DELAPAN BELAS

434 32 0
                                    

Horay!!! Gw baliq lagi hehe... Pada kangeun kaaan...

Don't forget yes... Votenya dulu...

****

Vazza menatap mata Marchel yang memerah. Nampaknya pria itu juga menangis sepertinya. Tapi kenapa? Vazza tak pantas untuk ditangisi. Kenapa Marchel tak jua mencari wanita lain yang pantas untuk bersanding dengannya. Bahkan Marchel menciumnya. Astaga... Pria itu menciumnya. Vazza meraih bibirnya. Ia tak percaya bahwa Marchel baru saja menciumnya.

"Vazza, dengar... Aku lebih brengsek dari dugaanmu... Jadi jangan salahkan dirimu sendiri, jangan buat  aku tersiksa melihat air matamu."

"Chel... Aku-"

Marchel memotong perkataan Vazza, ia segera memeluk gadis itu dan menenggelamkan wajah Vazza di dadanya. Ia hanya tak ingin mendengar kata-kata menyedihkan Vazza yang malangnya itu semua karena ulahnya. Marchel merasa menjadi pria paling brengsek yang dengan serakahnya menginginkan hati seorang malaikat seperti Vazza, padahal jelas-jelas ia sendiri yang membuat Vazza hancur.

Marchel melepaskan Vazza. Ia menarik gadis itu ke sofa dan beranjak untuk mengambil kotak p3knya.

"Pejamkan matamu dan aku akan mengobati lukamu. Dengan tiupan ajaib milikku, maka lukamu akan menghilang." Vazza tersenyum. Marchel ada-ada saja.

Ia kemudian memejamkan matanya. Marchel mulai bekerja. Ia mengoleskan salep di luka lebam Vazza dan meniupnya dengan lembut. Vazza terkikik, "kamu serius meniupnya?"

"Diam, nanti sihirnya nggak bekerja." Marchel mencubit hidung Vazza. Membuat  gadis itu cemberut.

Setelah selesai mengobati Vazza, Marchel menyalakan tv dan menaikkan kakinya ke atas meja. Vazza mendekat karena ingin ikut menonton tv juga.

"Kamu belum jawab lo, kamu kerja?" Vazza mengangguk.

"Kerja dimana?" tanya Marchel lagi.

"Di itu, hotel." Mata Marchel melebar. Vazzanya yang polos dan lugu. Astaga, bahkan ia tak tega mencolek sedikit saja tubuh Vazza, dan gadis itu bekerja seperti itu???

"Kamu gila ya?! Kerja di hotel? Za, aku bisa kasih kamu kerjaan paling gampang sedunia, kamu nggak perlu capek-capek ngurusin apapun. Kamu cuma perlu capek ngurusin aku," Vazza menautkan alisnya.

"Kerjaan apa?" tanya Vazza.

"Jadi istri aku." jawab Marchel.

"Itu mah bukan kerjaan!"

"Aku bakalan kasih kamu uang, itukan tujuan kamu kerja? Daripada kamu kerja di hotel."

"Ya nggak apa-apa dong, aku beruntung banget tahu bisa jadi asistennya CEO..." Vazza nyengir tak berdosa sementara Marchel melongo dengan cengo.

"Asisten CEO?" Vazza mengangguk, "iya, kamu pasti bakalan ngira aku jadi OG kan? Yang suka ngepel sama bikin minum?" Marchel menggeleng, "enggak, aku pikir kamu jual diri." Vazza langsung memukuli Marchel dengan kesal.

"Tega! Ngatain aku kayak gitu!" jerit Vazza.

"Ampun, Princess... Aku nggak maksud."

"Bohong! Emang kamu pikir aku cewek apaan."

"Sumpah aku nggak maksud ngatain." Marchel mulai kesulitan mengontrol dirinya untuk tidak berpikir yang tidak-tidak mengenai Vazza.

"Ah, aku mau tidur. Bye!" Vazza menutup pintu dengan keras. Meninggalkan Marchel yang menghela napas.

****

"Mau buat sesuatu?" Marchel menggeleng dengan lesu. Ia sungguh tak ingin memasak di hari yang cerah ini. Vazza ikut duduk termenung di samping Marchel. Hari ini adalah hari yang sangat Vazza hindari, meskipun besok hari Minggu, tapi di hari Sabtu ia akan sibuk kuliah hingga sore hari.

Another Side ¦ Book 1 Of 2✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang