page 20

241 20 0
                                    


"Sehebat apapun aku, hatiku tetap sama dengan hati yang lainnya. Rapuh jika kau terus menerus merusaknya"



🏯🏯🏯



Malamnya Nadinta sedang  memperhatikan penampilannya di depan cermin riasnya. Rencananya malam ini ia akan pergi bersama para sahabatnya. Biasa girls time.

Setelah merasa dirinya sudah rapih, Nadinta segera mengambil slingbagnya dan bergegas turun kebawah. Kini rumah besar itu hanya di isi oleh tiga orang saja. Nadinta, Bian, beserta pembantu rumah tangga sedangkan kedua orang tuannya sudah pergi ke jerman satu hari yang lalu.

Memang berat di tinggal begitu saja, namun ia sadar. Orang tuannya begitu karna mereka menyayanginya. Jadi sebisa mungkin Nadinta tidak akan merasa keberatan meski jaih dari kedua orang tuannya. Masih afa Bian disini yang akan menemaninya. Lelaki itu tidak mungkin membiarkan Nadinta kesulitan sendiri.

Sesampainya di ruang tengah ia melihat sang adik yang baru saja sampai tengah menutup pintu utama dengan wajah yang benar-benar kusut. Nadinta mengernyit, tumben sekali laki-laki penyuka racing itu berwajah masam.

Bian meletakan tas sekolahnya asal ke sofa. Mendudukan dirinya disana lalu menggaruk rambutnya yang sudah lepek karna keringat. Nadinta memperhatikan penampilan adiknya yang sudah seperti brandalan saja.

Baju seragam yang kusut dan tidak di masukan kedalam celananya, celana biru yang sangat ketat di bagian betis, dan lagi rambut adiknya itu di cat berwarna-warni. Benar-benar menyontohkan murid bad.

Nadinta menghampiri Bian yang mencoba memejamkan matanya itu. "Ekhemz...baru pulang tuh wajah udah kusut bener, kenapa lo?" tanya Nadinta. Bian membuka matanya lalu menatap kakaknya malas

"Sebel gue hari ini kak" adu Bian. Dari nada bicaranya saja Nadinta sudah tahu jika adiknya itu memang sedang kesal.

"Kenapa emang?" tanya Nadinta yang juga ikut penasaran. Bian menghela nafasnya lelah.

"Tadi tuh gue ikut balap motor di jalan, nah gue udah hampir menang tuh kak. Eh tiba-tiba ada orang yang lewat depan gue kak-"

"Lo nabrak dia?" potong Nadinta crpat. Bian mendengus karna omongannya di potong begitu saja

"Enggaklah, gue rem tuh motor gue. Dan jadilah gue kalah balapan hari ini kak" lanjut Bian. Nadinta mengangguk-ngangguk sambil beroh ria. "Padahal kalp gue menang gue mau beliin lo DVD drakor kak"

Mata Nadinta langsung berbinar. "Seirus lo?" Bian mengangguk. Nadinta tersenyum terharu melihat betapa peduli adiknya ini. "Bian kok lo manos banget sih"

"Baru nyadar lo kalo gue manis?" sindir Bian dan anehnya Nadinta hanya mengangguk saja. "Eh tapi, lo mau kemana udah rapih?"

"Mau jalan lah" sahut Nadinta sembari menggibaskan rambut panjangnya. "Lo sendiri, malam ini mau ngedekep di rumah aja?"

"Hah?" Bian melongo. "Ya gue juga mau keluar lah, mau kumpulan juga sama temen-temen gue" ujar Bian seraya bangkit dan meraih tasnya lalu berjalan gontai menuju kamarnya di lantai dua. Nadinta hanya mendedikan bahunya acuh

Tuk tuk

Nadinta tersenyum dan segera beranjak menuju pintu. Otu pasti mereka. Dia membuka pintu dan menemukan dua sahabatnya tengah tersenyum lebar.

Depresi BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang