"Kita kayak pengantin, ya."
Alexa tersedak air putih yang ia minum, "gak lucu, Mister." tatapan jengkel diberikan oleh gadis dengan wajah memerah menahan perih karena beberapa tetes berhasil masuk hidungnya.
Michael tergelak di tempat melihat ekspresi Alexa, sejak kapan ia tertawa sepuas ini? Michael mengusap sudut air matanya yang keluar. Dua kali ia melakukannya, dan dua kali juga Alexa bersikap berlebihan.
"Jorok. Makannya gimana sih, masa ada remeh nasi di pipinya." dengan asal dan tanpa aba-aba Michael mengusap lembut pipi Alexa, menyingkirkan nasi yang hinggap manis di pipi Alexa.
Dan semburat merah merambat di pipi Alexa, hingga bibirnya terasa kelu. Menyadari suasana yang berubah, Michael segera bangkit dari duduknya. Ia tidak bisa lebih dari ini dan Michael menyadari itu, wajah memerah Alexa dan bagaimana ia menyembunyikan rona di pipinya tidak baik untuk jantung Michael.
"Terima kasih makanannya, enak." komentarnya singkat, lalu berjalan keluar pintu hingga Alexa tidak melihat keberadaanya lagi.
Lama Alexa terdiam lalu dering di handphonenya kembali berdering, hanya butuh waktu beberapa detik untuk mengeluarkan benda itu dari saku roknya. Mengeceknya, lalu senyuman hadir dalam bibir itu.
"Cepet tidur, besok sekolah." dentuman jantung Alexa meningkat. Ia membereskan piring-piring itu lalu mengantarkan Michael menuju pintu minimalis cokelatnya.
Terselip rasa ingin tau mengapa Michael menghampirinya, ekspresi Michael seolah tidak terbaca. Ia selalu menunjukkan wajah yang berubah-ubah, terkadang Michael bisa menjadi sangat dingin dan terkadang ia hangat kepada Alexa. Memang pada awalnya Alexa tetap tidak bisa membaca apa yang tengah dipikirkan oleh gurunya itu, satu kali pun ia tidak pernah bisa mengikuti pemikiran gurunya.
***
Alexa menggendong tas cokelat miliknya, ia meletakan diatas kursi lalu lamat-lamat ia memperhatikan kursi di sampingnya. Tas berwarna hitam dengan merek terkenal sudah bertengger manis di sana, berarti Rey sudah kembali masuk sekolah.
Benar saja, tak lama setelahnya pundak Alexa terasa berat akibat rangkulan besar dari Rey. Pria itu terlihat ceria seperti biasa, dengan senyum secerah matahari.
"Kangen gue gak, Lek? Kangen gue ama kelek gue yang ini." Rey tergelak menyadari perubahan wajah Alexa yang menatap kesal, Rey kerap memanggil Alexa dengan sebutan "kelek" dan bukannya 'jelek'.
Alexa duduk di kursinya setelah sebelumnya ia menghempas lengan kekar dari pundaknya. Rey mengikuti Alexa, duduk di samping gadis itu. Selama tiga bulan terakhir, Alexa memang tidak punya teman selain Rey, seolah mereka menjauh, enggan dekat-dekat dengan Alexa.
"Nih oleh-oleh, cuman bisa bawain ini doang. Nanti abis lulus gue bawain cincin." Rey menyela cepat setelah Alexa mengambil bungkusan itu dari tangan Rey.
"Ngomong apa sih! Ngaco amat." Gadis itu menggerutu, namun berubah menjadi binar bahagia ketika melihat isi di dalamnya-setidaknya bukan kepala manusia.
Bukan makanan enak yang membuat Alexa bahagia, bukan juga aksesoris lucu seperti dream catcher yang membuat para gadis bahagia. Dalam tas bingkisan itu sederhana, hanya sebuah kotak musik kecil di dalamnya.
Alexa menemukan liontin kalung di dalamnya, berbentuk kunci perak dengan kilauan ketika ditimpa cahaya mentari. Sangat sangat indah, Alexa tidak bisa mendesiripsikannya dengan kata-kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Jerk (Yandere)
Gizem / GerilimTakdir seolah terus saja menghempas Alexa tanpa henti, tanpa istirahat, dan tanpa jeda. Kedua orang tuanya diketahui meninggal di saat Alexa berumur lima tahun. Saat masuk SMA pun, Alexa harus bertemu pria gila yang memiliki kelainan. Pria ini...