10

9.4K 472 6
                                    

Semenjak pernyataan Alex di kafe kemaren, Love jadi sering melamun. Ia bingung harus jawab apa. Ya, Love belum memberikan jawaban. Ya walaupun Love juga mengaguminya, tapi menurutnya hanya wajar, seorang pegawai mengagumi bosnya.

Sekilas Love ingat pernyataan Luki yang belum sempat dijawab. Entah mengapa Luki tudak pernah menghubunginya lagi, walaupun hanya lewat pesan aplikasi.

"Permisi, Mba," kata pengunjung swalayan.

"Iya, ada yang bisa saya bantu," sambut Love dengan senyum ramahnya.

"Kira-kira ini bagus gak sih buat kulit aku?" tanya pengunjung tadi sambil memperlihatkan satu produk kosmetik.

"Insya Allah, bagus," jawab Love.

Namun, jawaban itu tidak tepat. Menurut pengujung tadi, Love tidak becus kerja di sini, karena dia merasa Love tidak bisa menyakinkan calon pembeli. Jika jawabannya seperti itu.

"Ehm, aku gak jadi ambil deh," kata pengunjung tadi sambil berlalu ke rak berikutnya.

"Jihan!" Dimas memanggil pengunjung yang berlalu dari Love tadi.

"Hai Dimas, apa kabar?" Jihan menghambur berpelukan sesaat sambil cipika cipiki.

Love yang sempat melihatnya pun terkejut, ketika Dimas mengenali pengunjung  tadi.

Siapa cewe itu, sepertinya dekat sekali! batin Love, kaena menyaksikan adegan cara mereka menyapa.

"Kamu ngapain di sini?" Jihan menanyakan keberadaan Dimas.

"Ya, aku sekarang kerja di sini," jawab Dimas sambil menaikan bahunya sekejap. Membanggakan diri.

Jihan pun hanya ber oh ria.

"Dimas, kamu tau ga kenapa Alex menghindariku?" tanya Jihan dengan wajah heran. Karena semenjak pertemuan di hotel, Alex tidak pernah membalas pesan ataupun mengangakat telepon darinya.

"Waduh saya kurang tau, kamu tanya aja orangnya," jawab Dimas sambil menunjukan arah privat di antara rak rak pinggir dinding, ruangan Alex.

Jihan pun langsung bergegas ke arah tadi sambil di temani Dimas. Sedangkan Love yang di balik rak, tidak sengaja mendengar percakapan keduanya.

Siapa jihan? Ada hubungan apa dengan Pak Alex! batin Love.

***

Tok tok tok

"Masuk!" seru suara di dalam.

"Hai, selamat siang, Alex!" sapa Jihan.

"Jihan, kamu ngapain di sini?" tanya Alex bingung. Lalu muncul Dimas di belakang Jihan.

"Aku ganggu ya?" tanya Dimas dengan cengengesannya.

"Kamu tetap di sini, jangan biarkan aku berdua dengan dia." titah Alex ke Dimas.

"Alex ijinkan aku berbicara berdua denganmu saja, please," Jihan memohon.

"Ayolah, kasih waktu bicara dia," bujuk Dimas pada sepupunya.

"Baiklah." Akhirnya Alex mengiyakan dan mengajak bicara di tempat lain. Di kafe seberang jalan yang dirasa cukup rame, Alex tidak mau hanya berdua di ruangan. Takut menimbulkan fitnah, Alex tidak mau itu terjadi.

***

Disaat Love sibuk melayani pengunjung, ia sempat melihat Alex dan Jihan berjalan keluar menuju kafe. Ada rasa kecewa pada Alex namun, ia berusaha berprasangka baik.

Dia bukan suamimu, jadi jangan cemburu! batin Love, menurutnya cemburu itu hanya untuk pasangan yang sudah halal.

Dimas datang menghampiri Love. Sepupu sang bos itu mengernyitkan dahi, sepertinya Love mengetahui apa yang Alex dan Jihan lakukan.

"Kayanya ada yang cemburu nih?" goda Dimas.

"Eh Dimas, cemburu apa?" Love menepis pertanyaan Dimas.

"Keliatan tuh mukamu cemberut," kata Dimas sambil menunjuk wajah Love.

"Apa haknya aku cemburu sama pak Alex, aku hanya karyawannya saja," terang Love sambil berlalu meninggalkan Dimas.

***

Di kafe Alex memasan minuman dingin, Jihan juga sama.

"Alex," panggil Jihan.

"Hemm." Alex malas berbicara.

"Bisakah kita seperti dulu lagi?" tanya Jihan.

"Aku rasa tidak," jawab Alex datar.

"Kenapa? Kamu kan juga belun nikah. Aku tahu, kamu hanya mau nikah sama aku, kan?" tanya Jihan dengan gaya manjanya.

"Aku rasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan, aku akan kembali bekerja, minumanmu biar aku yang bayar." Alex hendak bengun dari duduknya namun ditahan Jihan.

"Aku tau aku salah, tolong maafin aku, Alex," pinta Jihan dengan tatapan memelas.

"Aku memaafkanmu, tapi tidak untuk kembali seperti dulu lagi," terang Alex dan berlalu pergi meninggalkan Jihan yang terpatung oleh kata katanya.

***

Setelah seminggu kejadian di mana ada seorang wanita bernama Jihan, yang datang ke swalayan. Love berusaha menghindar dari Alex, ia sudah tahu siapa Jihan.

Ia mengetahui dari Santi, saat temannya itu tidak sengaja mendengar obrolan sang bos dengan perempuan modis itu. Saat itu Santi tidak sengaja, ia hanya menuruti perintah Dimas agar membelikan sesuatu minuman.

Kini jam istirahat waktu makan siang, tiba. Love memilih makan di ruang loker. Sengaja, agar tidak terlihat oleh Alex.

"Ekheem!" terdengar suara orang berdehem, Love pun menoleh ke arah sumber suara.

"Pak Alex." Love segera membersihkan sisa-sisa makanan yang masih menempel di mulut, sambil membereskan kotak makan lalu berdiri.

"Jadi, seminggu ini kamu makan di sini?" tanya Alex. "Kamu menghindariku?" sambungnya.

"Tidak, saya hanya pingin sendiri aja, Bapak ngapain di sini? Inikan loker perempuan, kalau saya lagi ganti pakaian gimana? Itu memalukan," sergah Love.

"Aku kangen masakanmu, Ve. Aku kangen makan berdua seprti kita di apartement dulu," ucap Alex, tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.

"Maksud, Pak Alex?"

"Aku pengin dimasakin kamu lagi," ucap Alex merajuk, matanya tampak sendu memelas.

Love menggaruk tengkuk lehernya yangvtidak gatal. "Maaf, Pak. Gimana, ya. Bukan saya gak mau masakin, tapi saya gak mau lagi ke apartemen Bapak."

"Siapa bilang suruh ke apartemen?"

"Lah, Bapak kan tadi bilang, saya suruh masak."

"Ya, tapi gak di apartemen juga. Kamu bisa masak di temapt lain, di kontrakanmu mungkin."

Mulut Love membentuk o. "Baik, besok saya akan bawa bekel dobel, biat Bapak bisa makan masakan saya lagi."

"Bisa ga kalau lagi berdua gini jangan panggil Pak?" Alex mengangkat senelah alisnya. "Tapi saya maunya sekarang gimana?" Lanjutnya.

"Maaf, saya ga bisa kalau sekarang, ini masih jam kerja sebaiknya saya lanjutkan pekerjaan dulu. Besok baru saya bawakan masakan buat Bapak." Love beranjak keluar namun, langkahnya tertahan sama 9leh Alex 6ang merentangkan tangannya di pintu.

"Jangan panggil Bapak, panggil Mas atau langsung nama saja gak apa-apa."

"Ta-tapi."

"Ku mohon, itu engak enak didengar kalau kamu yang bilang. Panggil Mas  saja, ya. Atau kamu kutahan terus disini," pinta Alex yang ke sekian kalinya. Dan, daripada tertahan di sebuah ruangan sempit dengan pria, akhirnya Love pun mengiyakan.

BOS ITU (Tersedia Ebook) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang