part 15 : korban kedua

1.7K 84 2
                                    

Alexa bangkit dari kasur empuk milik sekolah, melangkah terburu menuju pintu UKS dengan langkah lebar. Setelah dirinya pingsan dan kejadian memalukan-jangan harap Alexa akan menyebutkan-tadi hingga ia sampai di ruangan serba putih ini.

Dia juga tidak ingat-lebih tepatnya mencoba melupakan apa yang terjadi di kelas dan di dalam UKS bersama Michael. Kejadiannya benar-benar memalukan. Sungguh, haruskah dalam pikiran Alexa kata "memalukan" diulang kembali?

Biasanya, para siswa akan mengharapkan adanya keajaiban bahwa guru membosankan berhalangan masuk, atau pelajaran yang bikin otak keriting tidak bisa masuk kelas. Sebagus-bagusnya sekolah, siswa akan mengharapkan itu. Entah karena sekolah Alexa terlalu bagus, atau guru di Bixbite sudah terlalu rajin, bisa-bisa kata jam kosong mustahil terjadi di Bixbite, sekalipun ada pembunuhan di sana kelas tetap berjalan.

Di sekolah Alexa, terdapat beberapa ruang kelas kosong, atau bisa juga mereka belajar di perpustakaan. Benar-benar menyebalkan, sih. Namun, jika tujuan kepala sekolah mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan menggalakkan kegiatan belajar mengajar dalam situasi apapun, maka itu hal yang salah. Terkadang siswa juga perlu untuk beristirahat atau piknik. Alexa bukan menginginkan piknik, ia hanya ingin mengurung diri dirumah. Menangis sepuasnya untuk menetralkan suasana hatinya.

Seperti yang Alexa duga, terdapat beberapa kepolisian dan tim forensik. Alexa menatap ruang jendela dengan hampa. Mungkin mereka sedang menganalisis tempat kejadian perkara, melarang orang yang tidak berkepentingan untuk memasuki TKP, atau bahkan mencari bukti sekecil apapun selain cokelat yang berisi arsenik. Michael terlihat berbincang dengan para polisi di bawah sana, lalu Alexa mengernyit saat Michael menatapnya dari bawah sana sembari berbincang.

Lalu pintu kelas terbuka, menampilkan sosok wanita berkucir cepol ke atas. Bibirnya merah ditimpa oleh pewarna bibir, roknya mengetat hingga ketika berjalan suara sepatu akan menggema di seluruh penjuru koridor. Itu Mrs. Rika, guru Sejarah. Seharusnya sekarang bukanlah kelas Sejarah, atau apakah Mrs. Rika telah berubah profesi menjadi guru biologi.

"Alexandra, silahkan keluar kelas memisahkan diri." dan tanda tanya besar itu terjawab.

🍂🍂🍂

"Analisa sementara, cokelat mengandung racun. Kami masih menyelidiki jika terjadi kesalahan. Namun, kesimpulan sementara racun ini memang arsenik. Saya masih tidak mengerti mengapa korban memakannya."

Alexa mendengarkan tanpa ingin terlewat sedikit pun. Di sampingnya, Michael ikut mendengarkan. Alexa memang dikatakan akan melakukan wawancara tentang kesaksiannya. Namun, Alexa pikir ia akan melakukannya sendiri. Dengan catatan tidak ada Michael.

"Benarkah anda melihat korban dengan jelas?" lanjut salah satu anggota tim forensik, namun kali ini berbentuk kalimat tanya.

Alexa sempat mengamati gerak gerik orang sekitarnya, dan mendapati Michael yang sedari tadi menggosokkan kedua tangannya. Alexa pun baru pertama kali melihat guru kejamnya itu melakukan hal tersebut, gugupkah? Kata-kata gugup mungkin kurang tepat menggambarkan Michael. Atau takut? Itu apalagi, sepertinya Alexa jauh lebih takut.

"Kalau begitu, apa yang-" pertanyaan itu terpotong ketika pintu beraksen batu mulia itu bergeser, menampilkan dua sosok pria dengan pakaian berbeda.

"Ada yang mengatakan bahwa anak ini memasukan sesuatu di loker korban, aku pikir pria ini perlu digertak." pria itu menyahut, melempar anak laki-laki itu, lalu kembali menggeser pintu dengan keras. Ia ikut masuk dan mengunci pintu dingin di sana.

Alexa menatap lamat-lamat pria ini. Pemuda itu bangkit dari posisi mencium tanah. Ia kemudian meringkuk, menyeret tubuhnya hingga sampai pada pojok ruangan. Hal itu tidak lepas dari ketiga sosok yang lain, Alexa sendiri bahkan dibuat takut dengan ekspresi anak itu.

The Jerk (Yandere)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang