BAB 30 "BACKSTREET?"

635 60 13
                                    


            Satu menit atau lebih, kah? Aku tidak bisa bernapas lagi, hingga kukumpulkan kembali segala kesadaran yang sempat hilang untuk memaksanya berhenti. Taehyung menyadari ketidaknyamananku dan berhenti dari aktifitasnya. Dengan jarak wajahnya yang masih begitu dekat ia tetap memandangku, kini semu merah tidak dapat kusembunyikan menghiasi wajah. Aku tentunduk, tak berani menatapnya atau merasa kesal atas kebodohan yang baru saja kulakukan.

"Kau menyukaiku, kan?" tanyanya dengan lembut.

Kuberanikan diri untuk menatapnya, tapi sama sekali tak tahu arti dari segala pandangan yang ia miliki.

"Jawab saja jika kau menyukaiku?"

"Kau selalu memaksa, semena-mena!" jawabku tanpa menjawab pertanyaannya.

Ia meraih tanganku, menggenggamnya erat. Kemudian ia menarikku ke dalam dekapannya.

"Bisakah kau menungguku dan terus menyukaiku."

Taehyung berkata seolah berbisik, begitu pelan. Entah keputusasaan apa yang tengah menerjangnya? Pun begitu aku hanya mampu menepuk punggungnya pelan, berharap ia bisa menjadi lebih baik. Dia mungkin begitu egois, memintaku menunggu dan terus menyukainya tanpa dia memberikan jawaban pasti apakah ia memiliki perasaan yang sama. Namun, aku terlanjur gila, terlanjur dalam mencintainya.

"Hanya sebentar saja, kau akan mendengar jawaban dariku," katanya seolah-olah mengerti keraguanku.

"Bisakah kau memberiku sedikit alasan untuk menunggumu?"

Taehyung semakin erat memelukku, tetapi ia tak menjawab.

Aku menghela napas. Kutahu pada akhirnya jawabannya adalah perempuan itu.

Aku paksa dirinya untuk melepaskan pelukan. Kemudian aku mengusap pipinya yang sudah sedingin bongkahan es, bibirnya membiru karena kedinginan.

"Ayo kembali ke kamarmu."

Aku kemudian berdiri, membersihkan sisa pasir putih yang tertempel di celana. Lagi Taehyung memegang tanganku. Kali ini kudapati matanya seolah memohon.

"Jawab aku jika kau akan menungguku dan terus menyukaiku," katanya terdengar memelas. Jelas saja itu menggoyahkan segala pertahananku.

"Taehyung-ah .... "

"Jawab aku."

"Kau tidak bisa mengikatku dengan kekosongan, dengan ketidakpastian. Jika kau takut kehilangan diriku, maka datang secepatnya."

Ku lepaskan tangannya dengan perlahan, dan melihat redup di matanya membuatku kesakitan. Tetapi hanya itu yang mampu kukatakan. Aku tidak ingin menjadi lemah, lalu bergantung pada perasaan yang tidak akan pernah bertemu dengan kepastian. Setidaknya aku hanya ingin melindungi hati dan juga perasaanku, karena aku tahu menunggunya akan begitu menyakitkan.

"Apa yang kalian lakukan?"

Entah sejak kapan Jungyeon berdiri di sana bersama secangkir kopi di tangannya. Sekarang pukul setengah dua dini hari, terlalu awal untuk sebuah perdebatan yang akan perempuan itu layangkan kepadaku. Maka aku memilih bungkam dan pergi. Meski sakit membiarkan mereka berdua saja, tetapi akan jauh lebih menyakitkan jika aku tetap berdiri dan menjadi tiang ketiga diantaranya.

***

Aku berusaha menaruh sikap senormal mungkin, menjadikan apa yang terjadi semalam hanyalah kesalahan yang harusnya kulupakan. Taehyung mungkin diam-diam mabuk hingga tidak sadarkan diri, lalu tanpa bisa mengontrol dirinya menyerangku yang duduk di sampingnya. Yah, aku tidak bisa menganggap apa yang Taehyung lakukan adalah sikap yang dia tunjukan karena menyukaiku. Yang benar saja, aku bukan perempuan murahan yang bisa kapan pun dia cium tanpa sebuah penjelasan.

Living with Annoying Boy - KTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang