DUA PULUH DUA

500 36 1
                                    

Cuss divote dulu. Entar baru komen. Komen juga sekalian nggak papa, trs ntar komen lagi. Hehe...

****

"Vazza?"

Gadis itu seperti tak mendengar panggilan itu, terbukti dari posisinya yang tak berubah dan tubuhnya yang tak bergerak. Vazza hanya menunduk diam. Dengan tangis tertahannya yang kian lama tak bisa ia bendung. Seumur hidup, ia hanya pernah sekali jatuh cinta, namun mengapa semua orang menyalahkannya. Apa salahnya ia menyukai Nanda? Toh kenyataannya Raya dan Nanda memang bercerai. Dan perlu mereka tahu, bukan dirinya penyebab perpisahan itu. Andai Raya tidak bermuka dua dan menyebarkan fitnah ini, mungkin Vazza tak perlu menerima semua hujatan yang bertubi-tubi dilemparkan padanya.

Dan apa tadi? Mama Raya juga mulai menebarkan garam di luka hatinya? Bagaimana bisa ia menuduh ibunya sedemikian kejam?

"Vazza!" Gadis itu tersentak. Lalu menghapus air matanya secepat kilat. Ia bangkit berdiri dan merapikan rambutnya yang berantakan. Tersenyum manis lalu menyapa seseorang di depannya, "Kak Nanda? Katanya nginep di rumah Omanya Hito." kata Vazza.

"Kamu kenapa duduk di lantai, bibir kamu kenapa?" Nanda tak mengindahkan pertanyaan Vazza, tapi malah ganti menanyakan pertanyaan lain.

"Hn, tapi jatuh. Bibirku kepentok pintu." kilah gadis itu.

"Kepentok pintu gimana, orang pintunya kebuka lebar gitu. Terus kamu duduk di tengah sini."

"Ya bisa aja kan."

"Maksud kamu tuh apa sih? Jangan bohong."

"Aku nggak bohong."

"Kamu bohong, aku tahu."

"Kakak udah cerai sama Kak Raya?" tanya Vazza tiba-tiba.

Nanda seperti teringat sesuatu. Ah iya, dia lupa mengatakan pada Vazza kalau ia sudah menghadiri sidang pertama perceraiannya.

"Belum, tapi udah sidang satu kali. Karena aku dan Raya nggak ada yang mau melakukan somasi jadi yah... Persidangannya di lanjut minggu depan."

Vazza menunduk, Nanda bercerai bukan karena dirinya kan?

"Kak Nanda cerai... Karena apa? Maksud aku, kan tadinya Kak Nanda nggak mau cerai sama Kak Raya."

Nanda menghela napas dan duduk di sofa ruang tamu, "banyak Za, banyak alasan. Pertama, Raya bukan ibu yang baik. Dia udah telantarin anak aku dan kerja nggak pulang-pulang. Dia juga nggak nurut sama suami. Tipe pembangkang dan aku udah lelah sama semua itu. Kedua, aku curiga kalau Raya selingkuh. Sandi beberapa kali bilang kalau Raya selingkuh, ya aku kan nggak mau berprasangka buruk sama dia, tapi lama-lama sikap Raya aneh, kayak nyembunyiin sesuatu." Nanda menghela napas lelah.

Vazza lelah berdiri dan ikut duduk di samping Nanda. Nanda menatapnya dan melanjutkan kalimatnya, "ketiga... Karena perasaan aku buat Raya udah terkikis, seiring dengan perubahan sifat Raya, perasaan aku juga lama-lama berubah." Nanda tersenyum samar.

Za, kenapa setiap ngeliat kamu perasan aku jadi tenang. Seperti menemukan dunia baru yang lebih baik dan nyaman.

Vazza melamun lagi, jadi bukan karena Nanda suka padanya kan? Ada rasa lega dan kecewa yang bersarang di hatinya. Lega karena tuduhan orang-orang salah, dan kecewa karena Nanda tak memiliki perasaan padanya. Jadi ia akan berakhir dengan cinta sepihak? Mungkin. Semuanya mungkin.

"Kamu kenapa diam aja?" tanya Nanda.

"Nggak apa-apa," suara Vazza terdengar serak. Memang tiba-tiba Vazza merasa sedikit pusing. Ia terlalu sibuk memikirkan perkataan mamanya Raya, Raya, dan orang-orang yang menghujatnya.

Another Side ¦ Book 1 Of 2✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang