet kayu yang terletak tak jauh dari posisinya sekarang. Dengan lihai, jemarinya menari di atas kanvas yang kini sudah terhiasi beberapa objek lukisan yang sudah dibuat oleh Jihoon sejak pagi tadi. Dia hendak melukis pemandangan di kota Roma. Entah mengapa dia ingin melukis kota Roma walau dia sendiri belum pernah berkunjung ke Roma sekali pun. Dengan mengandalkan ponsel pintarnya, dia mencari referensi melalui internet mengenai kota Roma yang dia bayangkan.

Sebuah senyuman terlukis di wajahnya ketika dia melihat kanvasnya yang kini sudah tak polos lagi. Semua sesuai dengan bayangannya. Mungkin karena perasaannya sedang baik hari ini, jadi dia bisa melukis dengan indah. Yah, menghasilkan karya seni harus melibatkan perasaan pribadi supaya bisa menghasilkan karya seni yang indah. Seperti apa yang dilakukan oleh Jihoon sekarang.

"Ah, aku hendak pergi ke dalam dulu", Jihoon beranjak dari duduknya, kemudian berjalan melalui pinggiran kolam renang yang kedalamannya mencapai dua setengah meter itu. Dia hendak mengambil minum di pantry yang berada tak jauh dari tempatnya melukis tadi, meninggalkan lukisannya untuk beberapa saat.

-989 Monete-

Seperti biasa, kafetaria sangat ramai pada jam makan siang karena banyak orang yang menghabiskan waktu makan siangnya sambil bercengkrama dengan para kolega yang mereka kenal. Jadi, kafetaria yang diisi oleh banyak orang itu tentu ramai dengan banyak suara-suara yang berasal dari perbincangan para individu yang berada di sana. Yah, jam makan siang memang selalu menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu oleh banyak orang yang bekerja di sana karena mereka bisa mengistirahatkan pikiran mereka sejenak dari berbagai hal kompleks yang terjadi hari ini.

"Bagaimana kabar Jihoon?"

Seseorang mengangkat wajahnya begitu dia mendengar perkataan orang yang berada di hadapannya. Hwang Minhyun, si Dokter Spesialis Darah itu bertanya kepada dua orang yang kini berada di hadapannya. Si lelaki dengan gingsul yang mempermanis penampilannya itu tampak mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya sesaat sebelum dia membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Minhyun barusan. 

"Dia baik", jawab Woojin pendek.

"Tak ada sesuatu yang terjadi padanya, bukan? Aku sudah jarang sekali bertemu dengannya. Yah, semoga saja dia tidak sakit lagi, sih. Tapi aku ingin bertemu dengannya karena aku ingin mengetahui bagaimana kabar Jihoon. Bagaimana pun juga dia adalah pasien yang akrab denganku, dia seperti adikku sendiri", cerocos Minhyun sebelum dia meneguk Americano miliknya.

989 Monete ; panwink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang