TUJUH

675 54 0
                                    

Assalamualaikum  akhi dan ukhti? Kali ini saya kembali dengan salam lebih syar'i. Biar cerita saya varokah nantinya. Aamiin.

Sok atuh sebelum dibaca divote dulu ya, mangga...

****

Vazza tengah duduk di halte seperti biasanya kala lagi-lagi sebuah mobil mewah nan mulus berhenti di hadapannya. Ia mulai hapal. Dia adalah Marchel. Pasalnya bukan hanya sekali dua kali Marchel datang menghampirinya. Vazza mulai bersikap lunak. Pria itu tak kunjung menyerah meskipun telah mendapat kata-kata dan sikap dingin dari Vazza. Akhirnya Vazza berusaha untuk membuka diri pada Marchel, untuk sebuah pertemanan yang seperti Marchel tawarkan.

Vazza menghampiri mobil Marchel, gadis itu sedikit menunduk dan menatap Marchel yang akan memamerkan senyum manisnya pada Vazza setiap saat.

"Ngapain ke sini? Nggak kerja?" tanya Vazza. Bukan ketus, lebih kepada ciri khas Vazza saja. Dan sepertinya Marchel juga mulai terbiasa akan hal itu.

"Nggak, lagi jalan-jalan aja. Eh... Ngeliat kamu. Mau kemana?" tanya Marchel kemudian. Sebenarnya Vazza ingin ke coffee shop terlebih dahulu sebelum pulang. Dia ingin minum secangkir latte.

"Aduh kelamaan mikirnya. Cepetan masuk." kata Marchel. Vazza mengerucutkan bibirnya kesal dan masuk ke dalam mobil Marchel.

"Aku lagi mikir tahu." kesal Vazza.

"Mikirin apa sih Princess?" dan untuk yang satu itu, meski Vazza sering mendengarnya dari Marchel entah kenapa rasanya masih tidak nyaman di telinganya. Marchel keras kepala untuk mengganti nama panggilannya. Jadi Vazza akan diam saja. Berpura-pura tidak mendengarnya.

"Aku mau ke coffee shop tadi." kata Vazza.

"Ya udah ayo ke sana kalo gitu." ajak Marchel bersemangat.

"Kamu nggak lagi sibuk? Pengusaha mana yang jam segini udah pulang? Ntar perusahaan kamu bangkrut lagi."

"Nggak akan dong, Princess. Aku punya banyak anak buah yang bisa aku andalkan." sahut Marchel percaya diri.

"Kamu makan apa sih bisa sesombong ini?" tanya Vazza sambil menyipitkan mata ke arah Marchel. Pria tertawa menanggapi pertanyaan Vazza, "Aku curiga kamu makan yang aneh-aneh deh..."

"Jangan negatif thinking, Vazza. Aku cuma suka makan kamu." goda Marchel. Namun sepertinya Vazza tak mengerti. Gadis itu malah mengernyit dan menatap Marchel horor.

"Tuh kan! Kamu suka makan orang!"

Marchel semakin terkekeh mendengar kata-kata Vazza. Gadis itu luar biasa polos membuat Marchel semakin antusias. Vazza memang berbeda. Ia tak akan melepaskan gadis itu. Memiliki Vazza hanya untuk dirinya sendiri. Entahlah... Ia tak pernah terobsesi pada seorang perempuan seperti sekarang ini. Namun rasa ingin memiliki gadis itu semakin besar. Seolah ia rela meski hanya memiliki raga seorang Vazza tanpa harus repot-repot membuat Vazza jatuh cinta padanya. Vazza tidak seperti wanita-wanita yang pernah kencan dengannya. Hanya dengan dua tiga kata manis langsung jatuh cinta padanya. Vazza lebih sulit dari yang ia bayangkan.

Duduk saling berhadapan, keduanya memilih meja dekat jendela. Setelah memesan, Marchel mulai berbicara pada Vazza, "baiklah Nona Manis, sekarang giliranmu. Coba kamu ceritakan secara singkat mengenai dirimu."

Vazza menunduk menyamarkan rona wajahnya. Sungguh pujian-pujian yang dilontarkan Marchel padanya adalah suatu kebohongan. Gadis itu nampak berpikir, ia harus menceritakan apa mengenai dirinya?

"Hn... Pertama, aku tidak cantik ataupun manis seperti yang kamu katakan. Kedua... Kamu sedikit banyak pasti sudah tahu siapa diriku. Karena kita berteman, aku akan sedikit berbagi dengan teman baruku ini..." senyuman manis Vazza membuat Marchel sejenak menahan napas. Pria itu suka menatap kala mata gadis di depannya ini selalu gemerlapan indah seperti air laut saat musip panas.

Another Side ¦ Book 1 Of 2✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang