Bab 27 : Isi Hati Daniel ; 2

781 150 41
                                    

[ Maret , 2018 ]

Hari sudah malam. Penerangan di ruangan itu dibuat lebih temaram dibanding biasanya, guna memudahkan seseorang lebih mudah masuk ke alam mimpi. Suasananya begitu sunyi, karena jika ada suara maka akan mengganggu.

Daniel menatap wajah Jihoon yang kini terpejam. Si manis tertidur sejak beberapa jam yang lalu, setelah seharian dia tak bisa tidur dan membuat darahnya susah untuk lekas masuk ke dalam dirinya. Ya, Daniel sedang menemani Jihoon di rumah sakit kala lelaki manis itu harus mendapatkan transfusi darah.

Daniel membuka sekaleng soda yang dibelinya di minimarket beberapa waktu yang lalu. Jemarinya membuka kaleng soda itu se-pelan mungkin supaya tak menimbulkan suara bising. Daniel segera menenggak soda itu, merasakan sensasi dingin yang mengaliri faringnya.

"Ahㅡ segar," gumam Daniel pelan.

Ia meletakkan kaleng minumannya di atas meja ketika mendengar pintu ruang rawat Jihoon diketuk. Daniel beranjak dari sofa, membuka pintu kayu itu se pelan mungkin karena ia tak ingin membangunkan Jihoon atau membuat Jihoon kaget.

Jihoon itu mudah sekali kaget.

"Oh, kau," Daniel menatap orang yang kini ada di depannya. Kehadiran Kuanlin membuat perasaannya sedikit memburuk. Ia harus segera pergi dari sana.

"Masuklah. Kau pasti ingin bertemu dengan Jihoon, 'kan?" Ia menyuruh sang tamu untuk masuk, diikuti anggukan yang diberikan oleh si tamu. "Jihoon sedang tidur, kau ingin aku membangunkannya?"

Sebuah gelengan menjawab pertanyaan Daniel. "Tidak perlu, saya akan menunggunya bangun sendiri,"

Daniel mengangguk. "Tak perlu terlalu formal begitu. Anggap saja kita adalah teman. Terlebih, kau adalah kekasih Jihoon. Semua teman Jihoon adalah temanku, apalagi kau yang merupakan kekasihnya,"

Sakit. Terus terang hati Daniel merasa begitu sakit saat dia mengucapkan kalimatnya. Seakan ada sebilah belati yang menghujam hatinya. Sangat pedih.

"Iya, hyung,"

Daniel tersenyum, terpaksa. "Kebetulan sekali kau datang. Aku mendadak harus menyelesaikan beberapa pekerjaanku di Kantor. Aku titip Jihoon padamu, ya? Aku akan kembali larut malam,"

Alasan. Tentu saja dia beralasan. Daniel sudah mengosongkan jadwalnya hingga beberapa hari ke depan, hal yang sudah biasa ia lakukan ketika Jihoon masuk ke rumah sakit. Daniel akan selalu mengosongkan pekerjaannya dan memilih untuk menjaga Jihoon di rumah sakit.

"Tolong jangan pulang sebelum aku kembali. Jihoon tidak ada yang mengawasi," sambung Daniel. Ia kini mengambil jasnya yang semula tersampir di sandaran sofa, kemudian memakainya.

"Baiklah, hyung. Ingin saya antar ke bawah?"

"Tidak perlu. Kau di sini saja, menjaga Jihoon. Ah, kau sudah makan malam? Aku akan membawakanmu makan malam setelah kembali dari Kantor nanti," Daniel memakai arlojinya, menatap Kuanlin yang kini menggeleng.

"Saya sudah makan malam, hyung. Terima kasih atas tawarannya," lelaki itu mengulum sebuah senyuman.

Daniel mengangkat bahunya pelan. "Oke, baiklah kalau begitu. Aku titip Jihoon padamu. Aku pergi dulu,"

Lelaki itu menutup pintu dengan pelan, ia masih tak mau membangunkan Jihoon dari tidurnya. Daniel menatap keduanya dari kaca yang menempel di pintu ruang rawat inap itu. Cukup lama, ia bahkan menyaksikan adegan di mana Kuanlin mengusap rambut Jihoon dengan lembut.

Daniel menghembuskan nafasnya, berat. Ia memainkan kunci mobilnya yang sejak tadi berada di saku bajunya. Berjalan menuju parkiran sambil menekuri marmer yang berada di bawahnya.

989 Monete ; panwink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang