Suatu hari di tahun 2019.
Yuna meringis. "Perasaan gue jadi nggak enak nih." Matanya nggak berhenti bolak-balik menatap layar HP dan pintu bergantian, menunggu sosok yang tak kunjung muncul. "BBMnya belum diread dari tadi. Barusan gue ping! malah tanda ceklis."
"Penganten sih, macem-macem. Sok-sokan main rahasia," tukas Didan, ikut-ikutan menatap pintu geregetan.
"Soalnya mereka takut udah koar-koar ngabarin tanggal, tapi ada halangan, terpaksa jadi batal atau diundur. Kan malu," bela Lulu. Ia menjentikkan jarinya pada Yuna yang duduk di seberang meja. "Eh, Na. Itu anak gue bandonya turun lagi. Benerin dong. Kasian nggak bisa liat."
Yuna menunduk pada bocah dua tahun di pangkuannya. "Aduh, kasian Affa, si kecil kesayangan tante. Nggak keliatan ya kealingan bando?"
"Soalnya tuh anak kan kerjanya nggak kayak kita, hari minggu belum tentu dia dapat libur. Kalo mau cuti mesti bilang dari jauh-jauh hari biar bisa tukeran tugas. Gue denger dia sampe ngekorin atasannya biar bisa tuker jadwal liputan sama junior," kata Didan tanpa mengalihkan pandangan dari game online yang lagi dia mainkan di smartphone-nya melawan Gandi.
"Gue juga hampir nggak bisa datang. Ada syuting buat VT (Video Taping) peserta tiga besar. Untung produser senior baru aja dipindahin kemarin. Gue jadi yang paling tua, bisa ngakalin jadwal tugas." Gandi, yang duduk di sebelah Lulu, menyeringai puas. "Eh iya, bun." Gandi mengedikkan alisnya ke arah kepala Lulu. "Kayaknya ada rambut nyelip keluar tuh di pipi. Gimana sih? Pake hijab jangan ribet-ribet makanya."
Lulu mendelik seolah bisa melihat kerudung bagian sampingnya dengan jelas. Lalu menggunakan telunjuk untuk mengembalikan posisi beberapa helai rambut ke dalam lindungan hijab. Ia berdecak. "Bilang kek dari tadi. Malah keasikan main game."
Yuna merebahkan dagunya di puncak kepala Affa. Sesekali mencium jidat bocah yang anteng mainin jari-jari Yuna di dalam pelukannya. "Gue mau yang gini satu deh."
"Makanya pacaran jangan lama-lama. Segera minta dilamar sana," sindir Lulu.
Yuna merengut. "Sedih ya pacaran sama tentara. Masih ada setahun sampai dia ditugasin di Pulau Jawa lagi."
"Ya udah. Tahun depan minta nikah sana," sahut Lulu.
Yuna terkekeh. "Amin, amin."
"Eh, jangan gitu dong. Sebagai cowok, gue juga ngerasain nggak enaknya diminta cepet-cepet nikahin pacar," kata Didan, masih tak berniat mengalihkan pandangan dari layar smartphone. "Tolong jangan bebani kami para lelaki. Nafkahin anak orang itu butuh modal."
Gandi mendengus geli. "Bener."
Kedua cewek itu mencibir dengar alibi para cowok.
"Oh iya, mungpung inget. Mamanya Affa, tolong sisain pashmina instan sama saudia masing-masing sepuluh ya. Masih inget nggak sama Asha? Mahasiswi gue orang Solo itu. Dia mau jadi reseller tapi malu ngomong sama lo."
"Kenapa dia malu?" tanya Lulu sambil mengetik pesanan Yuna.
"Nggak tau tuh. Dia cuma bilang malu. Padahal anaknya aktif di BEM," jawab Yuna. "Sama sekalian pesen lagi pashmina yang kayak gini dong. Enak dipakenya nih. Warna mint sama pink ada nggak?"
"Lupa gue. Nanti dicek dulu deh. Di store nggak ada orang. Anak-anak lagi gue liburin." Lulu mendorong sikut Didan biar konsentrasinya pada game buyar. "Pacar lo kan hijabers juga, Dan. Beli barang gue dong. Buat kado gitu."
"Lo belum tau, Lu? Yayangnya kan udah hijrah ke syar'i." Yuna menjawab mewakili Didan.
"Wah, hebat." Lulu meletakkan kedua tangan di atas meja, lalu mengetuk-ngetuk dagunya dengan sebelah tangan. "Kalo gitu gue mesti mulai jualan syar'i nih biar Didan langganan."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Chronicles of Senior Year [COMPLETED]
Teen FictionSekumpulan anak kelas 3 SMA yang menamai diri sebagai Keluarga Berantakan mengalami perubahan besar dalam pertemanan mereka. Hal itu terjadi sejak masa persiapan Ujian Nasional dimulai. Masalah percintaan, perbedaan gaya belajar dan cara menghadapi...