Keesokan harinya, anak-anak IPS 3 terpaksa harus berdiri di lapangan upacara selama jam pelajaran tambahan, tepat saat matahari sedang bersinar terik di ufuk barat. Maksud hati mau mempermudah proses belajar, anak-anak itu malah kena omel dan setrap gara-gara merusak properti sekolah. Meski insiden corat-coret jendela hanya dilakukan oleh beberapa murid, tapi imbasnya terpaksa harus 'dinikmati' ramai-ramai oleh seluruh kelas.
"Heh elo!" seru Rega. Ia berjalan dengan santai menuju Didan yang sedang mengeluarkan motor dari parkiran. "Liat kulit gue! Jadi keling begini kan gara-gara dijemur. Gimana kalo nanti cewek-cewek jadi ilfil sama gue? Tanggung jawab dong."
Didan nyengir. "Nggak pa-pa, Re. Item bagus kali. Eksotis."
Rega manyun. "Untung aja gue cakep. Kalo jelek nggak bakal ada lagi yang tersisa dari gue."
Didan menstrarter motornya. "Lo bawa mobil, Re?" tanyanya, mengabaikan celotehan narsis cowok di depannya.
Rega mengangguk lalu berbisik, "Yuna kayaknya marah sama lo deh."
Didan menatap Rega bingung.
"Gara-gara ide lo nyorat-nyoret jendela itu kan dia jadi ikut disetrap. Padahal selama tiga tahun di sini nggak pernah sekalipun dia dapat hukuman." Rega memegang pundak Didan dengan lagak sok bijak. "Elo udah menghancurkan pencapaiannya yang sempurna, Dan."
"Serius dia marah sama gue?"
"Siap-siap aja dicuekin dan diketusin." Rega nyengir sebelum berlalu pergi.
Didan menatap Rega hingga sosok anak itu menghilang ke dalam mobilnya. Ia melambai saat Rega memberi klakson sebagai tanda pamit jalan duluan.
"Gawat nih! Berapa orang yang marah sama gue ya?" Didan menatap mobil Rega yang bergerak semakin jauh dengan perasaan khawatir.
* * *
"Jadi itu gara-gara nyoretin jendela kelas?" tanya Ririn di tengah tawanya.
"Gila, panas banget. Gue sampe ngarep pingsan sebelum hukuman kelar. Tapi sesabar apapun nungguin, gue sama sekali nggak pusing." Serri tertawa setelah mengakhiri ceritanya.
"Untung ya hari ini gue bawa mobil. Abis berjemur di padang gurun bisa pulang enak deh lo berdua," kekeh Ririn.
Serri mengangguk setuju. "Makasih ya ngajakin gue jalan-jalan, Rin. Gerah nih badan butuh yang adem-adem." Ia menoleh pada Yuna yang duduk di jok belakang. "Lo yakin nggak ikut jalan-jalan dulu, Na? Bolos bimbel sekali-kali nggak pa-pa dong. Hehehe."
Suasana mendadak sunyi saat Yuna tak menunjukan respon dalam bentuk apapun. Ia sibuk menatap keluar jendela seolah pemandangan macet di luar sana terlalu berharga buat dilewatkan. Serri dan Lulu saling lirik dengan canggung. Sadar mood Yuna benar-benar di level yang tak bisa diganggu, Serri kembali memutar posisi duduknya seperti semula.
"Tapi seru juga ya. Kalian jadi punya cerita buat diinget pas reunian," seloroh Ririn. "Coba lo di sekolah lempeng-lempeng aja, nggak pernah kena masalah apapun, track record perfect, siswa rajin tanpa sejarah pendidikan cacat. Apa yang bisa diinget orang? Cuma status doang kan? Kenangannya di mana? Seninya di mana?"
Serri melotot geli. "Wah, Ririn. Gaya ngomong lo kok kayak Dame sih?"
"Emang begitu dia," kekeh Lulu. "Suka aneh kayak Dame. Kadang gue nggak ngerti maksud omongan dia tuh apa."
"Tapi kan lo seneng deket-deket gue. Kalo bukan sama gue mau main sama siapa lo di kelas?" tuding Ririn.
Lulu mencibir sambil tersenyum samar. Emang bener sih, tanpa Ririn, Lulu nggak bakal betah di kelasnya. "Tadi gue sempet ngobrol sama Dame, Rega, Nino pas lagi nunggu kalian. Lo tau kan, Dame selalu bilang soal 'reuni 500 tahun lagi' atau 'sampai jumpa 500 tahun lagi'?" Ia tertawa. "Jadi tadi tuh mereka gila-gilaan gitu. Akting seolah-olah mereka ketemu pertama kali di acara reuni setelah pisah selama 500 tahun. Sok-sokan nostalgia sambil pura-pura ketawa heboh."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chronicles of Senior Year [COMPLETED]
Teen FictionSekumpulan anak kelas 3 SMA yang menamai diri sebagai Keluarga Berantakan mengalami perubahan besar dalam pertemanan mereka. Hal itu terjadi sejak masa persiapan Ujian Nasional dimulai. Masalah percintaan, perbedaan gaya belajar dan cara menghadapi...