Ep 8 • Cerita Malam

5 1 0
                                    

"Sekolah gue UASnya dua minggu lagi. Lo kapan?" tanya Landri.

Saat ini, ia dan Dame sedang bekerjasama menyelesaikan PR matematika masing-masing. Walaupun tugasnya berbeda, tapi teorinya sudah pasti sama. Jadi mereka memutuskan untuk bekerja sama menyelesaikan soal-soal itu satu per satu.

"Biasanya sekolah kita ujiannya bareng kan?" sahut Dame, asal jawab. Konsentrasinya sedang terfokus pada jawaban soal yang baru diselesaikan Landri. "Eh, ini endingnya udah gini aja?"

"Apaan?" Landri merangkak ke sebelah Dame dan mengamati hasil pekerjaannya. "Iya. Cuma segini. Emang lu mau gimana lagi? Jawabannya udah sepanjang gini juga."

Dame bangkit dari posisinya dan duduk bersila. Tangan menyilang di depan dada. "Ini nih yang bikin gue sebel sama matematika. Soal cuma sebaris, jawabannya bisa sampe ngabisin satu halaman. Kalo akuntansi masih maklum. Ngabisin kertas karena jawabannya pake tabel. Lha ini?" Dame menghembuskan napas dengan cepat. "Siapa sih drama queen yang nyiptain rumus matematika? Bikin puyeng aja. Emang kita ngitung belanjaan pake rumus phytagoras? Hidup tuh udah ribet. Sekarang matematika bikin semuanya makin ribet."

Landri memukul kepala Dame dengan pensil. "Ngaca. Yang drama queen tuh elu, bukan pakar matematika. Udah untung ada orang yang kerja keras bikinin rumus biar kita lebih gampang ngerjain. Masih aja lu protes."

Dame mencibir. Ia meraih ponselnya untuk memeriksa inbox. Ada tiga pesan dari Didan. "Lan," panggil Dame, "makalah yang gue titip buat diprint sama fotokopi mana?" tanyanya. Melihat Landri cuma bengong, Dame lanjut menjelaskan, "Itu lho, waktu printer kita baru dimasukin ke tempat servis, gue kan ada tugas sejarah. Kebetulan waktu itu lo juga mau ngeprint tugas sekolah. Inget nggak? Gue lupa kejadiannya hari apa. Pokoknya minggu kemaren."

"Ahh!" Landri menjentikkan jari. "Yang itu." Ia terdiam, memikirkan posisi terakhir makalah tersebut. "Kayaknya sih gue titip di... tasnyaaaa... siapa ya? Gue lupa nih. Hehe."

Giliran Dame yang memukul Landri dengan bukunya. "Gimana sih? Titipan orang jangan ditaruh sembarangan dong."

Landri meringis. "Ya sorry. Itu kan bukan tugas gue. Mana gue inget?"

"Kan waktu itu udah gue bilang, tugasnya buat presentasi hari rabu!" pekik Dame. "Terus gue gimana dong? Jam segini mana ada rental komputer yang masih buka di sekitar sini?!"

"Ya tinggal print aja besok. Nggak usah ribet deh," ujar Landri.

"Ribet, Lan. Ini tugasnya buat jam pertama. Mana mungkin sempet ngeprint? Gue mesti berangkat jam berapa dari rumah?!"

Landri nyengir. Paham bagaimana repotnya kalo besok pagi mesti ngeprint dulu sebelum berangkat sekolah.

"Lo tuh cueknya bener-bener luar biasa." Dame meniup poninya berkali-kali dengan kesal.

"Makalah itu buat presentasi besok kan? Lo undur aja presentasinya jadi minggu depan. Lumayan juga kan biar persiapannya lebih pol," usul Landri.

"Kalo tugas individu sih masih bisa kayak gitu. Masalahnya ini tugas kelompok, Lan." Dame merapatkan giginya demi mengurangi rasa kesal yang makin naik ke ubun-ubun. Ia melirik ponselnya yang bergetar. "Tuh kan. Ketua kelompoknya miskol lagi. Kalo udah gini, dia pasti ngamuk besoknyaaaaa." Ia melemparkan ponselnya begitu saja ke karpet dengan bibir cemberut.

"Sampe segitunya. Emang ketuanya siapa?" tanya Landri cuek.

"Si Didan." Dame melirik lagi HPnya yang masih bergetar, lalu kembali menatap Landri. "Lo nggak tau kan gimana judesnya tuh anak kalo ada orang yang ganggu rencana dia?"

The Chronicles of Senior Year [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang