Pernah suatu ketika aku merasa bahwa aku tidak sedang baik-baik saja. Aku butuh seseorang untuk berbagi. Aku sedang ingin didengar. Aku sedang ingin dimengerti. Dan di saat yang bersamaan, kamu hadir.
Kamu mengerti kapan waktunya kamu hanya harus mendengar dan kapan kamu harus memberi solusi. Kamu hadir bagaikan jawaban dari apa yang selama ini aku pertanyakan. Aku bercerita tentang kamu ke sahabatku. Bagaikan aku tidak pernah kehabisan topik tentang kamu.
Hari berlalu, kita bersama. Bercanda tak mengenal waktu. Mencoba mengerti satu sama lain. Yang ada hanya aku dan kamu, bukan orang lain. Kita bersama, namun tidak bersatu. Aku dan kamu saling bermanja-manjaan, namun kadang juga saling jual mahal. Akan tetapi bodohnya, aku nyaman.
Lalu suatu saat aku jatuh, mereka yang pernah ada berbondong-bondong pergi. Aku pikir aku hanya sendirian. Namun pikiranku segera sirna. Sebab, kamu mengulurkan tanganmu. Kamu membantuku bangkit kembali. Kamu ada, ketika dunia sedang memunggungiku.
Hingga suatu saat aku telah keluar dari jurang, aku berada di puncak, kamu perlahan mulai pergi.
Kamu berpikir seolah-olah aku sanggup tanpamu, namun kenyataan berjalan sebaliknya. Tanpa aku sadari, aku bergantung padamu.
Terlambat. Kamu telah pergi, menyisakan kenangan. Aku mulai kehilangan kamu, alasanku bangkit, duniaku. Aku merasa aku dipermainkan.
Perlahan, aku jatuh kembali. Seperti duniaku tiba-tiba roboh. Aku mengingat segala hal yang pernah aku lakukan dengan kamu. Ya, semuanya hanya dapat menjadi kenang.
Di jatuhku yang kedua kalinya, aku sendiri. Tidak ada lagi sosok terang dalam kegelapan yang kapan pun siap membantuku melewati titian bertepi jurang. Gelap. Ya, semuanya gelap.
Bagaikan cahaya yang pernah menuntunku keluar dari jurang itu lenyap begitu saja. Aku lupa bagaimana caranya bangkit kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Memories
PoesíaIni bukan sajak, bukan juga cerita. Hanya sebagai sampah untuk menampung apa yang ingin kubuang.