Bab 23.1

81.1K 8.1K 314
                                    

Zuka kambeeeeek...

Wkwkwk ya allah kayanya mesti bawa sapu nih, kayanya sampe disarangin laba2 lapaknya 😂

Siplah.. Kalo ada typo mention ajah, dan vote dan komennya ya 😘

Semoga kalian masih suka sana ceritanya. Wkwk




💖💖💖💖💖💖




Carlos melemparkan candaan-candaan humor dan mereka membahas tentang olahraga dan musik, selama tiga jam terlibat pembicaraan dan obrolan ringan yang membuat Genaya melupakan permasalahannya sejenak. Muffin dan chococino-nya sudah habis, dan Genaya bersiap akan pulang untuk membersihkan diri. Ia melirik jam di ponselnya yang sudah menunjukan pukul 11.30.

Tiba-tiba ponselnya bergetar dan Genaya melihat si pemanngil. Ada nama Fazio yang memanggilnya, dan itu membuatnya cukup terheran karena Fazio lebih sering meneleponnya. Ia tak tahu orang yang seperti apa Fazio. Dia sangat misterius, penuh rahasia, dan sangat pandai menyembunyikan segala ekspresi wajahnya. Pria itu hanya menganggapnya teman tidur, tapi juga terlihat seakan mencemaskannya.

Genaya melirik Carlos dan pria itu mengangguk agar ia menerima panggilannya, lalu Carlos pergi meninggalkannya. Genaya menerima panggilannya dan memilih diam agara Fazio lebih dulu bersuara.

"Sialan kau, Genaya. Aku tak suka melihatmu dengan pria lain. Apa yang kau lakukan selama berjam-jam bersama pria itu?" suara Fazio terdengar menggeram.

"Aku hanya mengobrol, Carlos pria baik dan ramah."

"Aku tak suka melihatmu dengan pria lain, kau paham itu?" Fazio masih menggeram dan Genaya dapat mendengar gigirnya bergemeletuk dari seberang line. "Aku tak suka kau disentuh pria lain."

Genaya mengembuskan napasnya pelan. "Demi Tuhan, Fazio, dia sama sekali tak menyentuhku. Tunggu! Kau tahu aku di Monday Cafe dari mana? Kau menguntitku?" Genaya membulatkan bibirnya dengan wajah terkejut yang kini berubah kesal.

Genaya kesal, tentu saja. Fazio bahkan hanya menganggapnya kekasih rahasia, dan pria itu sangat posesif sampai menguntitnya. Genaya merasa Fazio benar-benar menyimpan sesuatu yang tak boleh ia ketahui, karena sikapnya yang selalu berubah-ubah.

"Keluarlah," perintah Fazio kemudian sambungan telepon terputus.

Genaya bangun dan mengembuskan napas pelan. Ia tak ingin menemui Fazio saat ini, tapi dia juga tak bisa menolak pria itu. Fazio seakan telah meracuni segala yang ada pada dirinya, hingga ia tak bisa lepas dari pria itu. Fazio tak pernah bisa ditolak, dan tak akan perna bisa.

Genaya bergegas ke kasir dan membayar pesanannya, tiba-tiba Carlos datang dan menemuinya kembali. Mereka berjalan keluar bersama, dan pria itu hanya mengantar Genaya sampai ke luar.

"Aku harap kau mau mampir lagi, aku setiap hari di sini, tapi terkadang ada di cafe-ku yang lain," kata Carlos begitu mereka tiba di luar.

"Terima kasih, Carlos. Kau pria yang sangat humoris dan baik."

"Boleh aku minta nomor ponselmu?"

Genaya terdiam sesaat, ia tak ingin memberikan nomor ponselnya karena itu sangat pribadi baginya. Carlos memang baik dan ramah, tapi Genaya merasa ia tak bisa memberikan sembarangan nomor ponsel pada siapapun––kecuali Fazio si pemaksa.

"Maafkan aku, tapi aku tak bisa memberikannya," kata Genaya dengan wajah menyesal.

"Tidak masalah, tapi kau jangan lupa untuk mampir ke sini. Minggu depan kami akan mengeluarkan menu baru, kau harus mencobanya." Senyum ramah kembali terpatri di wajah Carlos.

Fazio's Secret GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang