Lantunan adzan berkumandang, menggugah para insan. Agar tepat mengerjakan kewajiban, setiap waktu tiba.Begitu pun Love, gadis itu sudah beranjak dari tempat tidur. Kemudian bersiap salat subuh. Ditengoknya sebelah ia saat ini berdiri, hendak salat, ada Santi. Teman dalam berbagi suka maupun duka, masih terlelap di kasur berukuran 120×200 milik kontrakan baru Love.
Semalam mereka putuskan tidur di sini, karena kecapean setelah membersihkan tempat tinggal baru.
"Apa memang kalau tidur, susah bangun dia?" gumam Love. Entahlah, biar begitu ia tetap bersyukur, mempunyai teman seperti Santi.
Love masih suka senyum-senyum sendiri. Tidak disangka temannya punya keberanian, mengusir Alex dengan ide konyolnya.
"Santi, San. Bangun udah subuh, kita salat dulu, yuk."
Mendapat goncangan di tubuhnya, perempuan itu pun menggeliatkan badan. "Udah waktunya subuh, ya?" tanya Santi dengan suara parau, khas orang bangun tidur.
"Udah."
Tidak lama, rutinitas keagamaan pun usai.
Setelah salat, mereka bersiap-siap pergi ke kontrakan Santi. Love ingin mengemas beberapa barang. Ia harus cepat kesana, sebelum matahari menampakan cahaya.
Love tidak mau, jika nanti pria itu datang lagi. Karena ia belum siap, jika Alex datang lagi ke kontrakan Santi dan menemukannya.
Sesampainya di tempat Santi, gadis yang menggenakkan jilbab pasmina itu segera membereskan barang-barang miliknya. Tidak banyak hanya beberapa baju dan sedikit perabotan yang sudah dikemas di dalam kardus.
"Udah sih nanti aja bawa barangnya, sekarang kita sarapan dulu, yuk. Nih, aku dah beli nasi uduk mpo Unah, spesial pake jengkol," kata Santi.
"Kamu ngapain pake jengkol? nanti bau lagi di tempat kerjaan, tar ganggu yang lain lagi."
"Tenang aja, jengkolnya mpo Unah itu terkenal. Karena dia itu masaknya bisa bikin jengkol gak bau lagi, dan yang pasti uwenak banget," ujarnya.
"Jadi penasaran."
Mereka pun makan sarapan nasi uduk spesial pake semur jengkol, dan benar saja rasanya enak sekali.
***
Seorang laki-laki berdiri di balkon kamarnya. Tatapannya kosong mengarah langit. Penampilan yang selalu rapi, maskulin, kini tak lagi ditampakan lagi. Wajah yang dulu bersih, sekarang tumbuh jambang di rahangnya, terkesan menyeramkan. Tapi jika dilihat sorot matanya, terlihat banyak menyimpan kesedihan. Laki-laki itu adalah Alex. Ia menghabiskan waktu banyak di rumah, tidak peduli lagi urusan pekerjaan.
Sedangkan orang tuanya yang sengaja tak memberitahu keberadaan sosok sang gadis yang dicintai anaknya pun, sekarang jadi iba. Ia tak mau melihat anaknya hatinya hancur kedua kali.
"Alex, nanti temenin Ibu ke salon ya." pinta Ibunya.
Alex pun mengiyakan ajakan Winda. Sekarang ia lebih menurut pada Ibunya, Alex merasa bersalah padanya karena belum bisa menemukan Love.
Tapi tidak dengan sang ibu, perempuan itu maka sudah mengetahui. Justru Alex lah yang sedang dikerjain orang tuanya.
"Ya sudah Ibu siap-siap dulu, ya?" ucap ibunya lagi.
Untuk kesekian kalinya, Alex hanya mengangguk sebagai jawaban.
.
.
.
Sesampainya di salon; bukan ibu yang melakukan perawatan atau sejenisnya. Tapi malah ia menyuruh Alex diam, agar mau dirapikan penampilannya."Ibu apa-apaan sihn, ko malah Alex yang perawatan," elak Alex.
"Udah nurut aja, kamu gak malu apa? penampilanmu itu seperti Om Om tua tau, nanti malah gak ada yang mau sama anak Ibu lagi," ujar Ibunya.
Alex pun pasrah kalau sudah mendapat omelan Ibunya. Apalagi di tempat rame, ia akan tambah malu.
"Besok akan ada acara di kantor teman ayahmu. Kamu ikut, jadi kamu harus rapi, nanti kalau ada gadis cantik di sana siapa tau naksir kamu," tutur Ibunya panjang.
"Terserah," ucap Alex jengah.
Ibunya hanya tersenyum. Ia akan merencanakan sesuatu agar putranya kembali tersenyum.
***
Sepulang kerja Love mampir ke kontrakan Santi. Ia sudah kengen sudah sebulan gak main ketempatnya.
"Ve. Pak Alex gak pernah lagi ke swalayan, aku heran deh. Apa dia sedang sakit, ya?" kata Santi.
Seketika Love muncul perasaan cemas. Tapi ia mencoba menyangkalnya.
"Ah, paling juga lagi sibuk sama kantornya, dia kan tugasnya gak cuma di swalayan."
"Benar juga ya, semenjak kamu gak kerja di sana kan dia jarang sekali kesana," ujar Santi.
Love diam sambil makan keripik yang tadi ia beli di jalan.
"Terakhir pak Alex datang itu dua minggu yang lalu. Itupun cuma sebentar," cerocos Santi.
"Ya udah sih ngapain dipikirin, bukannya kamu takut sama dia," ujar Love.
"Iih itu juga gara-gara kamu tau." ucap Santi kesal sambil memasukan keripik kemulutnya, sedangan Love terkekeh melihat kekesalannya.
"Kamu betah kerja disana, Ve?" tanya Santi.
"Betah, emang kenapa?"
"Ya syukur deh. Mau sampai kapan kamu menghindar dari pak Alex?"
"Ngapain sih nanyain itu? sekarang itu, aku gak menghindar ya." Love enggak sepenuhnya bohong, karena ia merasa bakalan ditemukan oleh Alex keberadaanya, semenjak bertemu dengan Bowo sebulan yang lalu.
Namun sampai sekarang ia tak ditemukan, ia pikir ayahnya Alex tak merestui hubungannya. Karena yang Love tahu, cuma ibu yang antusias jika anaknya menikah dengan dirinya.
Mungkin mas Alex sudah menyerah dan melupakanku! batin Love. Perempuan itu tersenyun miris.
"Oh jadi kamu udah siap ketemu sama pak bos Alex?" goda Santi sambil menggelitik perut Love, "kalau begitu aku kasih tahu aja kontrakanmu sama Pak Alex," lanjutnya.
"Apaan sih! gak gak, gak boleh ngasih tahu di mana kontrakanku!" sergahnya sembil cemberut, memajukan bibirnya.
"Kenapa? katanya gak menghindar lagi," kata Santi. "Kamu gak kasian apa? Dia itu kacau banget penampilannya gak seperti dulu yang selalu cool menggoda."
Love yang mendengarnya jengah lalu mengusap wajah Santi sedikit kasar, "Istighfar, istighfar, Santi. Itu namanya zina mata." ujar Love menasihati.
***
Sekarang keluarga Bowo beserta anak semata wayangnya sedang dalam perjalanan ke kantor rekan kerjanya. Sedari tadi Alex berusaha, agar ia tidak usah ikut. Karena dari penampilan sang ibua dandannya seperti mau pergi acara spesial, ia tidak yakin kalau cuma acara kantor.
"Sebenarnya kita mau kemana sih, Bu? Alex sebaiknya gak usah ikut aja deh," ujar Alex.
"Sudah nurut saja sama Ibu, inikan acara kantor teman Ayahmu. Jangan bikin malu keluarga dong, Ibu itu udah bilang mau ajak kamu," kata ibunya sedikit kesal melihat anaknya merajuk tak mau ikut.
"Jangan coba-coba mau jodohin Alex ya, Bu!" tukas Alex.
"Emang kenapa? kamu aja gak bisa nemuin Love. Jadi ya gini cara Ibu."
"Jadi benar dugaanku. Ibu mau menjodohkanku!" sergah Alex yang sudah curiga karena ibunya tadi, menyuruh pakai pakaian yang rapi dengan setelan jas berdasi kupu-kupu.
Apalagi di mobilnya terdapat sebuket bunga, dan sebuah bingkisan seperti orang mau lamaran. Alex semakin yakin kalau orang tuanya mau menjodohkan dengan salah satu anak dari teman ayahnya.
Kini mereka sudah tiba di tempat yang ia tuju. Sebuah gedung tak terlalu besar, dan juga tak terlalu kecil. Mereka memasuki lobi kantor dan disambut hormat para karyawan setempat.
Kemudian mereka diantar oleh salah satu pegawai di sana menuju kesebuah ruangan. Setelah masuk ke ruangan keluarga itupun dipersilakan duduk. Tak sampai menunggu lama sebuah pintu terbuka menampilkan seorang pria paruh baya sedang menggandeng gadis di sebelahnya dan mempersilakan gadis itu bertemu dengan keluarga Bowo. Sedangkan Alex masih menunduk asyik dengan benda pipih canggihnya, ia enggan melihat siapa orang yang masuk keruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOS ITU (Tersedia Ebook)
General FictionBagaimana jadinya ketika ingin kerja baik-baik, malah dapat masalah? Urutan terbalik no 1 pindah ke no 2. Ah, ya. Tulisan ini masih berantakan, dan lagi masa pengeditan. Mungkin banyak yang bingung, tapi mohon maklum, ya. Ini tulisan pertamaku😊