Satu bulan menuju UN. Anak-anak kelas tiga makin sensitif dan galau menghadapi masa-masa penghujung SMA. Di kelas IPS 3, catatan rumus matematika dan teori-teori bertebaran di berbagai sudut kelas. Bahkan tempat sampah di depan kelas pun ditempeli catatan kecil untuk mereka intip di kala buang sampah.
"Jidat lo nggak bakal ditempelin juga?" celetuk Nino.
Didan menyipit menatap karya seninya. Ia menoleh ke belakang tanpa memperdulikan Nino yang berdiri di sampingnya. "Yo, Ardi! Lekas give me spidolnya."
Ardi yang tengah serius main tebak lagu yang diputar di radio bersama yang lain langsung mencelat dan menggali saku tasnya dengan senyum lebar. Ia mengangkat spidol tinggi-tinggi seolah itu tropi penghargaan untuk dipamerkan. Lalu keduanya berjalan ke arah jendela, membuka lebar-lebar gorden kelas dengan dalih memaksimalkan usaha demi lulus dengan nilai memuaskan.
Rega bangkit dari duduknya dan menghampiri duo Didan-Ardi. Sementara Dame dan Serri serempak menopang dagu dengan penasaran.
"Nantinya, kaca polos ini bakal secantik kaca-kaca di coffee shop. Kalian pernah liat kan dekorasi-dekorasi unik ala luar negeri gitu? Kafe yang kaca jendelanya digambarin pake tinta warna putih itu lho. Pasti lucu banget deh!" tukas Didan.
"Ya ampun. Nggak segitunya kali. Ini kan kelas, bukan kafe." Nino duduk di meja Dame tanpa ijin, bikin Dame dan Serri yang duduk dempetan di satu kursi otomatis memukulnya karena kaget. "Kalo mau lebai begitu, praktekin aja di rumah masing-masing. Mengganggu keindahan properti umum lo."
"Yuna, lo ikut juga sini. Lo kan paling jago soal matematika," ajak Didan mengabaikan ocehan kontra dari teman-temannya.
Yuna yang bengong mendengarkan lagu di radio tambah bengong dengan ajakan Didan. Belum sepenuhnya ngerti rencana dan tujuan anak itu, tau-tau diajak ikut menggambar.
"Ayolah. Jangan pelit bagi ilmu. Lo kan bagai catatan berjalan, gudangnya rumus matematika, jendela dunia IPS 3, kompetitor terkuat Google." Didan menarik Yuna agar bergabung dengan proyeknya.
"Lo kan cantik. Makanya harus rajin berbagi," rayu Ardi sambil mengedip-ngedipkan mata.
Yuna nyengir malu dengar pujian Ardi. "Apaan sih lo? Ada-ada aja deh."
Nino mencibir sinis. Ia melompat dari posisi duduknya dan berlalu keluar kelas. Rega dan Dame bertukar pandang penuh arti.
Serri menyikut Dame. "Nino masih sensi ya sama Yuna?" bisiknya.
Dame mengangkat bahu. Perhatiannya segera teralihkan saat ia mendengar intro lagu Antara Ada dan Tiada milik Utopia diputar di radio. Ia segera menutup kuping dengan panik teringat fobianya terhadap lagu itu gara-gara jadi soundtrack sinetron Di Sini Ada Setan.
Rega kembali nimbrung setelah bosan melihat anak-anak pintar melukis di jendela. "Udah pada nonton filmnya belum? Ada versi layar lebarnya juga kan?" tanya Rega.
"Biasanya kan dari film jadi sinetron. Ini kok sinetron jadi film ya?" Serri memain-mainkan music player yang mereka gunakan untuk mendengar radio.
"Coba Tersanjung dijadiin film juga, daripada dibikin panjang sampe season 7," canda Rega.
Celetukannya membuat cewek-cewek heboh nostalgia ke jaman SD sambil tertawa terbahak-bahak. Mulai dari tren sinetron yang judulnya berawalan Ter-, MTV plus musik dan musisi paling hip, film Petualangan Sherina dan merchandisenya, sampai telenovela Meksiko.
"Eh, pemain-pemain Petualangan Sherina pada ke mana ya? Sherina sama Sadam tuh seumuran kita kan?" tukas Dame.
"Wah iya ya, pada ke mana ya mereka? Coba ada Petualangan Sherina 2. Yang main masih itu-itu juga. Tapi ceritanya mereka udah gede. Ada cinta-cintaannya," kata Serri

KAMU SEDANG MEMBACA
The Chronicles of Senior Year [COMPLETED]
Teen FictionSekumpulan anak kelas 3 SMA yang menamai diri sebagai Keluarga Berantakan mengalami perubahan besar dalam pertemanan mereka. Hal itu terjadi sejak masa persiapan Ujian Nasional dimulai. Masalah percintaan, perbedaan gaya belajar dan cara menghadapi...