(´・ω・')
Jiyong sudah memakai celana jeans dan kemeja hitamnya tadi, tanpa kaos yang dipakainya tidur semalam. Pria itu melangkah keluar kamarnya kemudian matanya langsung menangkap sosok gadis yang sedang berjalan ke balkon. Tadi Jiyong tidak sempat memperhatikannya, namun melihat Lisa yang saat ini memakai rok hitam sebatas paha, dan kemeja biru yang hampir sama panjang dengan roknya membuat Jiyong terpesona.
Pakaiannya tidak terlihat seperti pakaian bermerek yang biasa di jual dengan harga selangit, namun tetap terlihat cantik di tubuh Lisa. Gadis itu tidak lagi sekurus zombie. Pakaian yang di kenakan Lisa dapat membuat Jiyong memvisualkan bagaimana bentuk tubuh gadis itu di kepalanya.
"Anniyo!" bentak Jiyong pada dirinya sendiri ketika kepalanya mulai membayangkan hal-hal yang tidak seharusnya ia pikirkan.
"Eh? Ada apa?" tanya Lisa yang kemudian berbalik karena mendengar suara Jiyong.
"Anniyo, tidak ada, apa yang sedang kau lihat?"
"Hm... hanya beberapa orang yang sedang mempersiapkan pesta kebunnya," jawab Lisa sembari kembali menoleh kebawah, membuat Jiyong harus menghampiri gadis itu ke tepian pembatas balkon.
"Bukankah itu benar-benar sepi?" gumam Jiyong sembari mengikuti arah pandangan Lisa. Hanya ada 3 pria di bawah, dan ketiganya tengah sibuk menata kursi sehingga tidak satupun dari mereka yang sempat memperhatikan Jiyong dan Lisa.
"Ini belum jam 7, mungkin yang lainnya sedang tidur," jawab Lisa tanpa berpaling dari orang-orang yang sedang di lihatnya.
"Apa yang sedang kau pikirkan? Pernikahanmu sendiri?"
"Pernikahanku? Heish... pernikahan terlalu mewah untukku," jawab Lisa tetap tanpa berpaling sedikit pun. "Tapi aku memang sedang memikirkannya. Maksudku, aku pernah bekerja seperti ketiga pria itu. Dan oppa tahu? Setiap kali aku menata kursi untuk sebuah pesta penikahan, atau menata makanannya, aku selalu berfikir. Apa suatu saat nanti aku bisa menyiapkan pesta pernikahan untukku sendiri? Apa suatu saat nanti aku akan menikah? Apa ada waktu dimana pernikahan bukan lagi hal mewah untukku?"
"Tentu, tentu kau akan menikah nanti, setelah bertemu dengan pria yang benar-benar baik,"
Lisa terkekeh.
"Sekarang, atau tahun depan, ketika ada seorang pria yang mengajakku menikah, oppa tahu apa yang akan ku katakan padanya?"
"Apa? I do? Atau ya aku bersedia?"
"Terimakasih,"
"Terimakasih?"
"Terimakasih karena membuatku merasa diinginkan, terimakasih karena ingin menikah denganku, terimakasih karena menyukaiku, tapi maaf, aku tidak bisa menerimanya. Bukan karena aku tidak menyukaimu, bukan karena aku membencimu, tapi masih ada banyak hal yang perlu ku lakukan. Masih ada orang lain yang perlu ku rawat, masih ada orang lain yang menjadi tanggung jawabku dan menikah sekarang bukan keputusan yang bijak sekarang,"
Jiyong terdiam, rasanya seperti sebuah peringatan.
"Lalu bagaimana dengan berkencan?"
"Tergantung,"
"Apa yang akan kau gantung?"
"Heish... Bukan begitu maksudku oppa, tergantung siapa yang memintaku berkencan dan kalau itu oppa, kalau ada pria seperti oppa memintaku untuk berkencan denganmu aku akan menolak,"
"Ya! Kenapa aku yang di jadikan contoh??" protes Jiyong yang kemudian menoleh untuk menatap Lisa.
"Lalu siapa lagi? Hanya ada oppa disini," jawab santai gadis yang tanpa sadar mengulurkan tangannya, meraih satu kancing di kemeja Jiyong kemudian melepaskannya.