Chapter 9

19 4 1
                                    

"Yenada ... sudah pukul 06:35 nanti bisa-bisa kamu terlambat, Nak," kata Ibunya. Yenada pun segera keluar dari kamar lalu menemui Sang Ibu.

(Yenada-udah-siap-Bu!) ungkapnya dengan bahasa isyarat.

"Ini bekalmu," kata Ibunya sambil memberikan sekotak berisi sarapan paginya.

Dengan cepat Yenada langsung meraih kotak makan itu dengan kedua tangannya, (Yenada-berangkat-ya-Bu,) ungkapnya disertai dengan senyum lebar.

Ibunya pun merasa heran melihat Yenada pagi itu begitu ceria tak seperti biasanya lantas ia menyeru,"Semangat sekali hari ini!"

Yenada menjawab, (Seperti-biasanya-kok-Bu.)

"Tapi kelihatannya kamu beda sekali hari ini? Kayak ada sesuatu yang bikin kamu seneng? Apa karena Atta?" desak Ibunya.

(Ibu-selalu-saja-begitu-emangnya-Yenada-gak-boleh-bahagia-Bu?)

"Ya, justru Ibu bahagia melihatmu seperti ini. Yaudah pergilah, Nak, nanti kamu telat. Ibu tunggu kamu pulang ya," ungkap Ibunya.

Yenada meraih tangan Ibunya lalu menciumnya. "Hati-hati ya, Nak, jangan lupa bekalnya dihabisin!" teriak ibunya yang melihat Yenada keluar dari rumah dan berlari menjauh.

Fajar menyingsing, dedaunan hijau dari tumbuhan di sepanjang jalan setapak di halaman rumahnya berkilauan akibat embun pagi karena udara lembab, rasanya begitu menyegarkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fajar menyingsing, dedaunan hijau dari tumbuhan di sepanjang jalan setapak di halaman rumahnya berkilauan akibat embun pagi karena udara lembab, rasanya begitu menyegarkan.

Yenada menghirup indahnya pagi dan melangkahkan kaki keluar gerbang kecil rumahnya. Menyambut kebenaran hidup yang penuh misteri.

Yenada berjalan menuju ke sekolahnya. Di tengah-tengah perjalanan, ia jadi teringat kejadian kemarin dimana ia sangat terkejut saat mengetahui orang yang selama ini diam-diam peduli terhadapnya.

Yenada mengenang kejadian saat ia mememenuhi janji seseorang yang memintanya untuk saling bertemu di suatu tempat.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Iya, ini aku," ungkap Eggi. Yeyen pun sangat terkejut dan tak tahu harus bagaimana menghadapi kenyataan ini. Ia pun hanya menangis terseduh sambil menatap orang yang ada dihadapannya.

"Menangislah, jika itu mampu membuatmu tenang, aku pikir itu merupakan hal yang baik untuk saat ini. Maaf jika selama ini aku terlalu diam, maaf jika selama ini aku membuatmu gelisah kebingungan, tapi hanya itu yang bisa aku lakukan. Karena aku sendiri tak bisa memahaminya, tapi hari ini telah kutemukan jawabannya."

Yenada menangis dan tak percaya jika Eggi lah sosok 'kupu-kupu di balik kertas' yang selama ini diam-diam menyelipkan senyumnya di setiap surat yang ia terima. Saat ini pria tersebut berdiri tepat di hadapannya dengan gagah berani melawan rasa ragu. Sementara Yenada hanya terperangah menatapnya tak kuasa lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

Kertas Bahasa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang