Pandangan mataku tersekat dalam ruangan hitam yang pekat. Jemari yang kian bergetar merayapi dinding-dinding penuh retak.
Dari sela-sela derita yang tersisa, rindu yang membara bertengkar hebat dengan marah yang menggelora--hanya untuk memperjuangkanmu sebagai labuhan hati terbaik.
Sedari awal harusnya kau katakan, bahwa telah ada kapal lain yang singgah. Dengan begitu, kapalku yang megah tak perlu karam dan patah.
Serpihan kayu nan tertinggal membawaku berlayar jauh, tapi tak pernah bisa menyentuh tepian.
Terhenti di tengah. Terombang-ambing dilautan. Terlumat badai...
Kau naiki kapal itu. Kau berlayar jauh tanpa hadangan badai rindu.
Dari jendela kaca kapalmu yang berlapis emas, kau tertawai aku.
Puas!?
•Sekerat Sketsa•
*Karlha*