Bab 18

61 9 0
                                    

Viktor Alexander

Si Ria itu emang laknat kelas tinggi!

Gara-gara dia, aku harus berpura-pura putus dengan Vela. Dengan kabarnya yang palsu itu, spontan saja cewek-cewek di sekolahku kembali SKSD denganku.

Yap, sejak aku pacaran dengan Vela, tidak ada satupun cewek yang berani dekat-dekat denganku. Mungkin, mereka takut dengan Vela yang dinginnya minta ampun itu. Yah tapi, gila aja. Aku kan ga mungkin bisa jauh-jauh dari Vela!

Aku masih berteman dengannya di sekolah. Kami berdelapan masih dekat, hanya saja statusku dengan Vela di sekolah bukan sebagai "pacar" lagi, melainkan sebagai "mantan".

Tapi untungnya hanya di sekolah saja.

Setiap kali kami pulang dari sekolah, kami selalu berkumpul di rumahku atau di rumah Nita (aku sudah nyasar lebih dari tiga kali karena rumah Nita memang sulit dihafal jalannya). Setiap kali kami berkumpul itulah, kami membicarakan rencana kami pada orangtua yang terlibat.

Rencana kami sederhana kok: membuat keinginan Ria itu seolah-olah terkabul.

Keinginan Ria itu kan banyak. Misalnya, dekat denganku, pacaran denganku, menghajar Vela habis-habisan karena dianggap sudah merebutku darinya, dan masih banyak hal lainnya. Tapi, keinginannya itu disampaikan dengan adanya Devon dan Sera. Dasar dua orang keparat! Aku berani taruhan, Devon naksir dengan Vela hanya karena disuruh oleh Ria. Begitu pula dengan Sera.

Haish, Ria memang laknat.

Lebih sialnya lagi, waktu kami belajar di kelas sembilan sebelum UN, US, USBN, dan yang lain sebagainya itu tinggal satu bulan! SATU BULAN!

Haduh mampus. Udah ada masalah, ditambah ujian, memang keji hidup ini.

"Lo kenapa, Lex?"

Aku tersentak dan pikiranku buyar ketika Sera bertanya padaku. "Eh, ga apa-apa kok."

Sera mengangkat alisnya. "Lo masih sedih ya gara-gara putus sama Vela?" tanya Sera memasang tampang prihatin.

Aku menatapnya tajam. "Bukan urusan lo," kataku tajam.

Sera terdiam sejenak ketika aku berkata begitu. "Emang bukan urusan gue sih. Tapi, urusan lo itu pasti menyangkut ke Ria. Iya kan?"

Tidak ada gunanya berbohong pada Sera. "Iya. Terus, kenapa?" tanyaku ketus.

"Dia nitip pesen ke gue buat lo," kata Sera.

Aku menatapnya datar. "Apa? Gue penasaran banget nih," kataku datar tanpa ada rasa penasaran sedikit pun.

"Dia bilang, kalo lo putus sama Vela, itu tandanya lo mau nerima dia sebagai pacar lo," kata Sera senang. "Nah, berhubung lo udah putus sama Vela, berarti lo udah nerima dia sebagai pacar lo dong?"

Aku merinding ngeri seketika itu juga. "Lo itu kenapa sih mau temenan sama Ria? Najis gitu deh. Emangnya, lo ga bakal cemburu apa kalo gue pacaran sama dia?" tanyaku balik.

Sera mengangkat bahunya. "Siapa yang peduli sama perasaan gue? Perasaan gue mah ga usah dipentingin. Gue emang suka sama lo, tapi rasa suka gue ga sebesar Ria ke elo," kata Sera sok enteng, padahal aku tau, sulit untuk mengucapkan hal seperti itu.

Aku jadi kasihan juga dengan Sera. "Jadi, lo lebih mentingin perasaan Ria daripada lo sendiri?" tanyaku pelan.

Sera mengangguk sambil tersenyum, tapi lama-kelamaan, senyum itu luntur dari bibirnya. "Ya, gue lebih peduli sama perasaan Ria daripada perasaan gue sendiri," kata Sera perlahan sambil menelan rasa sakit yang ia alami.

{#MGF2} My Girl Friend is Psycho--CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang