Mendebukan Telapak Kaki

49 2 0
                                    

Ketika Usamah bin Zaid bersiap-siap keluar untuk berjihad bersama pasukannya, keberangkatannya dilepas oleh Khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shidiq radiyallahu anhu. Kala itu, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam telah wafat dan masih menyisakan duka yang mendalam.

Usamah menaiki hewan tunggangannya sementara Abu Bakar berjalan kaki disampingnya sembari menuntun unta sang komandan pilihannya. Usamah tak enak hati dan nuraninya menuntun dirinya untuk turun dari kendaraan agar khalifah saja yang mengendarai hewan tunggangannya.

Akan tetapi, Ash-Shidiq berkata, "Jagan turun, Demi Allah, aku tidak mau naik. Apakah salah jika aku ikut mendebukan telapak kakiku sesaat dijalan Allah?"

Aku dan kamu berhenti untuk merenungkan kalimat ini seraya bertanya-tanya; Apakah hanya saat itu ash-Shidiq mendebukan telapak kakinya di jalan jihad?

Bukankah dia pernah mendebukan kakinya demi islam, bahkan sering sekali?

Bukankah dia telah mendebukan kakinya sejak di Mekah saat penolong islam sedikit, hubungan kekerabatan menegang, kenalan menjadi tidak mau kenal, dan banyak pihak yang ingin mencelakakan orang-orang islam?

Bukankah dia pernah mendebukan kakinya di medan Badar, saat kematian merayap dan kelaparan menindih perut mereka?

Bukankah dia telah mendebukan kakinya di medan uhud dan ketakutan mulai terlihat jelas di pelupuk mata?

Tapi inilah yang dilakukan oleh Abu Bakar ash-Shidiq radiyallahu anhu, dia tidak pernah puas dan tidak pernah merasa hebat dengan amal-amalnya. Bagaimana dengan kita? Apa yang telah kita lakukan? Bilakah kita mendebukan telapak kaki kita di jalan Allah? Bilakah kita berjihad? Atau jangan-jangan kita sering tertipu dengan amal kita sendiri, merasa sudah banyak beramal?

Biarlah kisah ash-Shidiq menjadi cambuk penyadar untuk kita renungkan.

Bening HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang