DUA PULUH SATU

466 38 0
                                    

Halooo... Bingung mo komen begimana... Yah pokoknya dinikmatin aja ya, soalnya gw buat setiap partnya sepenuh hati untuk kaleanz, iya kalian... Yang lagi baca cerita ini.

Cuss, vote dulu yes.

****

Mendarat dengan mulus di atas tanah yang tengah berduka membuat hati Vazza tak menentu. Ia mengikuti kemanapun Chloe pergi termasuk meninjau lokasi pembangunan resort yang sudah 45% berjalan harus dihentikan karena guncangan gempa yang terus menerus terjadi. Bahkan bangunan yang belum rampung itu harus mengalami keretakan bahkan roboh di beberapa sisi. Tak bisa dilanjutkan.

Chloe tak lama berada di lokasi itu. Nuraninya tergelitik untuk mendatangi beberapa lokasi pengungsian, Vazza turut bersamanya. Senang bisa ikut membantu. Ia memberikan beberapa selimut untuk anak-anak yang tengah bermain di depan tenda. Sayang sekali, mereka tak bisa sekolah karena hal ini. Jadi Vazza berinisiatif untuk memberikan sedikit pelajaran kepada mereka.

Tadinya Chloe hendak mengajak Vazza ke lokasi lain, namun gadis itu nampak asyik dengan pelajaran kecilnya untuk anak-anak pemberani itu.

Chloe melihat wajah cerah Vazza setelah seharian ini gadis itu menjadi pendiam. Apa yang terjadi padanya setelah dari toilet tadi? Vazza bahkan tak mengatakan apapun padanya. Hingga hari menjelang malam, Vazza dan Chloe bergegas ke hotel. Hotel berada di pusat kota yang tidak terlalu terdampak bencana.

"Are you feeling better now?" tanya Chloe.

"Yes, I am."

Vazza hendak pergi ke kamarnya ketika Chloe menahannya. "Why you look so desperate? If you tell me, then we can find a way." kata Chloe.

Vazza tersenyum, "Nah... Nothing happened."

"I see no nothing here..." Chloe menarik Vazza untuk duduk di kasurnya, "yang aku lihat kau begitu ingin berteriak. Aku juga seorang ibu. Mungkin kau memiliki satu, tapi seorang ibu pasti bisa merasakan apa yang anak rasakan."

"Aku sudah tidak punya ibu. Setidaknya di dunia ini." Chloe terlihat menyesal telah mengatakannya. "Tidak apa, Chloe. Aku tidak menyesal karena kehilangan ibu dan ayahku." Mendengarnya justru membuat Chloe merasa tidak enak.

Ia lantas berjalan ke arah telepon yang ada di atas meja nakas, lantas mengubungi seseorang, "bisa bawakan semangkok es krim rasa coklat dan vanila?" tanya Chloe.

Wanita itu lantas meletakkan kembali gagang teleponnya dan menghampiri Vazza. "Aku membatalkan reservasi kamarmu. Yang harus kau lakukan adalah tidur di sini bersamaku. Lalu setelah menyelesaikan urusan besok, kita akan kembali." Vazza tak memiliki daya untuk membantah. Dan tak lama, seorang petugas hotel datang dengan membawa es krim.

"Selamat menikmati, Nyonya." Agak aneh juga malam-malam memesan es krim. Apalagi cuacanya agak dingin. Chloe mengajak Vazza duduk di sofa, lantas mengangsurkan sebuah sendok pada gadis itu.

"Mari kita perbaiki mood dengan es krim. Es krim adalah obat untuk segala rasa sakit, terlebih sakit hati." kata Chloe. "You can call me mom, aku tak masalah memiliki seorang putri sepertimu. Lagipula aku bosan dengan anak laki-laki yang tidak pernah tahu perasaan ibunya. Hn, mereka selalu pulang larut dan pagi hari ketika sarapan, mereka masih tidur." Vazza tersenyum.

"Tapi aku selalu ingin punya saudara laki-laki." ucap Vazza.

"Kalau begitu, kau harus jadi anakku. Aku memiliki anak perempuan, dan kau memiliki saudara laki-laki yang kau impikan." kata Chloe bersemangat. Keduanya tertawa, "ide bagus." timpal Vazza.

Mereka menikmati hidangan penutup manis yang dingin itu dengan diselingi cerita dan curhatan yang terasa hangat bagaikan sebuah pelukan.

Sekarang Vazza tahu, Chloe begitu familiar baginya. Wanita itu, memiliki aura yang sama dengan ibunya. Hal yang sangat Vazza rindukan dalam hidupnya.

Another Side ¦ Book 1 Of 2✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang