Hirup pikuk kantin seperti biasanya, bel sekolah baru dibunyikan beberapa menit yang lalu, dan kantin hampir separuhnya sudah terisi dengan berbagai manusia. Asap-asap mengepul dari berbagai tempat. Mbak-mbak soto, mie ayam, dan bahkan mbak-mbak cireng juga tengah mengepulkan asapnya.
Lalu keriuhan itu secara tiba-tiba berhenti, suara teriakan terdengar di penjuru kantin diikuti sendok besi memecah keheningan, seolah waktu berhenti. Mencekam seluruh jiwa yang berada disana, atmosfer tiba-tiba berubah menjadi lebih dingin. Wanita yang biasanya menghidangkan bakso dengan ceria kini terdiam dengan wajah ketakutan, seluruh tubuhnya gemetar. Wajahnya pucat dengan keringat dingin membasahi pelipisnya, ia ketakutan setengah mati.
Beberapa langkah kaki memecah keheningan yang terasa lama, itu adalah sang ketua OSIS dan sekretarisnya. Mereka langsung menghampiri wanita itu, lalu secara perlahan keramaian mulai memenuhi area kantin. Kantin menjadi sedikit tidak terkendali karena kedua pria yang baru saja tiba memasang wajah yang serupa, yang satu terkejut dan yang satu berwajah suram.
Asap bakso yang mengepul biasanya membuat perut siapapun berbunyi, aroma bakso yang biasanya berbau nikmat hari ini hilang. Kini seonggok organ manusia terlihat di dalam panci yang biasanya digunakan untuk merebus bakso, jika melihatnya dijamin akan mengocok perut siapapun.
Jantung manusia. Berwarna merah pucat, terlihat sudah direbus hingga darahnya tidak tersisa. Kini jantung manusia itu terlihat polos tanpa darah dan tanpa detakan.
Wanita itu tidak bisa menahan muntahannya, ia berlari menuju toilet sembari menahan mulut dan perutnya yang bergejolak meminta dikeluarkan. Dimas menutup panci itu dengan saputangan untuk menghindari campuran sidik jari, lalu mengimbau kepada para osis untuk menenangkan keadaan.
Kantin terlihat lebih ramai karena insiden ini, terlihat lebih penuh dan mendesak. Hingga sejenak kantin menjadi tempat tidak terkendali, Leon bergerak cepat saat itu juga.
"Dim, amankan TKP. Laras, hubungi polisi, dan Alexa, panggil guru untuk datang kemari, Cepat!" Perintah Leon.
Tanpa babibu, Alexa segera berlari sekuat tenaga. Ruang guru ada di gedung utama sedangkan kantin ada di gedung kantin. Ia tidak bisa berdesak desakan karena banyaknya siswa. Mau tak mau Alexa menggunakan jiwa barbar-nya untuk keluar dari sana. Namun sepertinya takdir memang tak bisa menjauhkannya dari Michael.
Ia segera bertemu dengan pria itu, tentu saja dengan Michael yang menarik tangannya karena berlari secara terburu. Alexa yang terengah membuat Michael mengernyit, meski ia mendengar ribut-ribut tidak disangka melibatkan gadis ini lagi.
"Mister..." Alexa berusaha mengambil udara sebanyak-banyaknya. Mengisi rongga dadanya yang kekurangan udara.
Ia masih belum mengerti apa yang terjadi, lalu sebuah pengetahuan terbesit di benaknya. Ternyata begitu, ternyata ada orang lain lagi yang tidak bisa Alexa selamatkan. Ternyata ada orang yang meregang nyawa akibat ulahnya. Ternyata....
"Siapa yang nyuruh kamu lari-lari di koridor?" suara Michael bergema, menembus ruang hati Alexa yang hampa
"Mister..." lalu suara Alexa berubah menjadi serak akibat luapan air mata. "...saya gagal,"
Tangisnya kembali pecah. Ia mudah menangis akhir-akhir ini. Apakah karena banyak masalah menimpanya? Apa karena banyak manusia yang meregang nyawa karenanya? Apa karena ibunya yang meninggal? Harus bagaimana Alexa sebenarnya?
Michael mengangkat tubuh Alexa yang terduduk di lantai marmer yang dingin, ia merengkuh pinggang gadis itu, membenamkan kepalanya di dada bidang itu, mengelus rambut Alexa secara lembut untuk menenangkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Jerk (Yandere)
Misterio / SuspensoTakdir seolah terus saja menghempas Alexa tanpa henti, tanpa istirahat, dan tanpa jeda. Kedua orang tuanya diketahui meninggal di saat Alexa berumur lima tahun. Saat masuk SMA pun, Alexa harus bertemu pria gila yang memiliki kelainan. Pria ini...