Bab 31

71 6 6
                                    

Cindy Margaretha POV

Mau tau, saat ini aku ingin berteriak apa?

Anjir gila cuy gue bisa mampus kalo begini caranya!

Jangan heran aku ingin berteriak begitu. Ketika Ria muncul di RS dengan tiba-tiba, seketika itu juga lampu kamar Frankie mendadak mati (ah, sial. Steker lampunya ada di dekat pintu masuk) dan aku merasa tubuhku ditarik dengan cepat dan kasar.

Dan parahnya, mulutku dibekap (dan segera dilakban) serta mataku ditutup menggunakan kain bau itu (lagi).

Tubuhku diseret dengan cara menarik kedua tanganku (kuduga oleh Devon, karena Ria tidak mungkin memiliki tenaga sebadak ini) hingga ke tempat parkir (kuduga lagi, tubuhku pasti banyak yang tergores akibat tergesek oleh aspal). Setelah sampai di tempat parkir, aku merasa tubuhku didorong dengan kasar agar masuk ke dalam mobil. Saat masuk ke dalam mobil, penutup mataku dibuka.

Dan aku melihat wajah Frankie yang pucat.

Beruntungnya, tanganku dan Frankie tidak diikat. Dengan cepat, aku membuka lakban pada mulutku. Begitupula dengan Frankie.

"Kamu ga apa-apa?" tanyaku setelah lakban itu terbuka dari mulutku.

Frankie mengangguk dan tersenyum. "Selama aku masih bisa liat kamu, aku ga apa-apa."

Haih, ya ampun! Anak ini benar-benar...

"Tapi, perut kamu sakit ga...?"

"Ga sesakit kalau aku ga bisa liat kamu lagi," potong Frankie sambil tersenyum.

Terdengar sebuah dehaman keras ketika pintu mobil depan terbuka.

"So sweet banget ya," kata Ria dengan keji. "Von, lo yang nyetir ya."

"Oke," sahut Devon cepat.

"Kalo jalanan kosong, lo ngebut kayak yang di Fast and Furious ya!" seru Ria semangat.

"Oke," sahut Devon lagi.

"Kok lo mau sih jadi kacungnya Ria?" semburku kesal.

"Gue bukan kacungnya kok. Gue temennya dia," kata Devon sambil menjalankan mobilnya dengan cepat.

Aku tertawa sinis. "Kacung sama temen emang beda tipis. Kalo temen itu, ga pernah nyuruh. Justru, tanpa disuruh pun harusnya dia lakuin sendiri. Kalo kacung...yah, kayak lo sekarang ini," kataku memancing emosi Devon.

"Jangan banyak bacot lo," kata Devon dengan suara rendah yang menakutkan.

Aku berpikir sejenak. "Eh, lo berdua ga salah nih, ga ngiket tangan gue?" tanyaku pada Ria dan Devon.

"Ga tuh," sahut Ria enteng. "Lo berdua mau kabur dari mobil juga bisa. Tinggal buka aja pintunya dan lo berdua tinggal jatohin diri. Beres kan?"

Aku menatap Ria ngeri. "Terus, kenapa lo ga ngiket tangan kita?"

"Emangnya lo mau diiket?" tanya Ria sinis. "Udah baik nih gue, ga ngiket tangan lo."

Aku menatap Ria dengan aneh. Kadang, aku heran pada satu anak ini. Dia terlihat sangat jahat kemarin, dan kini dia terlihat luar biasa baik.

"Ga usah ngeliatin gue kayak abis ngeliatin keajaiban dunia ke seribu deh," kata Ria ketus, mengingatkanku pada suara Vela. "Karena nantinya, muka lo udah ga akan berbentuk lagi."

{#MGF2} My Girl Friend is Psycho--CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang