Part 16 : Teman, tidak lebih

1.5K 86 9
                                    

"Lo itu baru aja liat pembunuhan, lo gak takut hah? Siapa tau pembunuh ini ngincer lo. Jadi jangan deket siapa-siapa selain gue, ngerti?"

Sedari dulu, Rey memanglah orang yang protektif terhadap Alexa. Namun kali ini sifat protektifnya berbeda dari Rey yang biasa Alexa kenal. Rey tidak pernah membentak. Pada saat pria itu menghilang bak ditelan bumi beberapa hari lalu, tidak mengabari, tidak menelpon, bahkan saat Alexa sedang dalam masa-masa paling buruk di hidupnya, kemana Rey saat itu?

"Maksud lo apa? Gue gak ngerti sumpah. Mereka orang baik-baik!" bantah Alexa, ia sudah terlanjur tersinggung.

Rey tersentak mendengar suara keras gadis di depannya, ia mengernyit tak suka. Sejak kapan Alexa kasar padanya? Genggaman itu semakin mengerat seolah hendak menghancurkan jari-jari kecil Alexa dalam rengkuhan jari besar milik Rey.

"Mungkin di depan lo mereka baik baik, tapi siapa yang tahu kalo mereka musuhin lo dari belakang?" tukas Rey terang-terangan bahwa pria itu tidak menyukai "teman baru Alexa".

Alexa tidak menyukai tatapan Rey padanya, tatapan penuh kemarahan terpancar. Rey tidak pernah menunjukannya pada Alexa, membuat Alexa merasa sedih. Tidak masalah jika ia digosipkan aneh-aneh oleh para manusia, tidak masalah juga jika Alexa dibully habis-habisan. Alexa tidak akan menangis karena Alexa tidak mengenal mereka. Namun berbeda jika orang itu adalah salah satu orang yang paling disayangi.

"Rey lo kenapa kayak gini?" ujar Alexa melembutkan suaranya.

"Masih tanya kenapa? Gue khawatir ama lo, dan lo masih tanya kenapa." namun tatapan Rey tetap sama dingin dan menusuk "Mending sekarang lo jauhin temen-temen lo karena yang pantes bareng ama lo itu cuman gue. CUMAN GUE."

Alexa menghempas tangan Rey dengan amarah yang telah ia tahan sekuat tenaga tak dapat Alexa bendung lagi, sedangkan orang-orang mulai berkumpul melihat perkelahian yang menurut mereka menarik. Alexa menahan cairan bening yang siap ia tumpahkan.

"Rey, kayaknya lo melupakan sesuatu. Pertama, lo gak berhak ngatur-ngatur gue. Kedua, lo gak berhak kasar dan marah-marah sama gue, dan yang ketiga..." Alexa menarik napas, lalu mendekatkan wajahnya pada telinga Rey yang memerah "...kita cuma temen."

Satu detik terasa sangat lama, waktu seolah terhenti untuk sementara, dan Rey menghentikan napasnya bahkan ketika Alexa menjauhkan kepalanya. Benar juga. Rey dan Alexa hanya teman. Kenyataan itu seolah merekat di tengah-tengah mereka, dan perkataan Alexa berikutnya mampu menegaskan hubungan mereka.

Angin berembus perlahan, mengayun dasi seragam Rey dan surai cokelat gelap Alexa. Sekarang suasananya berubah total. Kini wajah marah itu berubah menjadi wajah yang datar, tanpa ekspresi, dan tatapannya pun seperti orang yang sudah menyerah untuk berjuang. Nada bicaranya pun melebihi dinginnya embusan angin musim penghujan.

"Iya, ya. Lo bener. Makasih udah ngingetin gue. Gue jadi sadar."

Rey menyunggingkan senyumnya, begitu tipis hingga hanya dirinya sendiri yang tau. Mungkin jika ia wanita, Rey sudah menangis. Namun itu bukanlah gayanya. Rey mengusap pucuk kepala Alexa, lalu melebarkan senyumnya, berbeda dengan hatinya yang hampir retak dan melebur.

"Cepet balik ke kelas ya," lalu tanpa berbalik Rey pergi tanpa menoleh, punggung jangkungnya terlihat begitu jauh untuk digapai dan terasa dingin.

Alexa merasa ia tidak mengucapkan sesuatu yang salah. Tatapannya jatuh pada ketiga manusia yang masih setia menatap dan menunggunya di sana, mendengarkan percakapan mereka berdua, lalu Alexa sendiri pun mulai melangkahkan kakinya sendiri. Langkahnya berlawanan dengan Rey, ia butuh pelampiasan sekarang.

Jika ia tidak salah kenapa perasaan bersalah mengerubuni nya? Seperti semut tengah berkumpul diarea rasa manis Begitu penuh hingga terkadang bisa meledak kapan pun.

🥀🥀🥀

Bel masuk telah berbunyi, namun gadis yang tengah merasakan hembusan angin di bawah pohon oak besar ini sama sekali tidak menghiraukan suara bising itu. Ia tidak merasa panik ataupun takut untuk segera kembali ke kelas. Siapa yang mengajar berikutnya pun Alexa lupa, seluruh isi kepalanya penuh dengan hal-hal yang tidak ingin ia ingat.

Setelah bunyi bising itu terhenti, Alexa memejamkan mata. Ia sudah tidak peduli dengan menjadi anak teladan atau sejenisnya, ia ingin istirahat sebentar saja. Hanya sebentar saja....

"Lo Alexa, kan?" suara baritone itu menginterupsi istirahat Alexa yang begitu singkat, sebuah decakan lolos keluar.

Alexa mengabaikan panggilan itu dan tetap memejamkan matanya, peduli setan siapa yang memanggilnya. Mungkin hanya orang kepo yang hendak mengorek kebenaran tentang berita yang ia alami lalu kembali disebarkan. Ia sudah lelah dengan itu. Netizen.

"Jawab dong, nanti gue diomelin."

Alexa mengernyit, tanpa membuka mata atau ingin tau siapa yang mengajaknya bicara ia berkata dengan suara ketus, "lo yang dimarahin kenapa gue yang harus repot."

Terdengar suara langkah kaki semakin lama semakin hilang. Sepertinya manusia itu sudah menjauh, dan, ya... Alexa kembali melanjutkan istirahat, mungkin ia akan masuk terlambat atau tidak sama sekali. Mrs. Rika akan mengerti setelah apa yang dirinya alami. Tidak masuk sekali atau dua kali pelajaran itu bisa dimaklumi.

Satu menit....

Dua menit....

Tiga menit....

Alexa mulai terseret masuk ke alam mimpi, semakin dalam hingga seluruh kepalanya merasa kosong dan tenang. Angin yang membelai wajahnya terasa begitu nyaman, hingga suara langkah kaki tidak ia dengarkan lagi. Rambut cokelat gelapnya berayun pelan, matanya terkatup rapat. Enggan terbuka.

Sebuah tangan mengelus rambut Alexa, tangan pucat itu seolah ingin berlama lama disana. Lalu Alexa tumbang, kepalanya jatuh ke sisi tubuhnya. Tangan besar nan kokoh itu menahan pelipis Alexa agar tidak terkantuk, sekaligus menjadi bantal yang nyaman bagi Alexa.

Sembari menahan kepala yang terlelap tidur itu, pria itu meringsut maju. Duduk disamping Alexa lalu menaruh kepala gadis itu di pundaknya, ia melonggarkan dasi yang seolah hampir mencekik dirinya. Rambut abu-abu nya berayun, mengikuti hembusan angin.

"Pasti berat ya mengalami ini semua." suaranya dibalas oleh desiran angin.

"Aku lebih suka kamu tertidur tanpa mengetahui apa-apa," ia mengusap pipi Alexa dengan lembut. "Tapi mau bagaimana lagi, kamu sudah masuk terlalu dalam."

"Dan hari ini aku akan nyatakan bahwa kamu adalah milikku, hanya milikku. Tidak peduli kamu menyukainya atau tidak, Alexa." dan angin tiba-tiba terhenti tanpa suara. Seolah tengah menunggu saat-saat yang paling dinanti.

"Dan aku akan melindungimu dari segala masalah yang ada, termasuk pembunuhmu."

To Be Continued...

Hayoo tebak siapa dia? Hayo tebak, hayoo te-*digetok Sug.

Sug: Siapa woii?!!! Kasih tau !!! ̄ˍ ̄

Sana: Tebak sendiri!!!!╮(╯▽╰)

Sug: nanti juga ketauan ˋε ˊ

Sana: orang sirik tanda tak mampu <(`^')>

Happy Reading...

Catatan: aduh maaf jarang update sekolah SMA ternyata sibuk.

The Jerk (Yandere)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang