"Oh Seungmi!" panggil sebuah suara diantara riuh seisi kelas yang baru saja selesai dari sebuah mata kuliah. Yang terpanggil menoleh ke arah sumber suara. Yang memanggilnya adalah Kim Minjae, sang ketua kelas.
"Oh, Minjae. Ada apa?" sahut Seungmi.
"Kau ikut kepanitiaan Pameran di divisi dekorasi dan logistik, kan?"
Seungmi mengangguk pelan. "Yap. Kenapa?"
"Jangan lupa, rapat divisi hari ini ya. Nanti kukabari tempatnya. Tolong beritahu Namjoo juga."
Seungmi termenung sejenak, lalu teringat pada sebuah pesan singkat dari nomor kontak yang tidak dikenal tadi pagi, mengingatkannya untuk menghadiri rapat divisi pertama kali. Mungkin itu kontak Minjae.
"Baiklah. Terimakasih sudah mengingatkan!"
Minjae tersenyum, melambaikan tangannya sebelum keluar kelas. "Aku duluan!"
Seungmi mengangguk dan tersenyum, meski sedikit keheranan. Ia tidak begitu akrab dengan Minjae, bahkan tidak tahu kalau ia berada di satu kepanitiaan yang sama dengannya. Tidak menyangka jika lelaki itu tiba-tiba menghampirinya dan mengingatkan jadwal rapat.
"Seung!" suara Namjoo terdengar dari arah pintu.
"Joo, kemari!" titah Seungmi.
Namjoo segera menghampiri Seungmi. Ia mengambil kelas yang berbeda dengan Namjoo untuk mata kuliah Pengantar Seni Terapan. Kelas Namjoo cukup beruntung karena selalu selesai lebih awal dan tidak begitu padat tugas seperti kelas Seungmi.
"Hari ini rapat, kan?" Namjoo membantu Seungmi membereskan buku-bukunya. "Aku baru saja bertemu dengan ketua divisi kita, dia sangat cantik! Dia tidak terlihat seperti orang Korea. Seperti Selena Gomez."
Dahi Seungmi berkerut. "Bukankah ketuanya Minjae, ya?"
Raut antusias Namjoo berganti menjadi kebingungan. "Minjae? Kim Minjae? Tidak mungkin."
"Tapi tadi dia yang mengingatkanku untuk rapat divisi."
Seketika Namjoo menepuk jidat lebarnya sambil memutar mata, menghadapi kepolosan rekannya yang satu ini. "Seungmi sayang, Minjae itu ketua pelaksana Pameran. Jangan-jangan kau baru tahu ini."
"Ya, aku baru tahu." Seungmi nyengir. Ia menenteng tasnya dan berdiri dari kursi, "ya sudah ayo, isi perut kita dulu!"
***
Jemari Seunghee masih betah menari di atas tuts piano elektrik milik Ilhoon sementara matanya menatap deretan not balok dari sebuah partitur nocturne karya Chopin di hadapannya. Rasanya ia sedang bernostalgia pada saat dimana ia masih aktif sebagai seorang pianis, meski suara piano elektrik sedikit berbeda dengan grand piano sungguhan.
Sudah satu jam Seunghee memainkannya. Sementara sang pemilik studio sedang sibuk di ruangan sebelah dengan monitor-monitor yang memampangkan program aransemen musik, tentu saja sedang mengolah lagu-lagu untuk ia produksi di album mendatang.
Ia merenggangkan tangannya sementara mulutnya menguap lebar. Berdiri dari kursinya, ia memutuskan untuk menghampiri gadis di ruangan sebelah.
"Belum reda?"
Gadis itu tersentak dan menghentikan permainannya. "Apa?"
"Kau ingin bermain piano untuk meredakan mood-mu, kan?"
Seunghee tersenyum tipis. Ilhoon memang benar. Sudah beberapa kali Seunghee menumpang di studio Ilhoon sambil membawa sebuah buku partitur musik klasik hanya untuk bermain piano.
"Maafkan aku. Aku tidak akan kemari lagi kalau sudah punya piano sendiri."
"Bukan itu yang ingin kubicarakan," Ilhoon duduk di samping Seunghee, "kau masih bertengkar dengan Hyunsik hyung kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
B[L]ACKSTREET
FanfictionDua orang introvert yang saling jatuh cinta, tentu mereka hanya ingin dunia dimiliki berdua saja. Hanya saling menggenggam tangan saat tidak ada siapa-siapa. Hanya berpelukan ketika gelap tiba. Hanya mereka. Tapi tidak selamanya itu akan menjadi rah...