DELAPAN

633 43 0
                                    

Ga tau lagi mau ngomong apa yang jelas di chap kali ini bakalan ada sesuatu. Heheh...

****

Bagi seorang Cantika Gunawan, cinta adalah perjuangan. Ketika ia menginginkan sesuatu, maka ia akan mengerhkan daya upayanya untuk mendapatkannya. Selama ini Cantika sudah cukup bersabar, terpaksa menerima kenyataan pahit ketika para manusia bar-bar itu memisahkannya dari ibunya. Cantika hanya diam. Ia tak pernah mengenal cinta selain yang ibunya ajarkan. Tapi ia mengenal kebencian yang ayah dan kakeknya ajarkan. Meski mereka melakukannya untuk kebaikan Cantika, tapi persetan dengan kebaikan yang mereka maksud. Jiwa Cantika terguncang. Ia hanyalah gadis remaja yang luput dari kasih sayang ayahnya. Hanya mengandalkan kasih sayang ibunya untuk menjalani hari-harinya. Dan mereka merebut kebahagiaannya dengan sekejap mata.

Cantika tersenyum. Dengan jutaan kebencian yang terus ia pupuk semakin subur. Ibunya telah tiada untuk selamanya. Jika saja kakeknya tidak sekejam iblis. Mungkin sekarang Cantika masih bisa menemui ibunya dan bergelung manja di pelukan ibunya. Cantika rindu usapan tangan kembut Anisa. Ia sangat rindu nasehat bijak yang akan wanita itu berikan padanya. Cantika rindu belaian sayang wanita itu.

Bayangkan, selama belasan tahun ia hidup seorang diri dengan ibunya. Bercanda bersama. Susah senang bersama. Anisa akan mengajari Cantika baca tulis dan berhitung, wanita itu juga akan bernyanyi untuk anaknya. Dan tak lupa bacaan dongeng pengantar tidur. Semuanya sempurna dan Cantika tak cukup tamak untuk meminta lebih. Ia hanya berharap akan terus berdua dengan ibunya meski ia menikah nanti.

Hanya sekecil itu harapannya sebagai seorang putri. Mengisi hari-hari bahagia dengan ibunya yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

Anisa, wanita itu begitu berharga bagi Cantika. Sebagai sosok seorang ibu, ia tidak pernah mengajarkan Cantika untuk membenci siapapun yang berbuat jahat padanya. Melarang Cantika untuk memupuk rasa benci. Namun bisakah ia melupakan rasa sakit itu menganggap semua tak pernah terjadi? Tidak! Cantika tak akan pernah bisa melupakannya. Bayangan kelam malam itu seolah menjadi mimpi buruk baginya. Ia tak akan bisa melupakan suara jeritan ibunya yang terngiang bagai kaset rusak di telinganya.

Biar mereka menganggap Cantika gila. Jika toh dia memang gila lantas kenapa? Belum puaskan orang-orang biadab itu membuat jiwa dan raganya hancur? Cantika kehilangan dunianya. Dunia indah yang akan ia isi bersama ibunya... Ia kehilangan kesempatan untuk memperkenalkan pria yang ia suka pada ibunya.

Hanya dengan menjadi lebih gila dari mereka, Cantika dapat merasa lebih baik. Jika sudah begini, maka orang-orang hanya akan menghakiminya, membuangnya, mengucilkannya karena tindakan Cantika di luar batas normal.

Cantika tersenyum getir. Orang dewasa seperti monster di matanya. Sangat mengerikan. Membuat Cantika ingin segera mati agar tak merasakan kejamnya kehidupan.

Namun ia sadar, orang-orang itu hanya akan semakin bahagia jika ia menyerah sekarang juga.

Yang tidak Darma tahu, ayahnya menggunakan Cantika untuk mengancam Anisa, dan berbalik menggunakan Anisa untuk mengancam Cantika. Pria tua itu tidak benar-benar menyayangi Cantika seperti yang sering dia gembar-gemborkan. Hanya bualan tua bangka yang membuat Cantika muak luas biasa.

"Papa udah pulang. Gimana bisnisnya Pa? Lancar?" Cantika memeluk lengan papanya dan bertingkah manja dengan pria itu.

"Lancar sayang... Kamu gimana kuliahnya? Nggak ada yang jahatin kamu kan?" Darma mengelus kepala putrinya dengan sayang. Sejak Cantika mengalami depresi berat, Darma begitu memanjakan gadis itu. Darma tidak ingin jiwa anaknya kembali tertekan dan hal yang dulu terjadi terulang kembali.

"Kuliah aku baik, Pa. Hn... Nggak ada yang berani gangguin anaknya Papa dong." kata Cantika. Ia tersenyum manis pada papanya.

"Ya udah, Papa mau istirahat dulu. Kamu mau kemana udah rapi begini?" tanya Darma.

Another Side ¦ Book 1 Of 2✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang