Bab 33

62 6 2
                                    

Cindy Margaretha POV

Mataku tidak bisa dibuka, tapi telingaku terbuka senantiasa.

Aku mendengar semua percakapan yang dilakukan oleh teman-temanku, termasuk pacarku sendiri. Tapi aku tidak tau posisi mereka ada di mana dan sedang apa. Toh, aku juga tidak peduli karena badanku ini rasanya ingin remuk ketika ditubruk oleh Vela.

Badan Vela sudah dipindahkan sekitar semenit yang lalu dari tubuhku oleh Kila (aku tau oleh Kila karena aku mendengar suara Kila yang berusaha menyadarkan Vela). Aku bukannya malas untuk membuka mataku, hanya saja, mataku ini rasanya sudah hilang dari tempatnya sehingga aku merasa terlalu ngeri untuk membuka mataku.

Tidak bisa dipungkiri lagi, aku mendengar beberapa tarikan nafas horor ketika mendengar suara itu.

Ya, suara dingin dari mamanya Vela. Pasti.

"Dasar anak-anak tolol!" maki mamanya Vela ganas dan kasar. "Kenapa kalian tidak bilang kalau kalian kembali ke tempat ini, hah?!"

Aku mulai membuka mataku secara perlahan dan samar-samar, aku melihat bahwa pertarungan ini terhenti untuk sementara karena makian dari mamanya Vela yang kasar.

"Mana Shandra?!" tanya mamanya Vela marah. "Mana?!"

Mamanya Vela menghampiri Ria dengan cepat dan mencekal tangan anak itu dengan kencang. "Mana Shandra?!" tanyanya lagi marah.

"Yun, cukup!" seru mamanya Nita muncul dari tangga. "Ga usah kasar sama anak-anak..."

"Dia. Bukan. Anak. Anak," kata mamanya Vela sambil memelototi mamanya Nita dan Ria secara bergantian. "Dia psikopat."

"Gue baru tau kalo psikopat itu penyakit turunan," kata Frankie pelan.

Aku ingin tertawa, tapi yang keluar hanyalah sebuah helaan nafas yang sangat kecil.

"Eh, Cindy? Lo udah sadar juga?!" tanya Kila, yang tadinya ada di dekat Frankie, kini menghampiriku. "Sakit?"

Aku tertawa lemah. "Sepertinya gue ketauan bohong kalo gue bilang kaga sakit," kataku lemah.

"Lo ke ambulans sekarang ya," pinta Kila.

Aku menggeleng. "Amit-amit! Ga sudi gue!" kataku lemah. "Gue masih harus ngehajar si Devon sama Ria nih! Mereka berdua udah bikin muka gue ancur begini!"

Kila menghela nafasnya lalu menggerutu. "Terus, ngapain gue suruh Tama buat nelepon ambulans anjir?!"

"Buat Vela aja noh," kataku sambil mengedikkan kepalaku ke arah Vela.

"Ga sudi banget jauh-jauh ke sini cuma buat tepar gitu aja di mobil," ketus Vela yang rupanya sedari tadi sudah sadar. Bisa ditebak dari suaranya yang tidak begitu lemah, sepertinya dia memang sudah sadar lebih dulu daripada aku. Hanya saja, dia tidak banyak bacot.

"Vela!" pekikku dan Kila bersamaan. "Sadar juga lo!"

Vela tersenyum tipis. "Iya. Aku udah sadar dari tadi. Omong-omong, ehm, Cin...sori ya tadi aku..."

Aku tersenyum. "Ah, ga apa-apa. Santai aja. Yang harusnya minta maaf itu si dua orang keparat gila itu!" seruku jengkel. "Eh, btw, perban di tangan lo...lepas, La!"

Vela mengangkat bahunya dengan cuek. "Bodo amat. Aku sudah ga peduli lagi dengan perban-perban ini. Yang penting untuk saat ini hanyalah Devon dan Ria," kata Vela dingin kemudian menatap Ria dan Devon. "Terkadang, aku berharap banget mereka bisa mati."

{#MGF2} My Girl Friend is Psycho--CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang