Ep 12 • Galau Tanpa Aba-aba

7 1 2
                                    

Dame masuk ke dalam rumah dengan lesu, padahal ujian terakhir baru saja selesai. Karena tak bertenaga sama sekali, Dame memutuskan untuk langsung naik ke kamarnya dan tidur, sama sekali tak menggubris telpon yang berdering di lantai bawah. Dia tau Landri sudah sampai duluan. Jadi dia pikir, biar Landri saja yang menerima panggilan itu.

Setelah mengganti seragam sekolah dengan baju santai, Dame segera merebahkan diri di tempat tidur. Ia menghela napas panjang. Rasa nyaman menyelimuti dadanya. Lalu ia meraih ponselnya dan menyalakan aplikasi music player. Me and My Boyfriend milik Mocca jadi lagu pertama yang diputar Dame.

Baru memejamkan mata beberapa detik, terdengar keributan dari arah balkon. Dame spontan membuka mata dan bangun dengan kesal untuk menghampiri Landri cs di balkon.

"Gue tuh bukan pelit, tapi irit. Kalian tau George Harrison kan? Gitaris The Beatles itu bilang, 'dunia ini hanyalah kue ulang tahun, makanlah seiris saja, jangan terlalu banyak'," kata Iman. "Hai, Dam!" sapanya begitu melihat Dame berjalan mendekat.

Dame melambai sekenannya. "Kalian lagi apa sih? Ribut banget. Gue mau tidur nih."

Garin mengangkat piringnya. "Ultah Iman, Dam. Sini ikutan makan kue. Enak lho."

"Wah, selamat ulang tahun, Iman! Semoga panjang umur, sehat selalu, dan tetap jadi yang terdepan." Dame mengangkat kedua jempolnya, lalu berjongkok dan mencolek cake cokelat yang di atasnya masih tertancap lilin berbentuk angka delapan belas.

"Enak kan? Buatan nyokap gue tuh!" Iman menyombongkan diri.

Dame mengangguk setuju. "Enak, enak. Nggak ninggalin sensasi eneg di tenggorokan."

Iman mengiris kue dalam potongan yang cukup besar, meletakkan di piring, lalu menyerahkannya pada Dame. "Semoga do'a lo didengar Tuhan. Makasih ya."

"Kok Dame gede banget sih kuenya?" protes Garin.

"Lo mau nambahin lemak di badan dia? Gue laporin Mbak Nilam lho," ancam Landri.

Dame menginjak kaki Landri penuh dengki. Puas melihat rintihan bocah itu, ia pun menoleh pada Iman sambil mengacungkan piringnya. "Gue makan di dalem ya."

"Eh, lo nggak akan minta traktir nih? Kita udah lho tadi di restoran Itali," ceplos Landri.

Iman yang sedang minum langsung tersedak dan buru-buru menyikut lengan Landri. "Ntar kalo dia beneran minta, gue bisa tekor," bisiknya.

"Makanan Jepang kayaknya enak. Gue browsing dulu deh. Tapi jangan ajak mereka. Gue pengen makan dengan damai. Bye." Dame nyengir, kemudian berjalan kembali ke kamarnya.

Dame terkekeh mendengar Iman misuh-misuh sementara Landri dan Garin tertawa puas atas tanggungjawab baru cowok itu. Ia menutup pintu dengan kakinya lalu berjalan menuju tempat tidur sambil terus mencolek krim di pinggiran cake. Setelah meletakan piring cake di meja komputer, Dame kembali merebahkan diri di kasur. Ia tengah menguap lebar saat mendapati satu SMS masuk di ponselnya.

FROM: Master of Prankster

All break ups are hard. Bon Jovi said, 'if nothing goes right, go left'. And 'left' is a past tense of leave, that is direction for an end. I have to go. I'm sorry.

"Hah?" Dame menatap ponselnya bingung. Kedua alisnya bertaut di tengah-tengah. Ia menekan tombol speed dial untuk nomor Nara. Tapi begitu telinganya menempel ke ponsel, ia langsung bisa mendengar nada pemberitahuan nomor yang nonaktif.

"Naraaaa... maksud kamu apa sihh?" rutuk Dame sambil terus mencoba menghubungi cowok itu. "Please aktifin HPnya, Jeng Naraa!"

Hingga setengah jam berikutnya Dame hanya melakukan hal yang sama—menghubungi nomor Nara yang masih tak aktif dan menggumam tak jelas. Dame menghela napas panjang dengan dengusan kesal seperti banteng yang siap menyeruduk matador.

The Chronicles of Senior Year [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang