"menurutmu apa baik memancing disaat-saat seperti ini Carl?"
Suara gebrakan pintu truk usang yang ditutup menyusul setelahnya. Truk biru berkarat itu terparkir rapi di rerumputan yang masih berembun di hutan Dark Wood pagi dini hari. Langit sedikit mendung, awan-awan bergumul menutupi langit yang seharusnya berwarna keungu-orangan seperti pagi-pagi biasanya.
Kedua pria paruh baya dari kota sebelah itu mengeluarkan alat pancing dan bangku lipat reyot mereka dari belakang mobil. Menempatkannya di depan kabin tak berpenghuni dan tepat didepan danau yang tenang namun airnya berwarna gelap mematikan. Salah satu pria yang rambutnya dikuncir satu melebarkan kursinya yang ternyata memiliki meja lipat kecil juga yang nanti menjadi tempat mereka menaruh segala macam makanan ringan dan minuman.
Pria yang satu lagi, yang kulitnya terbakar. Mungkin karena orang itu suka berlayar, langsung memasang joran adalannya. Mata pancingnya ia tusukan umpan yang diambil dari tempat berisi berbagai macam bentuk umpan. Kegiatannya itu disusul si pria kuncir satu.
"kau sudah dengar beritanya?" tanya si pria dengan kulit terbakar sinar matahari.
"berita apa?" tanya si pria kuncir satu kembali.
"ada anak muda yang hilang di kota ini dan sehari sebelumnya ada pembunuhan anak muda pula, maka itu aku bertanya apa ini saat yang tepat untuk memancing di Dark Lake?"
Si Pria kuncir satu mendecih sambil memegang mata pancingnya. "jadi kau takut kau akan bernasib sama dengan si pemuda hilang itu?"
Ia tertawa dangkal, "ingatlah umur mu, Bob. Kau tiada guna diculik juga. Badanmu sudah bobrok, pasti hanya menyisahkan para penculik saja. Lagipula siapa yang mau menculik Bob si anak cacing?"
"sudahlah, Carl." ujar Pria dengan kulit terbakar itu, jengah karena pasti sahabat karibnya itu akan meledek julukan masa kecilnya yang konyol.
Mereka berdua langsung melempar umpan mereka kedepan, kedanau. Dan mendarat lembut didalam air yang menimbulkan suara cipratan kecil. Awalnya mereka memegangi pancingan mereka dengan sungguh-sungguh. Namun setelah beberapa menit, punggung dan bahu mereka yang renta mulai terasa pegal dan pancingan itu mereka sandarkan di sandaran pancing yang sudah mereka siapkan.
"ah, indah sekali pemandangan disini. Kadang aku selalu berpikir Grace Town itu kota yang terberkati," ujar Carl sambil menyenderkan bahunya ke sandaran kursi. Diantara mereka, diatas meja kecil yanh reyot, terdepat dua botol bir yang sudah dibuka.
"itulah kenapa aku ingin pindah kesini, Carl. Jika saja anakku tidak gila tinggal di kota kita,"
Bob dan Carl bersulang.
"untuk kehidupan tua kita yang menyendihkan."
"untuk kehidupan tua kita yang menyedihkan."
Mereka langsung meneguk minuman itu, namun sesuatu membuat mereka terdiam membeku.
Mata Carl melirik Bob disebelahnya yang sama terdiam mendengarkan. Mereka tidak bergerak sama sekali selama beberapa detik, mengira suara dari semak-semak itu adalah beruang. Namun saat merasa itu bukan beruang, mereka berdua menoleh.
Tidak ada apa-apa.
Karena rasa penasaran yang memuncak didalam diri keduanya. Mereka bangkit berdiri, mengendap-endap mendekat ke semak-semak yang makin bergetar rantingnya.
"ini tidak akan lucu kalau itu cuma kelinci kecil," ujar Bob tidak meninggalkan pandangan akan semak itu sedikitpun.
Carl menahannya untuk maju. Ia menyibakan ekor kemejanya dan mengambil sebuah pistol dari dalam balutan jaketnya. Ternyata pistol itu ia simpan di dekat kantung celana. Bob sendiri tidak tau menau kalau Carl membawa senjata semacam itu. Bob memang suka berburu namun tidak pernah membawa senjata keluar dari sata perburuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Angels
FantasyDidalam diri manusia selalu ditempatkan Satu malaikat pelindung Tapi bagaimana jika Tuhan menempatkan malaikat yang istimewa kepada beberapa orang yang terpilih di Grace Town untuk suatu misi. Dan misi itu sudah dimulai dengan Tuhan mengirimkan s...