Bab 23 : I Wanna Have.

949 190 116
                                    

Matahari sudah bersinar di pagi hari. Hari ini semakin terasa dingin dibandingkan hari sebelumnya, suhu mencapai minus sembilan derajat hari ini. Sangatlah dingin. Dinginnya bahkan mampu menusuk ke tulang, walau orang-orang berada di dalam ruangan, tidak di luar.

Lelaki itu membuka pintu kamarnya perlahan. Melihat ke ruang tamunya yang tampak sepi. Perlahan kakinya melangkah menuju dapur, hendak mengambil air mineral guna melegakan tenggorokannya yang terasa kering. Ia mengacak rambutnya, merasa hari ini adalah hari yang buruk. Lelaki itu menuangkan segelas air mineral untuk dirinya sendiri di atas kabinet dapur yang terbuat dari batu marmer.

Ia menaruh gelas yang digunakannya barusan dengan cukup keras, cukup untuk menimbulkan bunyi yang lumayan terdengar di ruangan itu. Lelaki itu menghembuskan nafasnya kasar. Matanya mengarah ke meja makan yang belum dibereskan sejak semalam. Entah mengapa, matanya menjadi memanas. Ia tanpa sadar meneteskan air matanya ketika mengingat kejadian yang terjadi semalam. Hatinya merasa sangat sakit, sangat sakit. Lelaki bertubuh jangkung itu mengambil mangkuk-mangkuk yang keduanya gunakan untuk makan malam semalam.

Ia mencuci semua peralatan makan dan peralatan masak yang belum dicuci. Lelaki itu merenung, kesalahannya sangat besar. Tentu saja. Ia salah mengambil langkah. Lelaki itu hanya ingin orang yang ia sayangi terlindungi dari orang yang membahayakannya. Lelaki itu merasa lebih baik dirinya yang menderita dibandingkan kekasihnya ㅡatau yang sekarang sudah menjadi mantan kekasihnya.

Ia mencuci piring-piring kotor itu, kemudian menaruhnya di rak piring saat ia sudah merampungkan pekerjaannya. Lelaki itu hendak melangkah kembali ke kamarnya, kemudian ia menatap kamar kekasihnya ㅡmantan kekasihnya yang sedikit terbuka. Perlahan ia berjalan ke sana, membuka pintunya yang tentu tidak dikunci karena ia menemukannya sudah terbuka. Lelaki jangkung itu menatap si manis yang sedang terlelap. Ia bisa melihat mata bengkak si mantan kekasihnya. Pasti, ia menangis semalaman. Karena si jangkung Lai Kuanlin bisa melihat bantal yang digunakan Jihoon masih basah.

Kuanlin menatap Jihoon sayu. Matanya memanas saat ia mendapati Jihoon yang tampak sangat pucat. Kuanlin berjongkok, menatap wajah Jihoon lebih dekat. Kuanlin menangis. Untuk pertama kalinya ia menangis karena cinta. Kuanlin ingin sekali memeluk tubuh ringkih Jihoon, mengusap punggung Jihoon dengan lembut. Hatinya terasa sangat sakit. Benar-benar sakit melihat orang yang ia cintai seperti ini keadaannya.

Kuanlin menggenggam tangan Jihoon yang terasa sangat dingin. Ia meniup jemari Jihoon sebelum beranjak untuk mengambil selimut tebal untuk menyelimuti tubuh Jihoon yang sangat dingin. Kuanlin menatap wajah Jihoon yang seakan sama sekali tak terganggu dengan segala gangguan yang ada di sekitarnya. Lelaki itu masih terpejam, dengan dahi yang berkerut.

"Apa kau tahu, Ji? Jika aku sangat ingin mempunyai seseorang yang bisa kucintai dengan sangat. Aku... Sejak dulu aku ingin mencintai seseorang dengan sepenuh hatiku. Sampai-sampai, aku merasa lebih baik mati daripada aku kehilangan mereka. Aku ingin merasakan cinta yang seperti itu", Kuanlin mulai bicara.

Kuanlin menatap wajah Jihoon dengan dekat. Perlahan ia mengecup kedua kelopak mata Jihoon yang masih terpejam. Mengusap rambutnya dengan lembut. Lelaki itu ㅡsangat mencintainya. Kuanlin kembali menangis ketika mendapati raut wajah Jihoon yang kini berubah damai seusai ia mengecup kekasihnya. Kuanlin tersenyum, kemudian ia mendaratkan kecupan di punggung tangan Jihoon.

"Dan sekarang aku merasakannya, Ji. Aku merasakan cinta yang tak pernah kurasakan sebelumnya, dan itu bersamamu. I promise you, that I will always love you, right? I will always love you, Park Jihoon. I will. I promise you ㅡI will always love you", ia mendaratkan kecupan di kening Jihoon. Cukup lama, mungkin sekitar tiga menit karena Kuanlin masih enggan melepaskan kecupannya. Air mata masih mengalir dari pelupuk mata lelaki itu. Ia menggenggam erat tangan Jihoon, seakan tak mau melepasnya barang sedetik pun ㅡmeski ia harus.

989 Monete ; panwink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang