Ep 2 • Tips Kencan Romantis

27 3 2
                                    

"Tumben pacaran di teras rumah. Biasanya juga nongkrong di rental DVD."

Dame dan Nara serempak menoleh ke arah pagar. Landri muncul diikuti kedua temannya yang masih mengenakan helm masing-masing.

Landri adalah adik bungsu mama yang sebulan lebih muda dari Dame. Awalnya ia tinggal di Indramayu bersama ibunya yang single parent. Ayahnya meninggal karena stroke ketika Landri berumur lima tahun. Tujuh tahun kemudian, sang ibu menyusul dengan penyakit yang sama. Sejak itulah Landri diasuh oleh keluarga kakak tertuanya, yang tak lain adalah mama Dame.

"Nggak ikut demo, Dam? Tadi gue cuma liat si pacar doang," tanya Iman, cowok kriwil dengan tahi lalat di pipi yang ia banggakan sebagai imitasi legendary woman, Marlyn Monroe.

"Ikut kok. Gue juga liat kalian lagi heboh teriak-teriak," kata Dame.

"Kok nggak nyapa? Kalo liat duluan, harusnya lo yang nyapa duluan," tukas Garin, cowok berambut coklat yang pipinya dipenuhi bintik bekas jerawat.

Dame mencibir. "Kaliannya lebai. Mending gue pura-pura nggak kenal aja."

Landri menyenggol sikut Nara dengan helmnya. "Tadi nggak gabung sama temen-temen lo ya? Kayaknya gue liat lo malah sama gerombolan SMA Patriot."

Nara mengangkat alis. "Sekalian reuni. Temen SMP gue rata-rata anak sana. Kenapa?"

Landri menggeleng. "Cuma heran. Biasanya kan nempel terus sama ceweknya," katanya, kemudian melengos ke dalam rumah. Iman dan Garin segera mengekor saat Dame bilang sang mama pulang dengan membawa ikan bakar oleh-oleh dari bekas murid SDnya. Mereka memang cukup dekat dengan keluarga Landri sampai nggak segan-segan buat nebeng makan.

Nara menghela napas lega setelah kepergian geng itu. Ia selalu merasa kagok tiap kali ada mereka. Entah karena apa, Nara sendiri kurang mengerti.

Dame mengeluarkan permen lolipop dari saku rok seragamnya. Ia membuka plastiknya dan langsung memasukan ke mulut. "Kenapa sih kamu sama Landri kayak gitu?" tanyanya seraya mengeluarkan lolipop lain, membukanya dan menyuapkan langsung ke mulut Nara.

"Kayak gimana?" Nara balik tanya.

"Kayak nggak akur. Pernah ada masalah?"

Nara menggeleng. "Baik-baik aja kok."

Dame menatap Nara sangsi.

"Serius," kata Nara, menyadari tatapan ragu Dame.

"Kalo emang bermasalah, bilang aja terus terang. Nggak usah diumpetin. Kan nggak enak juga liatnya. Siapa tau aku bisa bantu. Kalian berdua kan punya posisi yang sama-sama penting buat aku, jadi," Dame merangkul bahu cowoknya, "tertawalah bersama-sama. Oke, sayang?"

Mendengar kata 'sayang' keluar dari mulut Dame membuat Nara bergidik dan otomatis menggeser posisi duduknya agak menjauhi gadis itu. "Oh my god!!" Tawa Nara tertahan. "Heh! Serius kamu manggil aku 'sayang'? Jangan deh. Geli. Selama dua tahun pacaran nggak pernah sekalipun ada hal romantis di antara kita kan? Jangan merubah jalur yang udah nyaman dong."

Dame mengeluarkan lolipop dari mulutnya dan menempelkan sebelah tangan ke bibir. "Yah, keceplosan deh," gumamnya.

"Nggak usah sok imut gitu kali," ledek Nara di tengah-tengah tawanya.

Dame kembali memasukan lolipop ke mulutnya. Ia tertawa sumbang, lalu mengalihkan pandangan seraya menggertakan giginya kesal.

Mereka memang pasangan paling nggak romantis sedunia. Di saat pasangan lain saling panggil dengan sebutan manis kayak 'baby', 'sayang', atau mengikuti tren yang muncul baru-baru ini—act like newly wed couple and call each other with 'mami-papi', 'ayah-bunda', atau sebutan ala pasutri lainnya—Nara dan Dame justru melakukan hal yang tak biasa.

Dame yang punya nama lengkap Julistya Damayanti Suhendra, akan diplesetkan Nara jadi Ijul. Sedangkan Ginara Cahya Nugraha akan dipanggil Dame dengan Gina atau Jeng Nara. Intinya sih saling merubah panggilan jadi cross gender. Hal itu terinspirasi dari nama Nara yang saru dan bikin dia sering dianggap cewek.

Nara berdeham. "Kamu mau jadi cewek romantis ya?" tanyanya. "Mau aku kasih tau, gimana cara paling ampuh biar sisi romantis kamu bikin aku terpesona?"

Dame menoleh. "SMS tiap menit nanyain 'lagi apa?' atau 'udah makan?'? Nelpon pagi-pagi buat bangunin kamu? Atau... ngasih goodnight kiss lewat telpon sebelum tidur?" tebaknya. Ia meringis. "That's exactly ain't my style. I know you knew it!"

Nara menjawil pipi Dame geregetan. "Nggak gitu juga," ujarnya. Ia mengelus-elus pipi Dame saat gadis itu meringis kesakitan. "Cara yang aku maksud adalah... ber-kor-ban."

Dame menatap Nara jahil. "Emang pengorbanan kayak apa sih yang Gina anggap romantis?"

Nara menyeringai, matanya berkilat antusias. "Bimbingan belajar bareng yuk. Mengorbankan jadwal main sepulang sekolah demi belajar sama-sama, bukannya itu romantis banget?"

Tawa Dame meledak hingga lolipopnya jatuh dan menggelinding ke arah kaki Nara. "Ups. Muncrat." Dame mengelap bibirnya sambil cekikikan.

"Jorok banget sih jadi cewek!" Nara meringis sebal.

"Kayaknya cuma lo doang deh yang mikir belajar bareng pacar di tempat les bisa romantis. Kalo belajarnya cuma berdua, ditemani lilin dan cemilan manis, terus salah satunya jadi tutor dan ngajarnya pake sedikit skinship, itu baru rada romantis," tandas Dame.

"Imajinasi lo kemana sih? Kenapa mesti ada lilin sama cemilan? Emangnya mau ngepet?"

Dame mencubit pipi sendiri biar berhenti tertawa. "Bimbel itu sama sekali nggak romantis."

"Ya romantis lah. Ceritanya kan tentang sepasang kekasih yang berjuang sama-sama demi lulus Ujian Negara." Nara melipat tangan di dada. "Kurang romantis apa lagi?"

Dame mendesah maklum. "Ah Gina ya. Ada-ada aja. Siapa juga yang mau romantis-romantisan? Orang tadi aku keceplosan kok." Tanpa sengaja Dame melirik tangan Nara yang masih terlipat di dada. Matanya menyipit. Ia meraih tangan cowok itu saat sesuatu melintas di pikirannya. "Mau ini dong. Bisa jadi simbol romantisme juga lho." Ia menunjuk cincin perak di jari telunjuk Nara.

Nara mengernyit. "Cincin yang kayak gini sih banyak di toko-toko asesoris. Kalo mau, nanti belinya aku anter," kata Nara.

"Nggak sama rasanya antara dikasih orang sama beli sendiri," sergah Dame.

"Tapi lo minta, bukan dikasih," ujar Nara.

"Makanya sekarang kamu lepas terus masukkin ke jari aku. Jadi nanti keliatannya kayak kamu yang punya inisiatif ngasih cincin ini. Ayo!" Dame menyodorkan tangan kirinya ke hadapan Nara.

"Jadi sebenernya tujuan kamu apa sih?" Nara menatap Dame tampak keberatan.

Dame cengengesan. Dia menunjuk-nunjuk jarinya tanpa berkata apa-apa. Dengan sangat terpaksa Nara melepaskan cincinnya dan memasukkan ke jari manis Dame.

"Makasih. Lo romantis deh." Dame memandangi cincin barunya sambil senyum-senyum. "Dengan ini gue bisa pamer sama semua orang kalo gue punya pacar."

Nara mencibir. Ia memasukkan kedua tangannya ke saku celana sambil menggerutu. "Semua orang juga tau kita pacaran."

Dame menjulurkan lidah tanpa mengalihkan pandangan dari tangannya. Sementara itu, di balik jendela yang tertutupi gorden tipis dan kaca yang cukup gelap, empat pasang mata tengah mengamati dua orang itu dengan kening berkerut.

"Gue nggak ngerti. Kenapa tuh cowok bisa mikir bimbel bareng pacar itu romantis?" Garin garuk-garuk kepala.

"Mau ngerjain mereka nggak? Kita bayar orang buat jadi orang ketiga dan gangguin couple gila ini," usul Landri dengan suara pelan. "Walaupun gue nggak yakin mereka bisa beralih ke lain hati semudah itu. Nggak ada yang bisa ngalahin keanehan dua orang itu sih."

"By the way, kita kekurangan kecap buat sambelnya nih. Ada yang mau jadi sukarelawan pergi ke warung nggak?" bisik mama, out of topic.

Ketiga anak itu menoleh, lalu serempak mengedikan kepala ke arah Dame yang masih berada di luar. Bermaksud mengalihkan tugas pada gadis itu.

Mama mengangkat alis ragu. "Emang Nara mau disuruh sama tante?" Pertanyaan polos mama membuat tiga cowok itu kompak beranjak dari sana biar bisa tertawa lepas.

**

The Chronicles of Senior Year [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang