Seunghee masih menatap Seungmi yang kini sedang berlutut di hadapannya sambil terisak-isak. Memperhatikan penampilannya yang agak berantakan dan mata sembab yang entah sudah mengeluarkan airmata untuk keberapakalinya dari balik kacamata normalnya itu.
Mungkin sulit membangun kepercayaan yang telah runtuh. Sulit melupakan pemandangan menyakitkan yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seketika semua hal manis yang telah ia lalui bersama Hyunsik seolah berganti menjadi rentetan kebohongan belaka.
Tapi kini Seungmi tampak berusaha keras ingin memberi penjelasan padanya saat Hyunsik bahkan tidak menghubunginya dan mengatakan sepatah katapun padanya.
Apa saja yang sebenarnya telah terjadi, ia tidak akan tahu pasti tanpa mendengarkan sebuah klarifikasi. Tidak seharusnya ia menyimpulkan satu hal hanya dari sekali pandang.
Ia sendiri tahu betul, sang adik tidak pandai berbohong.
Dinding kaku yang mengurung hatinya perlahan runtuh dan meluruh.
Apa aku terlalu jahat pada adikku?
Ia turun dan ikut berlutut di hadapan adiknya, memeluknya erat-erat dan membiarkan air mata sang adik membasahi baju tidurnya.
"Kau sudah makan?" tanyanya dengan lembut. Namun alih-alih menjawabnya, isak tangis Seungmi malah semakin keras saja.
***
"Maafkan aku."
Minhyuk masih tidak percaya kalimat itu baru saja terlontar dari mulut seorang Lee Gikwang. Lelaki yang sudah menguntitnya, bersekongkol dengan mantan kekasihnya, dan bahkan menyerangnya di kegelapan malam.
Ya, sulit dipercaya.
Kalimat yang terlontar dari mulut Gikwang sama sekali berlainan dengan ekspresi wajahnya yang ketus. Mengapa harus kesal saat meminta maaf? Tak ubah seperti seorang anak lelaki yang dipaksa minta maaf oleh orangtuanya karena sudah mengganggu adik perempuannya yang sedang bermain boneka.
Minhyuk masih bergeming.
"Tolong, maafkan aku. Jangan laporkan aku ke polisi," desak Gikwang lagi melihat Minhyuk yang tak kunjung memberi respon. "Lagi pula, ini semua karena pacar- maksudku, mantan pacarmu itu. Dia memprovokasiku! Dia juga frustasi dan kecewa padamu, jadi aku hanya membantu menyalurkan kekesalan-"
"Aku tidak akan melaporkanmu pada polisi," potong Minhyuk tiba-tiba.
Gikwang tertegun.
Sikap Minhyuk terlalu tenang untuk ukuran seseorang yang telah ia kacaukan hidupnya.
"Jika urusanmu sudah selesai, silahkan pergi, aku mau istirahat," Minhyuk merebahkan dirinya dan memejamkan mata, secara halus menyuruh Gikwang untuk segera hengkang dari ruangannya.
Gikwang sudah cukup beruntung tidak dilaporkan ke polisi. Kalau saja ia tidak menelpon Yura - yang sedang sama-sama kacau juga - dalam keadaan sadar dan tidak mabuk, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi.
Wanita gila itu selama ini sudah memanfaatkan dan memprovokasinya dengan cara membutakannya dalam kebencian.
Ia memang sudah berhasil membuat Minhyuk tidak mengikuti turnamen seperti dirinya. Namun kini ia akan terus membawa perbuatan dosanya itu seumur hidupnya, tanpa bekal sepatah maaf dari Minhyuk.
Gikwang melangkah pelan meninggalkan kamar rawat Minhyuk dengan wajah tertunduk lesu. Penyesalan memang selalu datang terlambat.
Dari sudut mata Minhyuk, muncul sebulir air yang sudah siap untuk terjun menelusuri pelipisnya. Ia baru saja meloloskan seseorang yang mengacaukan hidupnya akhir-akhir ini. Ia tidak tahu apakah tindakan ini benar atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
B[L]ACKSTREET
FanfictionDua orang introvert yang saling jatuh cinta, tentu mereka hanya ingin dunia dimiliki berdua saja. Hanya saling menggenggam tangan saat tidak ada siapa-siapa. Hanya berpelukan ketika gelap tiba. Hanya mereka. Tapi tidak selamanya itu akan menjadi rah...