Ep 23 • Pulang ke 'Rumah'

4 0 0
                                    

MINGGU, 20 APRIL 2008.

Yuna berlari dengan panik menuju gerbang sekolah. Tas kecil di punggungnya bergerak ke sana kemari tampak akan jatuh sewaktu-waktu. Beberapa helai rambut terurai ke pipinya yang pucat karena nggak sempat pakai bedak.

Ia berhenti di samping gedung perpustakaan yang terletak tepat setelah gerbang sekolah. Nafasnya ngos-ngosan, mata menyipit agar bisa menatap ke kejauhan dengan jelas. Di sana, barisan tengah di ujung kanan lapangan olahraga, Keluarga Berantakan duduk sama-sama, meninggalkan teman-teman sekelas mereka.

Terjadi perdebatan kecil di kepala Yuna. Nggak sulit untuk bergabung dengan mereka karena posisi yang strategis di paling ujung, tapi apakah mereka akan menyambutnya dengan hangat? Sebaliknya, kalo menghindar dengan siapa dia akan duduk? Sendirian di antara orang-orang yang duduk bergerombol rasanya jauh lebih menyedihkan daripada duduk sendiri di tempat sepi.

"Lo telat juga?"

Yuna terenyak samar. Pelan-pelan menoleh untuk bertemu tatap dengan orang yang menyapanya. "Eh, iya. Elo?"

Nara mengedikan bahu. "Nggak mood gue keluar rumah minggu pagi."

Yuna mengangguk setuju sambil tersenyum singkat.

Nara berjalan melewatinya, lalu menoleh setelah beberapa langkah. "Duduk di mana? Mau sendiri aja?"

Yuna termangu. Hatinya mencelos. Tenggorokannya mendadak kering dan bikin sesak.

Nara menatap langit-langit perpustakaan. "Menurut gue sih, sendiri itu nggak seru. Sepi... sepi dan sendiri aku benci." Ia menepuk jidat tanpa tenaga. "Itu kan puisi Rangga."

Yuna tersenyum garing. "AADC ya?"

"Bosan aku dengan penat dan enyah saja kau pekat!" pekik Nara dengan suara tertahan. "Gitu. Yang bikin puisi jagoan ya. Bisa mainin kata jadi sekeren itu."

"Iya, ya." Yuna mengangguk canggung, bingung gimana harus bereaksi. Dia berdeham. "Yang lain mana? Nggak janjian?" tanyanya pura-pura nggak tau.

"Katanya mau duduk deket kantin depan, biar gampang pergi pas bubar. Padahal duduk di tengah lebih enak ya. Kalo ngegosip nggak bakal keliatan sama guru," kata Nara. "Yuk."

"Hah?" Yuna dengar ajakan Nara dengan jelas. Tapi ia sangsi maksud Nara bilang itu buat pamit atau mengajaknya untuk gabung dengan Keluarga Berantakan. Sejak e-mail yang dikirimnya nggak dapat respon sama sekali, ia jadi hilang semangat buat baikan sama teman-temannya. Ia pikir mereka bakal menyambutnya dengan ramah dan heboh nggak jelas seperti biasa. Tapi nyatanya, dia malah nggak dianggap sama sekali.

"Ayo. Kok malah bengong sih?"

Yuna gamang menatap Nara dan lapang olahraga bergantian. Dia benar-benar ingin pergi dan bergabung, tapi takut ditolak.

Nara berdecak. "Gimana sih lo? Ayo lah. Sebelum gue narik tangan lo nih. Lo mau orang-orang ngegosipin kita gara-gara pegangan tangan?"

Spontan tangan kiri Yuna memegang pergelangan tangan kanannya dan ditempelkan ke dada. "Lo jangan bercanda dong."

"Ya elu sih, malah bengong gitu. Gue kan pegel berdiri nungguin lo mikir," tuding Nara.

Seulas senyum geli terkembang di bibir Yuna. Entah kenapa keluhan Nara malah terdengar lucu di telinganya. Ia jadi kangen sahabat-sahabatnya. Kangen denger humor absurd mereka, kangen ngegodain Dame dan Nara yang lebih mirip anak kembar ketimbang couple, kangen dengar cerita Serri soal Landri, kangen diganggu Nino, kangen liat Rega yang suka kecentilan, kangen liat Fide dijailin, kangen diekorin Didan ke mana-mana, kangen liat Lulu diledekin kalo lagi SMSan.

The Chronicles of Senior Year [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang