10

17.3K 964 20
                                    

"Rhaline!"

Aku tetap berjalan meskipun Althareza memekik memanggil namaku. Pria itu terus mengejarku bahkan hingga aku masuk ke dalam kamar tidur dan ingin mengganti baju.

"Keluar, aku mau ganti baju" ucapku.

"Kamu marah? Aku bahkan ga ngerti apa yang salah"

Aku menggeleng, "Aku ga marah, cuma capek dan butuh tidur"

"Rhaline..." suara itu berbisik lembut menyebut namaku, "Jika ini soal perbincangan kita tadi, aku minta maaf"

Dengusan sebal lolos dari bibirku, "Apakah kamu selalu bersikap menyebalkan?"

Dia menggeleng sambil menunjukkan seringaian geli, "Hanya kadang-kadang"

"ALTHAREZA!" pekikku.

"Oke, maaf, aku tidak bermaksud untuk meledekmu sedikit pun"

Bibirku mengerucut sebal. Dia tidak bermaksud tapi dia sudah melakukannya berulang kali, dia menertawaiku saat aku menyampaikan pendapatku soal kesetaraan gender, dia bahkan tidak menganggap serius perbincangan itu.

"Rha" mataku bertemu dengan matanya yang gelap ketika Althareza menyentuh daguku dan mengangkat wajahku untuk kembali menatapnya, sesuatu yang ia simpan di dalam matanya membuatku luluh dengan sendirinya. "Kamu adalah wanita dengan pikiran yang terbuka, aku tidak pernah bertemu dengan wanita sepertimu sebelumnya dan itu membuatku merasa beruntung karena...."

Kalimat Althareza menggantung di sana seolah-olah ia ragu untuk mengatakannya.

"Karena apa?" tanyaku, penasaran.

"Karena punya kesempatan makan malam bersamamu dan berbincang tentang emansipasi wanita"

Sontak kekehan kecil lolos dari bibirku bersamaan dengan bibirku yang terangkat baik mengulas senyum yang tipis, "Aku juga, maafkan karena telah merusak makan malamnya tapi aku telah melewati malam yang menyenangkan. Makanannya juga lezat, terima kasih"

Kami terdiam. Ibu jari Al mengusap lembut daguku lalu pria itu menatap intens ke dalam mataku. Mulanya aku merasa bingung dengan sikap Al yang mendadak berubah malam ini. Entahlah, dia menjadi perhatian, lebih banyak bicara daripada biasanya, dan tak jarang kami terlibat kontak mata yang membuat jantungku berdetak kencang.

"Rha..."

"Hmm?"

Mata pria itu jatuh pada bibirku sehingga aku menjadi gugup. Tanpa maksud dan tujuan tertentu aku menjilat bibir bawahku yang mendadak terasa kering, tapi rupanya itu membuat Althareza terpengaruh. Pelan tapi pasti pria itu memajukan wajahnya untuk mencium bibirku.

Aku ragu.

Gugup menyelimuti benakku.

Tanpa peringatan aku menarik diri dan mundur dari jangkuan pria itu lalu menjadi salah tingkah. Althareza terdiam di tempatnya dengan rasa canggung yang sama.

"Umm...a-aku...aku harus ke kamar mandi"

Tidak menunggu sepatah kata pun keluar dari bibirnya aku langsung ngacir masuk ke dalam kamar mandi dan mentup pintu rapat-rapat. Sialan, apa yang hampir saja terjadi? Oh, aku tidak percaya kami hampir saja berciuman!

Setelah insiden nyaris berciuman, besoknya aku terbangun seorang diri di atas ranjang. Aku tidak menemukan Al di dalam kamar kami dan saat aku berdiri di balkon untuk menyapa udara pagi, dari atas sini aku dapat melihat Althareza tengah menikmati paginya dengan berenang di kolam yang merupakan fasilitas umum di villa ini.

Akh tertegun sambil meneguk ludahku dengan kasar saat ia keluar dari kolam renang dengan celana renang ketatnya yang basah. Aku melirik ke sekeliling pria itu, merasa lega karena tidak menemukan seorang pun wanita di sekitarnya kemudian mataku yang terkutuk jatuh kepada otot perutnya yang terpahat sempurna. Astaga, apakah itu asli? Dia punya enam kotak otot yang padat di perutnya. Sebelumnya aku tidak pernah melihat bagian atas tubuh pria sesempurna itu selain di majalah atau di film-film action. God, he has become a man!

Mama's boy (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang