Chapter 2

360 72 99
                                    

 Pagi mentari menyinari, tepat pukul 8:30, Di ruang Theory 3 suasana Kelas IPA 1 yang tenang berubah menjadi sedikit ricuh, lantaran ditinggal oleh sang Ketua Kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi mentari menyinari, tepat pukul 8:30, Di ruang Theory 3 suasana Kelas IPA 1 yang tenang berubah menjadi sedikit ricuh, lantaran ditinggal oleh sang Ketua Kelas. "Eggi, Atta ikut Aku yuk!" serunya.

"Mau kemana?" tanya Eggi heran.

"Udah, ikut aja," ajaknya tanpa memberi tahu hendak pergi kemana.

Namun, Atta tidak bergeming, lantas Gery memanggilnya dengan suara sedikit ditekan, "Atta!"

"Ohh, iyaa," jawabnya singkat dengan gesture tubuh yang sedikit kaget.

"Kamu kenapa melamun? Ada masalah?" tanya Gery penasaran.

"Hmm, bukan apa-apa." Atta menggeleng dan pergi mengikuti Gery dan Eggi. Mereka pun pergi keluar dari ruang kelas.

Di jalan koridor yang kurang cahaya, tiba-tiba seseorang berlari melewati mereka. "Widihh, cepet amat tuh cewek lari!" seru Gery sambil menoleh ke belakang.

"Ger, kita sebenernya mau kemana sih?" tanya Eggi penasaran.

Gery yang tak menghiraukan Eggi tampaknya tak menjadi masalah. Mereka hanya berjalan mengikuti Gery memutari sekolah tanpa bicara sepatah kata pun. "Nah, jadi kalian disini rupanya, dicariin kemana-mana," cetus Gery seketika langkahnya terhenti.

"Kalian ngapain disini?" tanya Eggi lagi.

"Masih nanya lagi! Udahlah enggak usah sok peduli lah!" sahut Ros emosi sambil menjatuhkan sapu yang ia pegang ke lantai.

"Bilang aja lo semua pada seneng kan! Lihat kita begini!" imbuh Fanny yang membuat suasana semakin panas seperti sedang bakar-bakaran.

"Ehh, tenang dulu, mana ada kali Ketua Kelas yang senang jika melihat rekan satu kelasnya kena hukum," ungkap Gery, "lagian ngapain kami repot-repot kemari buat cari kalian?"

Atta celingak-celinguk memperhatikan mereka dan akhirnya menyadari bahwa salah satu dari mereka tidak ada, Ia pun beranjak pergi meninggalkan rekannya.

***

Yeyen, panggilan untuk dia yang selalu menjadi bahan bully-an teman-temannya karena memiliki masalah pada pita suaranya yang mengakibatkan dia tidak bisa berbicara. Tak sedikit orang di sekitarnya memperlakukannya seperti itu. Namun, ia tak pernah melupakan nasehat Ibunya yang selalu meyakinkan dirinya untuk tetap membuktikan bahwa dirinya bisa mewujudkan apapun yang menjadi keinginannya.

Yeyen pun tersenyum dan siap untuk mulai kembali menjalani hari. Ia menyimpan selembar kertas yang barusan ia baca. Ketika ia hendak membuka kunci pintu kamar mandi, ia terkejut mendengar suara langkah kaki berlari menjauh dari arah pintu. Perlahan ia buka, karena penasaran ia pun menengok kanan dan kiri, ternyata tak satu pun orang yang ada di sana.

Ohh, mungkin cuman imajinasiku aja, pikirnya dalam hati.

Saat Yeyen melangkah keluar dari kamar kecil.

Kertas Bahasa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang