Ep 1 • Keluarga Berantakan

94 6 3
                                    

September 2007

Badan Standar Pendidikan Nasional (BSPN) mengusulkan penambahan mata pelajaran untuk Ujian Nasional (UN) menjadi enam. Jadi secara keseluruhan, untuk IPA meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Kimia, Fisika, dan Biologi. IPS dengan Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Ekonomi, Sosiologi, serta Geografi. Sementara untuk program Bahasa meliputi Bahasa Indonesia, Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing, dan Antropologi. Hal ini segera memicu reaksi massal dari berbagai pihak yang terkait dengan bidang pendidikan. Kontroversi UN-termasuk pro maupun kontra-menjadi topik bahasan yang populer di mana-mana.

**

2 November 2007

Sekitar 300 pelajar se-Jabodetabek menyikapi penambahan mata pelajaran untuk UN dengan melakukan demo di Departemen Pendidikan Nasional di Jalan Sudirman, Jakarta. Antusiasme dan kekompakan mereka cukup bisa diacungi jempol. Namun sayangnya, pesan-pesan yang ingin diutarakan justru tidak sampai dengan baik, karena mereka langsung bubar begitu saja setelah beberapa lama berdemo. Kurang koordinasi dianggap menjadi sumber permasalahannya. Oleh karena itu, demonstrasi pelajar ini sama sekali kurang efektif dan tampaknya tidak cukup kuat untuk jadi pertimbangan dalam merubah kebijakan UN agar tak terlalu memberatkan bagi siswa.

**

SEGEROMBOL ANAK berseragam putih abu-abu berkerumun di pojokan sebuah tenda kaki lima. Pedagang lapak yang hanya dua orang tampak kewalahan melayani pesanan anak-anak itu. Ditambah lagi dengan kebisingan yang ditimbulkan oleh celotehan mereka membuat hiruk pikuk tenda makin tak terkendali.

"Batagornya di sini belum beh!" teriak Didan, salah satu anak SMA yang berisik itu.

"Ketopraknya dua lagi belom!" timpal Nara sambil iseng memasukkan garam ke gelas teh manis cowok di sampingnya. Sementara Fide, si korban, tampak nggak sadar dan serius berkomentar tentang UN.

"Meningkatkan mutu pendidikan nggak mesti kayak gini kan? Kualitas gurunya gimana? Terus kurikulum dan sarana pendidikan juga kudu diperhatiin." Fide berkoar-koar.

"Iya, Fid. Perasaan angkatan kita dijadiin kelinci percobaan mulu deh. Pertama ada UN gini pas kita kelas tiga SMP kan? Nah sekarang, UN ditambah mata pelajarannya juga pas angkatan kita kelas tiga. Mending kalau batas kelulusannya dikurangi atau gimana kek gitu. Eh, ini tetep aja ditambahin. Kasian banget ya kita!?" timpal Nino.

"Gue sih lebih kasian sama Fide. Pasti entar dia muntah-muntah abis minum teh manisnya," bisik Dame pada Yuna, cewek berambut bob di sebelahnya.

"Bukan teh manis kali. Tapi teh asin," kikik Yuna seraya menggigit bibirnya geli.

Serri, yang duduk di depan mereka, menendang kaki keduanya sambil mengangkat alis-pengen tau mereka lagi ngetawain apa.

"Teh Fide dikasih garam sama Nara," bisik Rega, yang melihat kelakuan bocah itu sejak awal.

Tawa Serri tertahan. "Aneh amat sih tuh anak. Hari gini masih bisa jahil. Dia nggak pusing sama UN ya?!" Serri geleng-geleng kepala.

"Siapa?" tanya Lulu yang duduk di sebelah kiri Serri. Kedua jempolnya bergerak di atas keypad ponsel. Cewek satu ini memang punya kemampuan mengetik SMS tanpa lihat layar.

"Cowoknya si Dame lagi kumat tuh. Dia ngusilin Fide pake garam," bisik Serri.

Lulu meringis. Pernah dijahili Nara dengan cara yang sama, ia tahu betul gimana rasanya minum teh yang dikasih garam.

"Jujur aja, gue lebih nyaman jaman SD." Fide lanjut komentar. "Ujian akhirnya pake Ebtanas. Biarpun mata pelajaran lebih banyak tapi kelulusannya nggak cuma ditentuin dari NEM aja. Nilai-nilai sebelumnya selama kita sekolah juga ikut ngaruh buat kelulusan."

The Chronicles of Senior Year [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang