Bab 14 : Additional

1.1K 204 66
                                    

Suara dentingan dari piring dan sendok yang saling bersahutan terdengar dengan jelas dari ruangan yang cukup luas itu. Banyak orang yang berlalu-lalang, didapati juga sekelompok orang yang sedang berbaris memanjang, mengantre untuk mendapatkan makanannya. Ini jam makan siang, jam istirahat untuk para pekerja yang ada di sana.

Tiga orang lelaki kini sedang duduk di kursi, bergerombol bersama sambil menyantap makan siang yang waktunya jarang sekali mereka dapatkan. Sekalinya mereka mendapatkan waktu untuk makan siang begini, mereka akan makan bertiga. Jarang sekali ditemui salah satunya makan sendirian di kafetaria. Pasti, jika ada yang mencari mereka, mereka akan ditemukan bertiga di sana.

Ketiganya menyantap makanannya dengan begitu menikmati. Khususnya, dua orang yang berusia lebih muda. Lelaki bergigi gingsul itu menyantap makanannya seperti orang kelaparan yang belum makan tiga hari, sedangkan lelaki jangkung itu juga sama seperti temannya. Lelaki yang berada di depannya sesekali mengingatkan mereka untuk memperlambat makan mereka, namun tetap saja keduanya mengabaikan ucapan si lelaki yang lebih tua dari mereka.

"Telan dulu baru kau ambil suapan lagi, Woojin!"

Lelaki itu menggelengkan kepala sedari tadi, melihat seorang Park Woojin yang makan bagai orang yang sedang dikejar-kejar waktu. Sedangkan temannya kini meminum kuah sup langsung dari mangkuknya, membuat lelaki dengan snelli bertanda Hwang Minhyun itu membulatkan matanya.

Lai Kuanlin, ia baru pernah melihat seorang Lai Kuanlin makan sampai sebegitunya. Bagaimana tidak, seorang Lai Kuanlin dikenal sebagai sosok yang kalem, dingin, dan pendiam itu kini makan dengan cara seperti itu. Hwang Minhyun saja yang sudah berteman dengannya bertahun-tahun baru pernah melihatnya. Bagaimana dengan Dokter lain yang tak sengaja lewat dan melihatnya sedang makan begitu, pasti akan terkejut.

"AKU MENANG!"

Hwang Minhyun yang semula menatap keduanya dengan pandangan heran, semakin menatap heran ketika mendengar seruan Woojin barusan. Sedangkan Kuanlin tampak membersihkan sudut bibirnya dengan sapu tangan yang dibawanya, sambil mengatur nafasnya. Sikap keduanya hari ini membuat Minhyun bingung, tentu saja.

"Kalian ini, maksudnya apa, sih?"

"Oh, aku menantang Kuanlin untuk lomba makan. Yang menang, akan meminta sebuah permintaan dan yang kalah harus mengabulkannya", terang Woojin, yang baru saja selesai minum untuk menghilangkan rasa pedas yang menempel di indra perasanya.

Minhyun menaikkan alisnya, masih bertanya-tanya.

"Dasar bocah. Lalu, apa yang ingin kau minta dari Kuanlin?"

Woojin menghela nafasnya sebelum ia melanjutkan kalimatnya, menjawab pertanyaan dari Minhyun yang juga menjadi sebuah pertanyaan dari Kuanlin sendiri. Kuanlin menatap Woojin, sambil meminum air mineral dari gelas alumunium yang ia gunakan sedari tadi. Ia menunggu Woojin untuk menjawab pertanyaan Minhyun dengan rasa penasaran. Takut-takut jika Woojin meminta hal konyol tak masuk akal kepadanya.

"Di apaetemenmu ada kamar kosong, kan?" tanya Woojin, memastikan dulu sebelum mengatakan maksud dari permintaannya.

Kuanlin mengangguk, mengiyakan pertanyaan Woojin. Woojin pun tersenyum lega begitu mendapatkan respon dari Kuanlin. Ia berdeham sejenak sebelum mengatakan apa yang menjadi permintaannya.

"Jadi, begini. Beberapa bulan kedepan, aku akan pergi ke Amerika. Aku akan menikah dengan Hyungseob, dan akuㅡ"

"APA? MENIKAH?" Minhyun dan Kuanlin menyahut secara bersamaan. Bagaimana tidak? Seorang Park Woojin ini tiba-tiba saja mengatakan jika ia akan menikah dengan Hyungseob, bagaimana dua temannya tidak terkejut? Woojin yang sifatnya urakan begitu, tiba-tiba saja menyatakan ingin membangun sebuah bahtera rumah tangga ㅡwalaupun itu hal yang bagus, tetap saja Minhyun dan Kuanlin terkejut setengah mati.

989 Monete ; panwink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang