Bel tanda istirahat berdering tak lama dari kedatanganku, beberapa murid kemudian bergegas pergi dan beberapa dari mereka mulai berkumpul membentuk suatu kelompok. Yah, itu hal yang biasa kulihat di kelas, tidak Gangnam ataupun di Pulau Jeju sulit menemukan kelas tanpa adanya kelompok-kelompok tertentu. Saling berkubu satu sama lain dan membentuk tembok masing-masing.
Hal paling aman dilakukan murid baru sepertiku adalah dengan netral atau mencoba masuk perlahan pada satu kelompok yang paling digemari oleh yang lainnya—murid-murid paling populer. Aku tahu Jimin maupun Taehyung sama-sama populer, rupa mereka mencerminkan semuanya, tetapi mereka tidak berkawan. Lagi pula aku perempuan, sebaik apa pun Jimin terhadapku akan tidak nyaman pada yang lainnya jika terlalu menempel. Aku tidak ingin menimbulkan perang dingin yang berakibat fatal dan membuatku dikucilkan, lebih baik pergi mengamati terlebih dahulu dan setelahnya mengambil pilihan ke mana aku harus bergabung.
"Kau mau ikut ke kantin?" tawar Jimin.
"Aku menyusul saja, aku ke toilet dulu."
Jimin pun mengangguk dan lekas meninggalkan kelas dengan dua orang temannya yang juga kutemui di depan sekolah tadi pagi.
Pikiranku tetap tidak tenang, bagaimana bisa aku memilih untuk berteman pada kelompok tertentu saja. Namun, ini Gangnam, ini Seoul, yang kulihat adalah kenyataannya. Salah memilih kelompok berarti salah menentukan masa depanmu di sekolah dan aku tidak ingin sesuatu yang buruk menimpaku di masa terpenting ini. Aku tidak ingin menjadi sosok yang memilih mengunci diri dari orang lain, tapi juga tidak ingin bergerombol dengan kelompok yang terlalu berlebihan. Setidaknya aku hanya ingin lulus dengan nilai tinggi, lalu mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi yang kuinginkan. Aku juga tidak bisa selamanya menumpang di rumah Taehyung, aku harus mulai memikirkan cara mendapatkan uang agar dapat hidup dengan mandiri di Seoul yang kejam ini.
Setelah keluar dari toilet, aku terkejut saat Taehyung langsung menarik tanganku dan menyeretku kasar. Ia bahkan mengabaikan semua pertanyaan yang kuajukan, lalu menyuruhku tutup mulut agar tidak ada orang yang tahu. Aku paham dia pasti marah besar, rencananya tetap gagal dan pada akhirnya ia harus melihatku sekelas dengannya. Tapi, siapa juga yang senang? Aku pun demikian, tidak ingin sekelas dengannya. Lalu apa yang sedang dia rencanakan sekarang? Membawaku pergi menaiki tangga tua untuk sampai di atap sekolah.
"Apa yang kau lakukan?" tanyaku setengah membentak.
BRAKK
Taehyung mendorongku hingga menabrak dinding keras di belakang, kemudian ia perlahan mendekat dan kedua tangannya mengunci tubuhku agar tidak bisa kabur. Matanya melotot, tapi itu sama sekali tidak membuatku takut.
"Kau tahukan aku membencimu."
"Huh, terus kenapa?"
"Aku ingin kau merahasiakan semuanya."
"Tidak usah sampai begini, kau keterlaluan!"
Aku kemudian mendorong Taehyung kuat.
"Padahal, kau tinggal bilang saja! Beginilah jadinya kalau kebanyakan baca komik, adegan-adegan yang tak perlu dilakukan dalam kisah nyata malah kau praktikan, mengerikan." Dumelku
"Kita harus sepakat jika di sekolah kita tidak saling mengenal dan jangan katakan apa pun soal kau tinggal di rumahku."
Aku menyeringai.
"Sebegitu takutnya?" Ledekku.
"Kau!!!"
"Baik akan aku lakukan, tapi dengan syarat kau tidak boleh menggangguku lagi! Baik di rumah atau di sekolah, perlakukan aku seolah-olah kau memang tak mengenalku. Aku juga tidak ingin terlibat dalam kehidupanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Living with Annoying Boy - KTH [END]
FanfictionKim Yoojung memutuskan pindah ke Seoul demi memudahkannya untuk beradaptasi dari kenyataan orangtuanya telah meninggal. Di Seoul dia tinggal bersama keluarga Tn. Kim yang sangat menyayanginya, nahas di sana ada Kim Taehyung si biang kerok. Kim Taehy...