Ep 24 • D-Day

1 0 0
                                    

Yuna melambatkan langkah saat makin dekat ke gerbang sekolah. Selasa, 22 April 2008, awal dari hari penentuan selama tiga tahun belajar di SMA. Hari pertama Ujian Akhir Nasional yang dimulai dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika untuk semua jurusan.

Yuna berhenti tepat di depan gerbang, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, tapi malah membuatnya ingin menangis. Ia memijat pelipisnya. Rasanya berat untuk melangkah masuk. Sekolah jadi begitu menyeramkan. Kalo bisa bolos, mungkin Yuna sudah minta ibunya untuk menulis surat ijin nggak masuk.

"Okeh. Bisa kok, pasti bisa."

Untuk terakhir kalinya, Yuna menghembuskan napas dengan keras dan panjang, berharap bisa bikin rasa percaya dirinya meningkat. Yuna menegakkan tubuhnya dan berjalan melewati gerbang dan pos satpam dengan langkah cepat. Ia menundukkan kepala namun menatap lurus ke depan dengan ekspresi muka mengeras. Sekilas tampak seperti tokoh pahlawan di film-film Hollywood yang sudah menentukan target untuk dikalahkan.

"Yuna! Akhirnya gue bisa ngejain rumus matematika!"

Yuna menahan napas dengan mata tertutup karena kaget. Ia memanyunkan mulutnya saat lehernya dipeluk dengan kasar dari belakang.

"Keajaiban banget, sumpah! Nyaris abis gue diomelin Landri demi bisa ngerjain sendiri. Untungnya dia nggak nyerah ngajarin gue. Bisa bayangin kan lo, gimana panasnya telinga gue denger dia nyap-nyap berhari-hari?"

Yuna terkekeh. "Tapi akhirnya lo jadi bisa kan?"

"Iya sih. Seneng juga punya sodara pinter dan keras kepala kayak dia. Kalo dia lemah, mungkin dia udah pergi dan bodo amat nasib gue mau kayak gimana. Gara-gara itu gue jadi kepikiran, kenapa nggak dari dulu-dulu aja ya minta diajarin Landri? Cara dia ngajarin lebih ngena ke otak dan jiwa dibanding guru les manapun." Dame cekikikan.

"Akhirnya lo sadar dia keren juga. Iya kan?" Serri melongokan kepala dari arah belakang.

Dame mendelik sambil mengerutkan hidung. "Biasa aja tuh."

Serri berjalan di samping Dame dengan senyum bangga, kedua tangannya memegang tali ransel seolah-olah bisa lepas kalo nggak ditahan.

"Gue nggak bisa tidur." Rega tiba-tiba muncul di samping Yuna dengan tampang pucat.

"Ya ampun, lo segitu nervousnya sampe nggak bisa tidur?" kekeh Serri.

"Tumben, biasanya lo selalu tenang dan tau gimana caranya buat sok cool," timpal Dame.

Rega merapatkan jaketnya. "Bukan gara-gara ujian, gue lagi meriang." Ia meraih tangan Yuna dan menempelkan ke jidatnya. "Panas kan?"

Yuna merengut. "Yaah... lo jangan sakit dong, Re. Ini kan saat-saat penting."

"Nggak. Gue nggak bakal tepar di ruang ujian. Gue kuat dan penuh tekad!" Rega mengepalkan kedua tangan dengan tenaga seadanya.

Serri mengeluarkan botol kecil dari saku tas dan menyodorkannya pada Rega. "Nih, vitamin buat boosting energi."

"Gue udah minum obat sih," kata Rega saat meraih botol tersebut, "tapi makasih ya."

Begitu mereka makin dekat dengan kelas tempat ujian, anak-anak IPS 3 langsung teriak-teriak memanggil nama Yuna dan menyuruhnya untuk berlari mendekat.

"Kenapa sih mereka lebai banget?" sungut Dame. "Berisik woi! Yang lain lagi belajar."

Serri mendorong Dame sambil tertawa.

"Heh, elu juga berisik! Jangan teriak-teriak dong. Norak!" protes Fide yang duduk nyelip di antara teman-temannya di kelas IPA.

"Ih, siapa lu? Nggak kenal," cibir Dame.

The Chronicles of Senior Year [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang