"Kami ingin pergi ke sebuah tempat tinggi. Duduk di sebuah bangku memanjang sambil melihat indah awan."
"Lalu?"
"Kami juga punya rencana nonton sama-sama. Keliling. Ke pantai. Pokoknya hal yang biasa ia lakukan dengan teman-temannya."
"Tercapai?"
"Tidak. Semua rencana yang kami susun runtuh."
"Dua rencana itu, hancur?"
"Masih banyak. Salah satunya, kami juga berencana membeli rumah kecil untuk keluarga kecil kami, dengan jendela terbuka dipagi hari, maka hamparan sawah sudah menanti. Sambil meminum dua gelas teh, kami akan berbincang tentang cinta yang tertidur semalam. Tertawa."
"Kenapa bisa? Itu mimpi yang indah lo!"
"Karena aku takut kehilangannya. Ya... semacam terlalu berlebihan, menurutnya. Tapi aku tetap bertahan dengan sifatku. Hanya sifat seperti ini yang bisa menjadi bukti bahwa aku menginginkannya."
"Jadi kamu mempertahankan sifat jelek seperti itu?"
"Iya. Tapi ini bukan sifat jelek. Kamu sendiri nanti akan mengerti dengan lelaki yang katanya alien ini. Kenapa harus berubah. Kalau berubah, itu tanda aku tidak lagi membutuhkannya. Walau dia sering mengatakan kami berbeda--semacam tidak cocok. Sudah berapa kali ya dia bicara begitu... aku lupa."
"Benar juga. Sekarang mimpi itu terbuang percuma?"
"Aku akan mewujudkannya sendirian. Melihat awan sendirian. Nonton sendirian. Keliling sendirian. Duduk menentang desiran pantai sendirian. Tapi keluarga kecil, mungkin aku tidak akan pernah memiliki, tanpa dia..."
●sekerat sketsa●
*Karlha*