Zuka kambeeeeeekk💃🏻💃🏻💃🏻
Vote dan komennya. Muach!
Oh ya, mohon jangan berkomentar yang negatif ya. Muach!
💖💖💖💖💖💖
Genaya berjalan ke luar menyusuri kembali koridor untuk ke cafe. Ia memasuki sebuah cafe dengan tulisan 'Monday Cafe' entah mengapa tulisannya terdengar unik dan Genaya tak peduli. Ia mengambil duduk di pojok yang sedikit jauh dari dinding kaca yang memberikan pemandangan jalanan dan pejalan kaki. Cafe-nya terlihat sangat nyaman, dengan suasana yang sejuk. Ada tanaman-tanaman hijau yang memberikan rasa segar di ruangan itu, wangi ruangannya seperti wangi hutan pinus yang menenangkan. Ia suka berada di sana, terlebih di saat suasana hatinya seperti saat ini.
Ponselnya kembali bergetar dan Genaya membuka beberapa pesan yang isinya sama.
Terima panggilanku, Ge.
Sialan! Aku tak bisa diabaikan, Genaya.
Genaya menaruh ponselnya di meja, tak lama seorang pelayan datang untuk menanyakan pesanannya. Ia hanya memesan satu chococino dengan muffin. Menenangkan pikiran dengan suasana yang tenang sambil menikati chococino terdengar tidak buruk.
Seorang pria datang membawa pesanannya dan menaruhnya di depan Genaya. Pria itu tidak trlihat seperti pelayan. Ia tinggi dan tampan, dengan kulit sedikit kecokelatan dan eksotis, lengan besarnya berotot dan terlihat keras dengan dada kokoh dari balik kaos polo birunya. Rambut pria itu hitam pekat dan terlihat rapi, dengan mata cokelat yang memesona.
"Satu chococino dan muffin bisa mengembalikan suasana hati wanita cantik yang terlihat murung ini," kata pria itu dengan nada suara yang ramah.
Genaya terkekeh pelan, ia berterima kasih. Entah mengapa pria itu memang benar-benar tak terlihat bagai seorang pelayan, karena pelayan tak akan mungkin melemparkan gombalan pada pelanggan. Pria itu duduk di depan Genaya masih memegang nampan.
"Aku Carlos, pemilik cafe ini." Pria itu melemparkan senyuman ramah pada Genaya.
"Ah, sungguh? Pantas saja Anda terlihat seperti bukan pelayan. Senang bisa bertemu dengan pemilik cafe ini."
"Kau baru pertama datang ke sini ya? Aku setiap hari di sini dan mengajak pelanggan yang butuh mengobrol hanya sampai mereka merasa benar-benar merasa lebih baik."
Genaya merasa tak harus mengindari pria itu, Carlos terlihat baik dan humoris. "Ya, pertama kalinya dan menemukan cafe bernama Monday. Saya baru dua pekan di Manhattan, kota yang sangat menakjubkan dan indah."
"Kau harus pergi ke Empire State Building dan melihat seluruh pemandangan Central Park juga Manhattan," kata Carlos lagi.
"Sayangnya belum pernah, dan mungkin besok-besok." Genaya tertawa pelan saat merasa dia mulai bisa akrab dengan orang asing, sama seperti saat dirinya mulai bisa akrab dengan Alex. Mereka para pria yang baik dan tahu cara memperlakukan seorang wanita agar nyaman berbicara.
Ponsel Genaya kembali bergetar menampilkan nama Fazio sebagai si pemanggil. Genaya mengembuskan napas pelan antara ingin menerimanya atau menolak. Ia melirik Carlos dan pria itu sedang memerhatikan layar ponselnya.
"Angkat saja, dan aku akan pergi. Pasti dari kekasihmu ya?"
Genaya menggeleng pelan. "Bukan, dia bos saya."
"Bos mana yang kontaknya diberi nama Fazio saja oleh karyawannya. Kecuali..." Carlos menaikan sebelah alisnya bermaksud menggoda Genaya.
Akan tetapi Genaya merasa tak nyaman, ia duduk dengan tak nyaman dan menolak panggilan Fazio kemudian menyeruput minumannya dan menggigit muffin-nya. Carlos sendiri masih duduk di sana, kemudian bangkit dan berpamitan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fazio's Secret Girl
Romance(Mature romance/contemporary romance/romance western) Genaya Madeleine, gadis 21 tahun yang berasal dari Inggris dan bekerja di New York. ia selalu dibayangi mimpi-mimpi kelam yang tak diingat. Ia gadis ceria dan polos, tapi hasutan Sisilia sepupuny...