The Cult.

474 42 1
                                    

Asher Finch mengibas-ngibaskan tangan kedepan wajahnya. Berharap nyamuk-nyamuk malam itu tidak memberikam bekas merah diwajahnya yang semakin malam,  semakin pucat. Ia menginjak rerumputan sambil mengarahkan senter kedepan, mengikuti jalan yang tidak pasti karena pepohonan tinggi dikanan dan kirinya. Suara binatang malam, membuat bulu kuduknya merinding. Jika bukan karena tugas kelompok Sains yang dilimpahkan padanya, ia tidak mau mencari kupu-kupu malam di Darkwood.

Ia tau kabar hilangnya Ian Deveraux dan betapa panasnya kabar itu dikota ini, tapi ia mengenyampingkannya demi nilai A. Sheriff menghimbau untuk tidak melakukan hal-hal aneh selama kasus hilangnya ia belum terselesaikan, tapi sekali lagi Asher mengenyampingkannya dengan berpakaian serba gelap dengan senter  dikepala dan tangan, juga tas jinjing berisi botol kaca.

Ia menyingkirkan ranting pohon kebelakang agar ia bisa lewat ketempat dimana biasanya ia berburu hewan malam itu. Sebuah pohon besar yang biasanya dihinggapi banyak kupu-kupu malam, tapi malam itu mereka tidak mengepakan sayap mereka seperti biasanya. Mereka bersembunyi, bersembunyi karena sesuatu.

Asher menggerutu dalam hati saat senter diatas kepalanya lama-lama redup dan mati. Sekarang ia hanya memiliki senter ditangannya yang juga sama mulai redup, namun masih menyisahkan cahaya hangat yang bisa membawanya keluar dari hutan.
Ia mengetuk-ngetukan senternya ke tangan saat senter itu mulai meredup lagi. Jika senter itu mati, habislah ia tersesat didalam hutan dan harus menunggu sampai pagi dibawah pohon rindang ini.

Matanya menangkap cahaya diantara pepohonan diujung sana. Cahaya keorange-orangean dan terlihat membara. Ia melongok untuk mendapatkan penglihatan yang lebih baik. Seseorang sepertinya berkemah dihutan dan menyalkan api unggun. Akan lebih baik jika ia pergi kesana dan meminjam senter untuk pulang dan sebentar menghangatkan diri. Dengan cahaya redup senter yang tersisa ia berjalan pelan menuju sumber cahaya itu. Suara rerumputan yang ia injak menambah ketegangannya saat ia melihat makin jelas melalui tanaman semak-semak yang menutupinya. Ia tidak mampu berkata-kata.

Ia mengintip melalui celah semak-semak dan langsung merasa merinding. Jantungnya terasa dicengkram dan punggungnya terasa digelitik oleh tangan-tangan tak kasat mata. Ia terlonjak didalam diam. Dihadapannya, tepat didepan api unggun itu ada seorang yang mengenakan jubah hitam berdiri diatas pentagram yang diukuir di tanah. Lima ujungnya mencuat dan ditempatkan obor yang menyala. Beberapa orang yang berpakaian sama—Asher tidak dapat menghitung berapa jumlahnya, tapi ada kurang lebih enam orang berlutut dihadapannya. Wajah mereka tersembunyi didalam tudung.

Asher belum pernah mendengar tentang aliran-aliran sesat atau ajaran-ajaran baru di kota ini yang menyembah hal lain selain Tuhan. Ia kaget dan penuh teror saat orang-orang tersebut menyibakan tudung mereka kebelelakang. Secara tidak sadar ia membekap mulutnya.

"astaga"

Hampir beberapa orang yang berlutut disana bisa ia kenali. Pria dari toko ikan, Perempuan tua dari Pelabuhan, dan sisanya tertutupi bayangan malam. Mereka, yang Asher kenali berlutut dibagian belakang seperti mereka hanya pengikut yang tidak terlalu banyak ambil bagian didalam kelompok itu. Didepan mereka terdapat orang-orang sekitar Lima, mereka belum pernah ia lihat sebelumnya, sepertinya mereka dari negeri yang jauh.

Asher mengamati wajah mereka-mereka yang tidak ia kenali satu persatu. Mulai dari yang paling mudah dilihat, perempuan tua beruban yang wajahnya terpancar sinar dari api unggun. Matanya berapi-api, namun tidak menghangatkan. Jika perempuan tua itu berada di kerumunan orang biasa, ia akan terlihat seperti dosen yang baik dan tegas. Namun entah jika ia berada di tempat seperti ini, Asher menerka-nerka bagaimana perempuan itu bisa berakhir ditempat seperti ini.

Disamping perempuan tua itu terdapat seorang laki-laki, terlihat dari postur bahunya yang lebar dan tegap. Asher tidak terlalu bisa melihat wajahnya karena si perempuan tua suka memajukan kepalanya. Saat perempuan tua itu mundur beberapa senti, Asher terkisap. Ia mengusap matanya dengan kedua tangan, berharap apa yang ia lihat itu cuma pantulan dari bayangan. Ternyata matanya tidak berbohong.

The Angels Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang