Chapter 6

164 49 72
                                    

Matahari perlahan pergi ke ufuk timur. Mega merah mulai mewarnai langit. Suasana sekolah seolah hilang.

"Hari udah makin gelap nih!" ujar Gery makin panik dengan keadaan yang tidak kunjung membaik.

"Harus kemana lagi kita mencarinya? Sepertinya dia tidak ada di sekolah ini, kita harus coba mencarinya diluar!" ajak Eggi.

"Tidak! tunggu dulu," kata Riska, "aku tadi pernah bilang sempat melihat Yenada kan? Tapi, tidak hanya ada Yenada di sana, melainkan ada tukang kebun sekolah di dekatnya."

"Apa yang ia lakukan?"

"Kalo itu aku tidak tahu karena aku langsung ditelpon Mama disuruh balik."

"Ayo, kita cari dia! Mungkin ia mengetahui sesuatu." Eggi langsung menarik tangan Riska pergi mencari Tukang Kebun tersebut.

"E-ehh, Iya," respon Riska kaget.


***

Atta yang berjalan menelusuri koridor sekolah. Di dalam pikiran saat itu hanya ada Yeyen hingga ia pun kelelahan. Akhirnya, ia kembali menemui Aleta untuk menanyakan kabarnya.

"Hi! Tuan Putri, gimana kabarmu?" Atta datang sambil mengusap kepala Aleta.

"Aku sudah sangat membaik, apalagi saat melihatmu kembali," Atta duduk di kursi sambil merenung,
"apa yang kau pikirkan Atta? Kamu tak perlu khawatir, sungguh Aku baik-baik saja, Atta."

"Tidak, bukan itu."

"Terus apa? Apa yang kau pikirkan? Apakah ... Yenada?"

"Iya, dia hilang, Aku tidak tahu sekarang dia sedang apa? Lagi dimana?"

"Segitu pedulikah kau padanya, Atta? Bahkan, kau sampai lupa dengan diriku disini, seharusnya kau lebih menghawatirkan aku ketimbang dia."

"Bagaimana Aku tidak peduli! Olimpiadenya akan diadakan besok, tapi, dia malah hilang entah kemana, sebenarnya ... Aku tidak peduli dengan olimpiade itu yang Aku inginkan saat ini hanyalah ... Yeyen baik-baik saja."

"Apakah kau akan meninggalkanku, Atta? Dan lebih memilih dia Si Bisu itu?"

"Apa yang kau bicarakan! Jaga ucapanmu Aleta! Sudah berapa kali aku katakan, Dia itu sudah seperti adikku sendiri! Apakah kau tidak punya hati? Dia jadi seperti itu bukan karena keinginannya, tapi walau begitu dia selalu berusaha untuk menjadi seperti kita, tapi ... kenapa kau malah mengucilkannya, dan mengaggapnya lemah? Ingat! Bisa jadi yang kita anggap lemah itu adalah yang paling terkuat."

"Tapi ... Dia tidak pantas berada di sini, Atta!" Aleta memegang tangan Atta."

"Apa!"—melepas tangan Aleta—"tidak pantas katamu? Apakah kau pantas berada disini dengan ucapanmu yang seperti itu? Coba bayangkan! Jika kau berada di posisi dia! Apa yang kau rasakan?

"Coba pikirkan baik-baik ... Bagaimana nasibmu jika kau seperti dia? Apakah kau ingin diperlakukan seperti yang kau lakukan terhadapnya?

"Aku pikir ... dengan kau berada di sisiku kau bisa berubah dan belajar mengerti, tapi ternyata aku salah menilaimu, lebih baik kau baca ini, mungkin kau akan mengerti!" terang Atta dengan rasa sangat kecewa.

Atta memberikan Buku Diary yang ia bawa, lalu Aleta pun membacanya.

 Atta memberikan Buku Diary yang ia bawa, lalu Aleta pun membacanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kertas Bahasa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang